Sabtu, 10 September 2011

RICHARD NIEBUHR



Richard Niebuhr lahir pada tahun 1892 di Wright City, Missouri, Amerika Serikat. Niebuhr mengkritik liberalisme dalam bukunya “Moral Man and Immoral Society”. Dalam bukunya, ia menunjukkan baik golongan-golongan maupun egoisme perorangan mempunyai andil besar dalam kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu “harga diri kolektif golongan, ras dan bangsa lebi sulit dibasmi daripada egoisme perorangan”. Inilah sebabnya mengapa masyarakat tidak dapat diubah hanya dengan mengubah individu-individu melalui pendidikan dan etika. Karena pada akhirnya politik merupakan tempat terjadinya perebutan kekuasaan anta golongan yang saling bersaing satu sama lain.


Oleh sebab itu, hubungan antar golongan harus selalu bersifat politis daripada etis. Artinya bahwa hubungan itu ditentukan paling sedikit sama banyaknya oleh andil kekuatan yang dimiliki masing-masing golongan, dan penilaian secara rasional dan etis terhadap apa yang dibutuhkan dan dituntut masing-masing golongan. Dengan demikian, keadilan bisa dipertahankan dalam masyarakat dengan memsatikan pembagian kekuasaan yang wajar antara berbagai golongan dan menjaga supaya tidak ada golongan yang mendominasi golongan lain.


Ia juga secara eksplisit menolak keberpihakan ortodoksi dan liberalisme. Niebuhr menyatakan bahwa kedua tradisi telah salah menafsirkan agama Kristen. Pada dasarnya setiap telah jatuh ke dalam perangkap-pikiran literal, dan karena itu tidak mampu memahami sifat "sebuah etika Kristen yang independen." Secara khusus, liberalisme dikritik karena "terlalu tergantung pada budaya modernitas" Dengan kata lain, liberalisme Kristen mengurangi etika Yesus meraskan sentimental moralitas rasional dan tidak melulu mengarah pada hal-hal dogmatisme.


Ia menganjurkan untuk menunjukkan peran akal dalam pembentukan keadilan sosial. ia menyarankan peran agama dalam menangani masalah-masalah sosial sebagai metode untuk mengurangi pengaruh keegoisan melalui tobat dan semangat cinta. Ia menyimpulkan bahwa semangat cinta tidak dapat mencegah konflik sosial, sehingga tidak bisa dihindari untuk menggunakan unsur pemaksaan. Ia menyarankan prinsip keadilan sebagai pendekatan cinta. Namun hukum kasih terlibat dalam semua pendekatan keadilan, tidak hanya sebagai sumber dari norma-norma keadilan, tapi sebagai perspektif utama dalam menemukan keterbatasan keadilan tersebut.


Niebuhr menggunakan nama "Kristen Realisme" dalam memperhitungkan semua realitas yang bekerja dalam perubahan sosial dan konflik. Niebuhr memberikan perhatian pada realitas dosa bahwa doktrin dosa asal adalah doktrin hanya secara empiris dapat diuji iman Kristen. Konsekuensi dari dosa juga terbatas pemahaman manusia takdir dalam batas-batas dan keterbatasan sejarah.


Dalam konteks ini, Niebuhr membahas pribadi dan karya Kristus. Dalam menguraikan pekerjaan Kristus Niebuhr mengatakan, "salib yang sama yang melambangkan kasih Allah dan mengungkapkan kesempurnaan ilahi tidak akan bertentangan dengan keterlibatan penderitaan dalam tragedi sejarah, juga menunjukkan bahwa kesempurnaan tidak dapat dicapai dalam sejarah. Salib adalah manifestasi dari agape yang tidak dikondisikan oleh struktur sejarah. Niebuhr berpendapat dan menyatakan, "adalah agape Allah sehingga sekaligus ekspresi dari kedua akhir keagungan Allah dan hubungannya dengan sejarah". Pada pribadi Kristus Niebuhr mendefinisikan Yesus Kristus sebagai Adam Kedua, kesempurnaan Kristus menetapkan kebajikan Adam yang belum berdosa.


Niebuhr menganggap kasih agape dari Yesus sebagai ideal agama yang tidak dapat dianggap sebagai etika normatif karena panggilan untuk mementingkan diri sendiri yang konsisten yang lebih heroik kemungkinan akhir dari eksistensi manusia dari kemungkinan umum kehidupan. Namun, Niebuhr, tidak sepenuhnya menolak yang ditetapkan oleh Yesus Kristus yang ideal. Niebuhr menegaskan pentingnya sporadis, tragis, cinta agape ekspresi tertinggi dari kebaikan ilahi dalam peran mereka sebagai alat kritik dan motivasi. Kasih agape berdiri sebagai peringatan dan hukuman atas kejatuhan moral manusia. Ini berfungsi sebagai inspirasi untuk mengarahkan dan membimbing menyelesaikan moral manusia.


Niebuhr menyarankan bahwa untuk etika sosial yang membimbing tindakan normatif moral harus ada keadilan bukan cinta agape. Keadilan itu akan menciptakan sebuah sistem yang berhubungan dengan pernyataan realistis yang bersaing kepentingan diri sendiri. Realisme Kristen berusaha untuk mengakui dan memperhatikan semua kekuatan yang beroperasi dalam landasan moral dalam dan luar diri manusia.


Menurutnya etika sosial harus mampu membimbing tindakan moral yang dapat memberikan pedoman yang tidak hanya untuk akhir kehidupan, tetapi juga harus datang untuk berdamai dengan masalah membangun harmoni dalam toleransi kehidupan di semua lapisan masyarakat. Dengan demikian etika harus diterapkan dengan peka, fleksibel, dan responsif ke tingkat kehidupan lainnya. Hal ini berarti kembali konsepsi dan langkah dari cita-cita etis ke dalam tujuan etis realistis seperti menggantikan kasih agape dengan keadilan sebagai etika sosial normatif. Lantas, bagaimana hal ini bisa diterapkan di Indonesia?