Sabtu, 10 September 2011

STANLEY HAUERWAS




            Stanley Hauerwas adalah teolog dari gereja Metodis. Ia mengemukakan pendapatnya mengenai reformasi etika sosial Kristen. Reformasi etika Kristen yang ia kemukakan mengarah pada kebajikan dan karakter dalam Gereja yang sesuai dengan narasi Kristus.
            Menurut Hauerwas, penerapan prinsip-prinsip moral untuk politik tidak lebih merupakan suatu politik teologi. Ia menempatkan penekanan tunggal daya Kristen dalam kekokohan dan kebenaran Kekristenan yang mempunyai pengaruh di dunia. "Gereja" diidentifikasi sebagai tempat, memori, dan disiplin dari narasi Kristus di mana tanda kuasa penebusan Kristus menjadi nyata dan berarti karena gereja adalah tubuh Kristus, bentuk duniawi abadi karya-Nya di dunia. Oleh karena itu, kebenaran dari iman Kristen itu tergantung pada gereja.
            Tugas sosial gereja adalah membentuk jemaat untuk percaya pada janji penebusan Allah di mana orang Kristen harus melayani dunia dengan cara mereka sendiri. Gereja bukan ada untuk memberikan etos untuk demokrasi atau bentuk lain organisasi sosial, tetapi berdiri sebagai alternatif politik untuk setiap bangsa dalam menyaksikan jenis kehidupan sosial yang mungkin bagi mereka yang telah dibentuk oleh kisah Kristus. Oleh karena itu, menurutnya tugas pertama Gereja adalah untuk membantu kita mendapatkan perspektif kritis pada narasi Kristus yang ada dalam kehidupan kita.
            Berdasarkan hal itu, etika sosial Kristen tergantung pada pengembangan kepemimpinan dalam gereja yang dapat percaya dan tergantung pada keragaman karunia di masyarakat. Otoritas yang diperlukan untuk kepemimpinan dalam gereja harus berasal dari kemauan orang Kristen berisiko dalam mengemukakan kebenaran dan mendengar kebenaran dari pihak yang berwenang. Sehingga, etika sosial bagi gereja berarti menangkap kembali makna sosial seperti tindakan kebaikan, persahabatan, dan pembentukan keluarga yang mendorong kita untuk percaya dan tergantung pada satu sama lain untuk terbuka bagi kehidupan baru dalam melakukan narasi Kristus. Sebab etika sosial Kristen membentuk orang untuk melayani Dia melalui pekerjaan Kristus.

RICHARD NIEBUHR



Richard Niebuhr lahir pada tahun 1892 di Wright City, Missouri, Amerika Serikat. Niebuhr mengkritik liberalisme dalam bukunya “Moral Man and Immoral Society”. Dalam bukunya, ia menunjukkan baik golongan-golongan maupun egoisme perorangan mempunyai andil besar dalam kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu “harga diri kolektif golongan, ras dan bangsa lebi sulit dibasmi daripada egoisme perorangan”. Inilah sebabnya mengapa masyarakat tidak dapat diubah hanya dengan mengubah individu-individu melalui pendidikan dan etika. Karena pada akhirnya politik merupakan tempat terjadinya perebutan kekuasaan anta golongan yang saling bersaing satu sama lain.


Oleh sebab itu, hubungan antar golongan harus selalu bersifat politis daripada etis. Artinya bahwa hubungan itu ditentukan paling sedikit sama banyaknya oleh andil kekuatan yang dimiliki masing-masing golongan, dan penilaian secara rasional dan etis terhadap apa yang dibutuhkan dan dituntut masing-masing golongan. Dengan demikian, keadilan bisa dipertahankan dalam masyarakat dengan memsatikan pembagian kekuasaan yang wajar antara berbagai golongan dan menjaga supaya tidak ada golongan yang mendominasi golongan lain.


Ia juga secara eksplisit menolak keberpihakan ortodoksi dan liberalisme. Niebuhr menyatakan bahwa kedua tradisi telah salah menafsirkan agama Kristen. Pada dasarnya setiap telah jatuh ke dalam perangkap-pikiran literal, dan karena itu tidak mampu memahami sifat "sebuah etika Kristen yang independen." Secara khusus, liberalisme dikritik karena "terlalu tergantung pada budaya modernitas" Dengan kata lain, liberalisme Kristen mengurangi etika Yesus meraskan sentimental moralitas rasional dan tidak melulu mengarah pada hal-hal dogmatisme.


Ia menganjurkan untuk menunjukkan peran akal dalam pembentukan keadilan sosial. ia menyarankan peran agama dalam menangani masalah-masalah sosial sebagai metode untuk mengurangi pengaruh keegoisan melalui tobat dan semangat cinta. Ia menyimpulkan bahwa semangat cinta tidak dapat mencegah konflik sosial, sehingga tidak bisa dihindari untuk menggunakan unsur pemaksaan. Ia menyarankan prinsip keadilan sebagai pendekatan cinta. Namun hukum kasih terlibat dalam semua pendekatan keadilan, tidak hanya sebagai sumber dari norma-norma keadilan, tapi sebagai perspektif utama dalam menemukan keterbatasan keadilan tersebut.


Niebuhr menggunakan nama "Kristen Realisme" dalam memperhitungkan semua realitas yang bekerja dalam perubahan sosial dan konflik. Niebuhr memberikan perhatian pada realitas dosa bahwa doktrin dosa asal adalah doktrin hanya secara empiris dapat diuji iman Kristen. Konsekuensi dari dosa juga terbatas pemahaman manusia takdir dalam batas-batas dan keterbatasan sejarah.


Dalam konteks ini, Niebuhr membahas pribadi dan karya Kristus. Dalam menguraikan pekerjaan Kristus Niebuhr mengatakan, "salib yang sama yang melambangkan kasih Allah dan mengungkapkan kesempurnaan ilahi tidak akan bertentangan dengan keterlibatan penderitaan dalam tragedi sejarah, juga menunjukkan bahwa kesempurnaan tidak dapat dicapai dalam sejarah. Salib adalah manifestasi dari agape yang tidak dikondisikan oleh struktur sejarah. Niebuhr berpendapat dan menyatakan, "adalah agape Allah sehingga sekaligus ekspresi dari kedua akhir keagungan Allah dan hubungannya dengan sejarah". Pada pribadi Kristus Niebuhr mendefinisikan Yesus Kristus sebagai Adam Kedua, kesempurnaan Kristus menetapkan kebajikan Adam yang belum berdosa.


Niebuhr menganggap kasih agape dari Yesus sebagai ideal agama yang tidak dapat dianggap sebagai etika normatif karena panggilan untuk mementingkan diri sendiri yang konsisten yang lebih heroik kemungkinan akhir dari eksistensi manusia dari kemungkinan umum kehidupan. Namun, Niebuhr, tidak sepenuhnya menolak yang ditetapkan oleh Yesus Kristus yang ideal. Niebuhr menegaskan pentingnya sporadis, tragis, cinta agape ekspresi tertinggi dari kebaikan ilahi dalam peran mereka sebagai alat kritik dan motivasi. Kasih agape berdiri sebagai peringatan dan hukuman atas kejatuhan moral manusia. Ini berfungsi sebagai inspirasi untuk mengarahkan dan membimbing menyelesaikan moral manusia.


Niebuhr menyarankan bahwa untuk etika sosial yang membimbing tindakan normatif moral harus ada keadilan bukan cinta agape. Keadilan itu akan menciptakan sebuah sistem yang berhubungan dengan pernyataan realistis yang bersaing kepentingan diri sendiri. Realisme Kristen berusaha untuk mengakui dan memperhatikan semua kekuatan yang beroperasi dalam landasan moral dalam dan luar diri manusia.


Menurutnya etika sosial harus mampu membimbing tindakan moral yang dapat memberikan pedoman yang tidak hanya untuk akhir kehidupan, tetapi juga harus datang untuk berdamai dengan masalah membangun harmoni dalam toleransi kehidupan di semua lapisan masyarakat. Dengan demikian etika harus diterapkan dengan peka, fleksibel, dan responsif ke tingkat kehidupan lainnya. Hal ini berarti kembali konsepsi dan langkah dari cita-cita etis ke dalam tujuan etis realistis seperti menggantikan kasih agape dengan keadilan sebagai etika sosial normatif. Lantas, bagaimana hal ini bisa diterapkan di Indonesia?


WALTER RAUSCHENBUSCH
           
            Walter Rauschenbusch adalah seorang tokoh pergerakan Injil Sosial di Amerika pada abad ke-19. Ia adalah keturunan Jerman yang dilahirkan di Amerika pada tanggal 4 Oktober 1861. Ayahnya bernama Agustus Rauschenbush, seorang pendeta Gereja Lutheran yang beralih menjadi pendeta Gereja Baptis.
            Walter mengalami pertobatan pada waktu ia berumur 17 tahun. Setelah itu ia memutuskan untuk menjadi pendeta. Ia belajar di Jerman, kemudian ia kembali belajar pada Seminary Theological Rochester. Ia tamat pada tahun 1886. Kemudian ia menjadi pendeta gereja Baptis di New York City, yang mendapat julukan sebagai “dapur neraka”.
            Di New York City inilah ia bergumul dengan masalah-masalah sosial yang menjadi persoalan dan pergumulannya ketika ia melakukan tugas pelayanannya di jemaat. Persoalan baginya apakah Injil juga berbicara tentang masalah-masalah sosial atau tidak. Sebab menurutnya, Injil juga mempunyai dimensi-dimensi sosial juga. Dan ia juga berkeyakinan bahwa Yesus Kristus juga mengajarkan keselamatan sosial bagi dosa sosial. Ia menggabungkan analisa-analisa sosial dengan realita sosial yang terjadi. Sehingga ia memberi tekanan baru terhadap Kerajaan Allah.
            Ia berpendapat bahwa Kerajaan Allah berpusat pada pelayanan Yesus dan misi awal gereja. Kerajaan Allah mengintegrasikan identitas sosial dan realitas spiritual. Bahwa Kristus memulai Kerajaan-Nya di bumi dengan mendirikan sebuah komunitas manusia rohani, dalam persekutuan ke dalam dengan Tuhan dan dalam ketaatan lahiriah kepada-Nya dan Yesus memperluas ruang lingkup Kerajaan untuk merangkul semua bangsa di dunia. Kerajaan Yesus memproklamirkan dan dimulai masyarakat dihadapkan dengan tuntutan nyata untuk transformasi sosial.
            Ia menegaskan bahwa kekuasaan Kerajaan Allah diwujudkan secara bertahap dan tidak tiba-tiba serta perubahan sosial harus dicapai dengan cara non-kekerasan. Ia yakin bahwa Kerajaan Allah mencakup semua aspek kehidupan manusia. Kerajaan Allah dapat semakin diwujudkan dengan kerjasama dari Allah dan manusia.
            Menurutnya, konsep Tuhan tidak berubah tetapi dapat berubah dan berkembang karena secara sosial terbentuk. Hubungan sosial di mana manusia hidup mempengaruhi konsepsi mereka tentang Tuhan dan hubungan dengan manusia. Yesus tidak hanya menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia diselamatkan Allah. Berdasarkan hal ini, Injil Sosial berhasil dengan semangat Reformasi dengan membebaskan manusia dari konsep-konsep yang salah mengenai Allah. Rauschenbusch berpendapat bahwa imanensi Allah kepada umat manusia adalah dasar untuk gagasan-gagasan demokratis Allah.
            Gagasan demokratis Allah menegaskan solidaritas Allah dengan manusia untuk Kerajaan Allah melawan kekuatan jahat yang menindas kehidupan manusia. Dan kesadaran akan solidaritas itulah yang menjadi inti pada suatu agama. Menurutnya, Yesus Kristus adalah inisiator dari Kerajaan Allah. Ia melihat Yesus sebagai "kepribadian agama yang sempurna" yang mengalahkan "mistik", "pesimisme", dan "asketisme", berdasarkan kesadaran-Nya pada Allah. Yesus hidup melalui kehidupan duniawi-Nya, tentang apa yang diajarkan mengenai Kerajaan Allah.
            Berdasarkan hal ini, Rauschenbusch mengatakan, "langkah pertama yang mendasar dalam keselamatan umat manusia adalah dengan pencapaian kepribadian Yesus. Dalam dirinya Kerajaan Allah mendapat pijakan pertama dalam kemanusiaan. Dan hal itu berdasarkan pada kepribadian bahwa ia menjadi inisiator dari Kerajaan Allah dan memberikan landasan yang kokoh untuk memahami Sosial Injil tentang Kerajaan Allah.
            Selain itu, Rauschenbusch mendefinisikan sifat Gereja dalam hubungannya dengan Kerajaan Allah. Gereja tidak untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Kerajaan, yang memberikan Gereja kekuatan untuk menyelamatkan. Gereja ada untuk melayani Kerajaan Allah. Baginya, Gereja adalah "faktor sosial dalam keselamatan", yang membawa kekuatan sosial untuk melawan kejahatan di dunia. Kerajaan Allah yang dipahaminya adalalah sebagai tujuan dari Kekristenan. Bahwa Kerajaan Allah akan membuat manusia dan Allah bekerjasama dalam menghadapi kesenjangan sosial yang ada di bumi ini.
            Pemikiran Raushenbush juga diikuti oleh Rachel McGuire. Ia senada dengan gagasan Rashenbush mengenai Kerajaan Allah. Berdasarkan hal itu, McGuire berefleksi mengenai bagaimana mewujudkan Kerajaan Allah tersebut. Menuruttnya, inilah yang menjadi tantangannya, terutama oleh gereja. Penulis setuju dengan refleksi yang dikemukakan oleh McGuire, terkadang kita (baca: Gereja) terlalu sibuk dengan urusan-urusan gereja yang hanya berputar pada bidang ibadah saja, padahal gereja juga hadir dan hidup di tengah-tengah dunia. Sebaiknya gereja juga hadir bersama negara dalam mewujudkan Kerajaan Allah. Walaupun hasil belum mencapai puncak yang sempurna, dengan terus berproses di dalamnya menurut penulis sudah cukup membagikan hasil dalam mewujudkan Kerajaan Allah tersebut. Dengan kata lain, penulis ingin mengungkapkan bahwa “learning by process” dapat menjadi semboyan demi mewujudkan Kerajaan Allah dalam suatu praksis di dalam dunia.

PEMBAHARUAN DALAM MISI


PEMBAHARUAN DALAM MISI:
Salah satu Tema dalam Sidang Raya DGD di Uppsala, 1968-1983

            Dalam Sidang Raya IV DGD di Uppsala, pada tahun 1968, telah dibicarakan tentang pembaharuan dalam  misi. Pada masa-masa sebelumnya, gereja-gereja anggota DGD tersebut menyakini pentingnya membawa orang bukan Kristen pada iman dalam Yesus Kristus. Hal inilah yang tidak muncul dalam dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembicaraan tentang pembaharuan dalam misi tersebut. Sehingga dimensi vertikal, yakni perdamaian dengan Allah ditanggalkan dalam misi dan yang ditekankan adalah dimensi horisontal, yakni perdamaian antar-manusia.[1]
            Rumusan mengenai “seluruh gereja yang membawa seluruh Injil kepada pribadi seluruhnya di seluruh dunia” pun ditetapkan dalam sidang ini dan misi yang dipahami adalah pengakuan akan Yesus Kristus yang diberlakukan dalam kata dan perbuatannya.
Hal inilah yang menjadi pembaharuan untuk melakukan misi dari Allah bahwa pembaharuan yang dilakukan adalah pembaharuan menjadi manusia baru.
            Manusia baru yang dimaksudkan adalah bagaimana seseorang telah diperbaharui terlebih dahulu oleh Firman Tuhan barulah ia dapat membagikannya kepada yang lain.[2] Misi dilakukan dengan menemukan kehidupan sejati mereka dalam Tubuh Kristus dan dalam kehidupan Gereja berdasarkan Firman dan Sakramen: persekutuan dalam Roh dan keberadaan orang lain untuk menjangkau solidaritas dengan seluruh umat manusia dalam pelayanan dan kesaksiannya untuk  pertumbuhan gereja, baik di dalam maupun keluar gereja.[3]
            Pemikiran ini pun pun dilanjutkan dalam Konferensi bangkok dengan bertemakan “Keselamatan Masa Kini”. Namun, muncul berbagai kritikan dari berbagai pihak mengenai hal tersebut. Kemudia, tema pembaharuan dalam misi ini pun dikembangkan kembali sidang raya V di Nairobi. Dalam Sidang Raya V di Nairobi, penekanan dimensi horisontal yang diberikan di Uppsala dan Bangkok tetap dipertahankan, namun halnya dipadukan dengan dimensi vertikal, sehingga kedua dimensi itu berada dalam keseimbangan.


DAFTAR PUSTAKA

Fey, Harold C. A History of The Ecumenical Movement Vol. 2: 1948-1968. Geneva: WCC, 1970.
Goodall, Norman. Uppsala Speaks. Geneva: WCC, 1968.
Suleeman dkk. Bergumul dalam Pengharapan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.



[1] Suleeman dkk, Bergumul dalam Pengharapan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 838.
[2] Norman Goodall, Uppsala Speaks (Geneva: WCC, 1968), 23.
[3] Harold C. Fey, A History of The Ecumenical Movement Vol. 2: 1948-1968 (Geneva: WCC, 1970),  425.

James Baldwin (1924-1987)
            James Baldwin adalah seorang penulis Amerika yang banyak menulis tentang identitas seksual dan personal, serta perjuangan hak sipil di Amerika Serikat. Nama lengkapnya adalah James Arthur Baldwin. Ia lahir pada 2 Agustus 1924 di RS Harlem, New York dari Emma Berdis Jones dan ia tak pernah tahu mengenai ayahnya sendiri. Pada tahun 1927, ibunya menikah dengan David Baldwin, seorang buruh dan pendeta, hingga bersama-sama memiliki delapan orang anak. Baldwin mengadopsi nama dari ayah tirinya dan ayah tirinya pada tahun 1943.
            Di masa kecilnya Baldwin adalah seorang yang tekun membaca. Pada usia 17 tahun, Baldwin meninggalkan rumah dan setelah menyelesaikan pendidikan SMA dia mulai bekerja di bidang sastra pada 1943 ia menjadi penulis full-time.
            Masalah identitas seksual, bunuh diri seorang teman, dan rasisme mengantarnya pada 1948 ke Paris dan London. Berbekal dua catatan Bessie Smith dan mesin tik, Baldwin menyelesaikan novel yang berjudul “Go Tell It on the Mountain”. Novel ini berdasarkan pada pengalaman penulis  pada pendeta remaja di sebuah gereja kecil yang memberikan perlakuan buruk pada salah satu anggota jemaatnya. Di mana ia menyadari bahwa orang desa dan orang asing di dunia manapun tidak bisa memiliki kekuasaan.
            Karya keduanya adalah “Giovanni’s Room”  diselesaikannya pada tahun 1956. Tema dalam novel ini adalah perjuangan seorang laki-laki dengan homoseksualitasnya. Buku ini menjadi bestseller karena ia menggambarkan kekerasan yang dilakukan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam di Amerika. Berdasarkan hal ini ia pun menulis esai yang berjudul “Dalam esai judul “Catatan Orang Buras” (1955)  yang ia ambil contoh keluarganya sendiri dalam kerusuhan Harlem tahun 1943 untuk menggambarkan pengalaman orang berkulit hitam di Amerika yang mengalami mengakui kekerasan dan ketidakadilan rasial.
            Berdasarkan hal ini dalam Sidang Raya IV di Uppsala pada tahun 1986, ia mengutarakan tentang kesadaran akan rasialisme terhadap keadilan dan kedamaian. Ia
mengemukakan pendapat agar para utusan gereja dalam sidang ini ikut serta dalam membahas masalah ketidakadilan karena menurutnya para utusan tersebut memiliki moral spiritual, keberanian spiritual untuk menebus, menyatakan penyesalan akan perlakukan tersebut sehingga melahirkan kembali pemikiran terhadap Alkitab mengenai hal tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh Baldwin ini pun menjadi dasar bagi DGD dengan membentuk Programme to Combat Racism (PCR).
            Pemikiran yang dikemukakan oleh Baldwin inilah yang menjadi inspirasi bagi penulis, bahwa kesadaran untuk menciptakan keadilan perlu dilakukan di mana pun juga, terlebih pada gereja. Sehingga gereja tidak hanya memikirkan masalah-masalah di dalam gereja saja melainkan masalah-masalah yang berada pada realita kehidupan masyarakat juga perlu menjadi perhatian dan dipikirkan bersama untuk menciptakan kehidupan manusia yang seutuhnya, dan Injil tidak hanya diwartakan berdasarkan kata-kata saja melainkan juga dinyatakan dalam tindakan dan perbuatan.

ALIRAN MORMON



1.         Latar Belakang dan Konteks Kemunculan Aliran Mormon di Amerika
            Memasuki abad ke-19, kekristenan di Amerika terutama bercorak Protestan. Abad ke-19 juga merupakan masa ekspansi geografis dari bangsa Amerika yang baru terbentuk itu, bersamaan dengan ekspansi gereja-gereja mereka dimana ekpansi ke arah barat dan selatan diintensifkan dan hal ini berhasil dilakukan. Keberhasilan ini melahirkan optimisme besar yang biasanya diberi cap keagamaan bahwa mereka memahami diri sebagai bangsa pilihan Allah dan memandang benua Amerika sebagai tanah perjanjian atau Yerusalem baru. Kebangkitan semangat nasionalisme in dimateraikan dengan semboyan religius bahwa Kerajaan seribu tahun (Kerajaan Allah) sudah berlangsung di Amerika dan Yesus akan datang untuk kedua kalinya pada akhir masa seribu tahun itu. [1]
            Keadaan ini pun membuat aliran Mormon muncul pada suasana dan iklim keagaamaan di wilayah timur-laut AS. Kebangunan Besar gelombang pertama yang dimulai pada tahun 1970-an ini berlanjut dengan serangkaian kebangunan rohani sehingga pada waktu itu semangat dan mutu kehidupan rohani dapat dikatakan sangat merosot.[2] Revolusi dan perang kemerdekaan yang berpuncak pada tahun 1770-an dan 80-an, namun berlanjut hingga tahun 1810, telah mengakibatkan kehidupan beragama berada pada titik terendah di sepanjang sejarah bangsa itu. Pada masa itu tidak dianggap aneh atau saling bertentangan bila masyarakat di satu pihak menganut ajaran gereja dan di pihak lain menganut ilmu magic dan okultisme.[3]
            Sebagai respons terhadap keadaan ini, sejak 1820-an berlangsunglah Kebangunan besar Gelombang kedua, dengan tokoh-tokoh antara lain: Charles G. Finey dan Alexander Campbell. Semangat menginjili ke dalam dan ke luar negeri pun dilakukan. Para pengkhotbah dari bermacam-macam gereja atau aliran pun berlomba-lomba untuk mentobatkan atau mentobatkan kembali masyarakat, termasuk dengan cara membanjiri mereka dengan Alkitab, traktat dan majalah. Hal ini kemudian menimbulkan kebingungan bagi orang-orang yang ingin diinjili, termasuk Josep Smith.[4]

2.         Muncul dan Berkembangnya Aliran Mormon
            Aliran Mormon atau yang disebut Gereja Yesus Kristus dari Orang Suci Zaman Akhir adalah aliran khas Amerika karena lahir disana sebagai agama yang baru sekalipun dalam tradisi kekristenan. Aliran ini didirikan oleh Joseph Smith. Joseph Smith lahir tanggal 23 Desember 1805 di Vermont, di lingkungan keluarga yang menganut paham universalis (menolak doktrin Trinitas). Ia adalah anak kelima dari sebelas anak dalam keluarga Joseph Smith Sr. dan Lucy Mack Smith. Ia banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja membantu ayahnya dan kakak lelakinya menebang pohon serta bercocok tanam di tanah perjanjian keluarganya.
            Pada masa itu, semangat gairah keagamaan sedang melanda bagian sebalah barat New York, tempat keluarga Smith tinggal. Keluarga Smith, seperti keluarga lainnya, menghadiri pertemuan pembaharuan iman golongan-golongan Kristen di daerah tersebut. Sementara sebagian anggota keluarganya menjadi anggota salah satu gereja, Joseph Smith tidak. [5] Akan tetapi, ketika Joseph Smith berusia 14 tahun, ia ingin mengetahui gereja mana yang harus ia ikuti. Oleh karena itu, ia bertanya kepada Allah dalam doa yang sungguh-sungguh, dan doanya pun dikabulkan. Ia mendapat penglihatan pertama. Sebagai Jawaban atas doanya, Allah Bapa dan Putra-Nya, Yesus Kristus, menampakkan diri kepada Joseph Smith serta memberitahunya bahwa Gereja Yesus Kristus yang sejati tidak ada di bumi dan Mereka telah memilih Joseph Smith untuk memulihkannya.[6] Salah seorang dari mereka berkata, “Inilah anak yang Kukasihi, dengarkanlah dia”.[7] Mereka pun menasihatkannya agar tidak mengikuti salah satu pun dari gereja dan agama yang di sekitarnya, karena semua perhimpunan agama itu mempercayai ajaran yang keliru.[8]
            Setelah itu, Joseph Smith mengalami penampakan dengan hadirnya Moroni, putra Mormon. Moroni memberitahu Joseph tentang sejumlah lempengan emas yang ada di bukit kecil dekat Palmyra dan mengandung tulisan yang sangat berharga. Ia pun dilarang memindahkan lempengan itu dari tempat persembunyian hingga saat yang yang akan ditetapkan oleh Tuhan. Kemudian ia mendapat penglihatan yang berisi petunjuk dan izin untuk mengambil dan menerjemahkan isi lempengan emas itu.
            Pada awal 1830 naskah itu terwujud secara mujizat dan menjadi sebuah buku dan diberi Kitab Mormon. Kitab itu merupakan kitab suci baru yang diterjemahkan dari lempengan emas. Menurut Thomas O’Dea, tema dalam Kitab Mormon adalah tiba dan bermukimnya orang Ibrani di benua Amerika sebelum era kekristenan. Tema ini pas dengan maksud untuk menjelaskan asal-usul orang india di Amerika, yang pada masa Joseph Smith banyak diperdebatkan.[9]
            Akan tetapi, pada tahun 1829 Joseph Smith dan Oliver Cowdey menerima penyampaian imamat Harus dari Yohanes Pembaptis melalui penumpangan tangan. Kemudian mereka juga dikunjungi tiga rasul (Petrus, Yakobus dan Yohanes) untuk diserahi imamat Melkisedek. Berdasarkan hal itu, Joseph Smith pun mulai mengumpulkan pengikut.
            Ia pun menerima sejumlah wahyu baru, dan pada tanggal 6 April 1830 ia pun membentuk gereja baru berdasarkan wahyu tersebut dan pada masa pembentukan itu, disingkapkanlah satu wahyu baru yang menyatakan Joseph Smith sebagai pelihat, penerjemah, nabi, rasul Yesus Kristus dan penatua gereja. Lalu Oliver Cowdery diarahkan untuk menahbiskan Joseph Smith menurut semua gelar dan jabatan tersebut.[10] Kemudian wahyu selanjutnya memerintahkan Joseph Smith untuk menahbiskan Cowdery sebagai penatua bagi gereja Kristus.
            Gereja Mormon pun berkembang pesat, terutama di daerah Nauvoo. Perkembangan ini pun membuat masyarakat non-Mormon di daerah tersebut merasa sebagai ancaman yang sangat serius bagi mereka, dan mereka pun menuduh aliran ini dengan beberapa tuduhan bahwa umat dalam aliran ini terlibat dalam kerusuhan. Hal ini menyebabkan Joseph Smith beserta Hyrum Smith dan dua orang pengikutnya dipanggil oleh gubernur setempat dan dipenjara. Kemudian, pada 27 Juni 1844 mereka ditembak ketika berada di penjara dan kematian mereka dipandang sebagai kesahidan.[11]
            Terbunuhnya Joseph Smith membuat aliran ini hidup tanpa ada yang memimpin. Kaum Mormon pun bergumul untuk menetapkan pengganti dari nabi mereka yang sudah tiada. Sidney Ridgon pun menyatakan diri layak untuk menjadi pengganti Joseph Smith, akan tetapi ia ditolak dan dikucilkan, karena keluarga Smith menuntut bahwa kepemimpinan harus tetap dipegang keluarga itu.[12] Tetapi sebagian besar dari keduabelas rasul bersama sebagian besar umat memilih Brigham Young. Hal ini menyebabkan Brigham Young terpilih menjadi presiden dan nabi yang kedua dalam aliran Mormon.
            Mayoritas umat aliran Mormon yang mendukung Brigham Young selanjutnya meninggalkan Nauvoo karena mereka tidak bisa hidup berdamai dengan tetangganya di sana. Pada bulan Mei 1846 terjadilah eksodus besar-besaran karena Nauvoo diduduki oleh kaum sosialis utopian asal Peran. Bait suci yang baru ditahbiskan pada bulan Mei 1845 itu kemudian dibakar dan disisanya hancur karena badai Tornado pada tahun 1850.[13]
            Young pun memulai babak baru dalam sejarah aliran Mormon di Salt Lake yang dipandang sebagai Sion atau Yerusalem Baru yang diidam-idamkan itu. Rakyat di daerah tersebut pun menjadi warga Mormon karena kerja keras, keuletan dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diajarkan kepada masyarakat di daerah tersebut. Selain itu, berkembang juga berbagai ajaran dan peraturan serta praktek baru. Sebagian besar berpedoman pada ajaran dan tulisan (yang dipandang sebagai kitab suci) peninggalan Joseph Smith, sedangkan sebagian lagi berdasarkan wahyu dan nubuatan yang diterima oleh pemimpin aliran ini, terutama mereka yang memegang jabatan presiden.
            Salah satu pokok ajaran yang secara resmi dan ditetapkan dan diumumkan Brigham Young pada tahun 1852 di tempat itu adalah tentang poligami.[14] Hal ini pun menimbulkan banyak protes dari dalam maupun luar kalangan Mormon, sehingga mereka melakukan upaya pembatalan melalui jalur hukum dan dukungan pemerintah. Berdasarkan hal itu, pada tahun 1890 ajaran itu resmi dibatalkan oleh nabi dan presiden keempat aliran ini, Wilford Woodruff berdasarkan wahyu khusus, dan pada tahun 1904 aliran ini secara resmi menjatuhkan sanksi pengucilan terhadap mereka yang masih mempraktekkannya.[15]

3.         Pokok-pokok Ajaran dan Praksis Mormon
            Pokok-pokok ajaran aliran Mormon terdapat pada dokumen Pasal-pasal Iman yang dimuat pada bagian terakhir kitab Mutiara yang Sangat Berharga. Pasal-pasal kepercayaan tersebut antara lain[16]:
1. Kami percaya kepada Allah, Bapa yang kekal, serta PutraNya, Yesus Kristus        dan Roh Kudus.
2. Kami percaya bahwa orang akan dihukum untuk dosanya sendiri dan bukan untuk pelanggaran Adam.
3. Kami percaya bahwa melalui penebusan Kristus, seluruh umat manusia
         dapat diselamatkan dengan jalan mematuhi hukum-hukum serta tatacara Injil.
4. Kami percaya bahwa azaz-azas Utama serta tatacara-tatacara Injil adalah:
         pertama, beriman kepada Tuhan Yesus Kristus; kedua, bertobat; ketiga,
         pembaptisan dengan pencelupan untuk pengampunan dosa-dosa, keempat,          penumpangan tangan untuk karunia Roh Kudus.
5. Kami percaya bahwa seseorang harus dipanggil oleh Allah, melalui nubuat,          serta dengan penumpangan tangan oleh mereka yang mempunyai wewenang untuk
         memberitakan Injil serta melaksanakan tatacara-tatacara dari padanya.
6. Kami percaya akan organisasi yang sama yang terdapat pada Gereja zaman dahulu, yaitu para rasul, nabi, gembala, pengajar, penyebar Injil, dan sebagainya.
7. Kami percaya akan karunia lidah, nubuat, wahyu, penglihatan, penyembuhan,          penafsiran bahasa dan sebagainya.
8. Kami percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah sejauh Alkitab itu diterjemahkan secara betul; kami juga percaya bahwa Kitab Mormon adalah        firman Allah.
9. Kami percaya akan segala yang telah dinyatakan Allah, segala yang sekarang dinyatakan-Nya, dan kami percaya bahwa Dia masih akan menyatakan banyak hal yang besar dan penting mengenai kerajaan Allah.
10. Kami percaya akan arti sesungguhnya daripada pengumpulan Israel dan
         pemulihan Sepuluh Suku; bahwa Sion akan ditegakkan di atas benua ini   [Amerika]; bahwa Kristus secara pribadi akan memerintah di atas bumi; dan
         bahwa bumi akan diperbarui serta menerima kemuliaan firdausnya.
11. Kami menuntut hak untuk memuja Allah yang Mahakuasa sesuai dengan             suara hati kami, dan mengakui hak yang sama bagi semua orang; biarlah mereka memuja, bagaimana, di mana atau apapun yang mereka inginkan.
12. Kami percaya bahwa kami harus tunduk kepada raja, presiden, penguasa serta
         pembesar pemerintahan, dalam mematuhi, menghormati serta menjunjung hukum.
13. Kami percaya bahwa kami harus jujur setia, suci, bajik, berkelakuan baik             danberbua t baik terhadap semua orang; sesungguhnya, kami dapat mengatakan          bahwa kami mengikuti nasihat Paulus - Kami mempercayai segala hal, kami
         mengharapkan segala hal, kami telah mengatasi banyak  hal dan mengharapkan    mampu mengatasi segala hal. Jika ada sesuatu yang bajik, yang indah atau          terhormat atau patut dipuji maka kami berusaha untuk melaksanakannya.
                           
          Untuk memahami pokok-pokok ajaran dalam pasal-pasal kepercayaan tersebut, berikut penjelasannya yang dibagi dalam enam bagian yang terdapat praksis di dalamnya.
A.        Kitab Suci
            Aliran mormon percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah, sejauh itu diterjemahkan dengan benar, dan karena buku ini sama dengan Alkitab dalam hal mewahyukan.
B.        Allah.
              Menurut aliran Mormon, Allah adalah Adam. Ia adalah Bapa dan Allah satu-satunya yang dikenal dan dengan jelas, Bapa adalah satu pribadi yang mempunyai bentuk tertentu dengan bagian-bagian tubuhnya. Aliran ini mengetahui bahwa Bapa dan Anak keduanya ada dalam bentuk dan sosok tubuh manusia yang sempurna, masing-masing mempunyai tubuh yang nyata, sama sekali suci dan sempurna dan dipenuhi kemuliaan yang sangat besar, namun demikian, hanya satu tubuh daging dan tulang.[17] Dengan demikian, aliran ini tidak mengakui ketritunggalan Allah, melainkan memahami masing-masing sebagai pribadi yang terpisah.[18]
C.           Manusia.
              Semua manusia tinggal bersama Allah dan Anak-Nya, Yesus Kristus, di dalam dunia roh sebelum mereka masuk ke dalam dunia. Manusia pada mulanya juga bersama dengan Allah, akal budi atau terang kebenaran.Manusia tidak diciptakan atau dibuat, dan ini juga tidak dapat.[19] Sebagaimana Allah pada mulanya, demikian pula kita sekarang,  bahwa manusia bisa menjadi Allah, sama dengan “Allah-allah” lainnya.[20]
D.        Keselamatan.
            Injil Yesus Kristus dinamai dalam aliran ini sebagai rencana keselamatan. Rencana ini merupakan satu sistem aturan-aturan yang harus dilakukan untuk memperoleh keselamatan. Dengan mempercayai asas-asas yang pertama dari peraturan-peraturan Injil yang adalah: pertama, Iman di dalam Tuhan Yesus Kristus, kedua Pertobatan, ketiga Baptisan untuk pengampunan dosa, keempat: Penumpangan tangan untuk karunia Roh Kudus.[21] Peraturan-peraturan gereja mengenai keselamatan (baptisan dan penumpangan tangan) harus dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan sebagai imam, yaitu orang-orang yang diberi kuasa oleh Allah. Tanpa orang-orang yang ditahbiskan dan mendapat wahyu ilahi ini, yaitu orang-orang yang menjabat sebagai Imam yang kudus, maka pekerjaan pelayanan tidak dapat dilakukan dan diterima oleh Allah, atau gereja tidak dapat disempurnakan.
            Baptisan itu perlu untuk keselamatan.[22] Baptisan untuk orang mati juga diajarkan dan dilakukan oleh orang-orang Mormon. Mereka yang masih hidup dibaptiskan untuk mewakili leluhur mereka yang telah meninggal yang tidak memeluk kepercayaan Mormon. Aliran ini mengajarkan bahwa keselamatan akan disediakan bagi orang-orang yang sudah mati. Mereka yang belum mendapat kesempatan untuk mendengar khotbah orang-orang Mormon pada waktu mereka masih hidup di dunia, akan diberi kesempatan untuk bertobat setelah kematian.
E.         Yesus Kristus.
            Tubuh daging Yesus memerlukan seorang ibu dan seorang ayah. Oleh sebab itu ayah dan ibu Yesus secara daging harus diasosiasikan bersama sebagai suami dan istri. Dan perawan Maria sejak semula telah menjadi istri yang sah dari Allah Bapa. Ia tidak diperanakan oleh Roh Kudus. Dengan demikian orang-orang Mormon menolak kelahiran Kristus dari Perawan Maria. Sebab Allah Bapa yang adalah manusia itu mempunyai hubungan jasmani dengan Maria sehingga lahir;lah Yesus atau Yehova.[23]
F.         Perkawinan.
            Dalam hal perkawinan, Tuhan berkehendak bahwa perjanjian pernikahan berlangsung untuk kehidupan ini dan untuk selama-lamanya, sedangkan praktek menikah ialah sampai kematian memisahkan yang tidak berasal dari Tuhan atau hamba-Nya, melainkan satu pengajaran yang dibuat oleh manusia”.[24]

4.         Sistem Organisasi dan Pemerintahan Gereja Mormon/OSZA
            Sistem organisasi gereja Mormon disusun pada wawasan imamat Harun dan Melkisedek. Yang diperkenankan menjadi imam hanyalah pria. Kedua imamat itu terdiri dari sejumlah dewan atau kuorum yang berfungsi sebagai anak tangga dari jabatan paling rendah hingga yang paling tinggi.[25] Imamat Harun memiliki wewenang untuk melaksanakan tatacara jasmani sakramen dan pembaptisan.[26] Dalam imamat Harun terdapat pembagian berikut: diaken, pengajar, imam dan uskup (ada uskup yang merupakan keturunan langsung dari Harun, ada juga yang dipilih dari antara para imam besar Imamat Melkisedek).
            Ada tiga kuorum dalam Imamat Harun[27]:
a. Kuorum diaken, beranggotakan sampai 12 diaken. Presidensi kuorum diaken dipanggil oleh uskup dari antara anggota kuorum itu.
b. Kuorum Pengajar, beranggotakan sampai 24 pengajar. Presidensi kuorum pengajar dipanggil oleh uskup dari antara anggota kuorum itu.
c. Kuorum Imam, beranggotakan sampai 48 imam. Kuorum ini diketuai oleh uskup lingkungan yang kuorum itu termasuk di dalamnya. Uskup adalah imam besar dan karenanya juga termasuk dalam kuorum imam besar.
            Dalam imamat Harun, seseorang dapat menjadi diaken pada usia 12 tahun. Ia bertugas untuk mengedarkan sakramen kepada anggota Gereja, memelihara dengan baik gedung dan pelataran gereja, bertindak sebagai utusan bagi pemimpin imamat, serta memenuhi tugas khusus seperti mengumpulkan persembahan puasa.[28] Jika seseorang sudah berumur 14 tahun atau lebih, ia bisa ditahbiskan sebagai pengajar (guru). Biasanya mereka melayani sebagai pengajar ke rumah dengan mengunjungi rumah anggota-anggota gereja serta mendorong mereka untuk menjalankan asas-asas Injil dengan mengajarkan kebenaran Injil dari tulisan suci. Selanjutnya, seseorang yang telah berusia 16 tahun dapat ditahbiskan menjadi imam. Imam memiliki semua tugas, hak dan kuasa dari jabatan diaken dan pengajar. Seorang imam dapat membaptis, dapat menyelenggarakan sakramen, mentahbiskan imam, pengajar dan diaken. Apabila dalam pertemuan tidak ada imamat Melkisedek, imam dan memimpin pertemuan tersebut. Ia juga harus mengkhotbahkan Injil kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.[29] Selanjutnya, seorang uskup ditahbiskan dan ditetapkan untuk mengetuai Imamat Harun di sebuah lingkungan. Dia adalah prsediden kuorum imam yang mengelola keuangan dan keuangan serta mengarahkan pemeliharaan bagi yang miskin dan membutuhkan.
            Sedangkan Imamat Melkisedek memiliki kuasa dan memegang untuk memimpin Gereja dan mengarahkan pengkhotbahan Injil di seluruh penjuru dunia. Dalam Imamat Melkisedek terdapat pembagian dan jabatan berikut: penatua, imam besar, bapa bangsa,  tujuhpuluh, dan rasul.
            Penatua dipanggil untuk mengajar, menguraikan, menasihati, membaptis dan mengawasi Gereja. Semua pemegang Imamat Melkisedek adalah penatua. Mereka memiliki wewenang untuk menganugerahkan karunia Roh Kudus dengan menumpangkan tangan dan melayani orang sakit serta memberkati anak-anak kecil. Seorang imam besar diberi wewenang untuk menjabat dalam gereja dan menyelenggarakan hal-hal rohani (lihat A&P 107:10), dan yang ditahbiskan sebagai imam besar adalah presiden wilayah, presiden misi, dewan tinggi, uskup dan pemimpin gereja.[30]
            Bapa bangsa ditahbiskan oleh presiden wilayah ketika mereka diwenangkan oleh Dewan Dua Belas untuk memberikan berkat-berkat bapa bangsa kepada anggota gereja. Berkat itu berupa tentang pemanggilan di bumi. Sedangkan tujuhpuluh adalah saksi khusus bagi Yesus Kristus kepada dunia dan membantu membangun dan mengatur gereja di bawah arahan Presiden Utama dan Kuorum Dua Belas Rasul. Selain itu, Rasul juga merupakan saksi khusus bagi nama Yesus Kristus di seluruh dunia dengan melakukan urusan-urusan gereja di dunia. Mereka yang mendapat jabata rasul ditetapkan sebagai anggota Kuorum Dua Belas Rasul. Dengan demikian, oara pemegang Imamat Melkisedek diorganisasi ke dalam kuorum-kuorum berikut[31]:
a. Kuorum Penatua. Setiap kuorum penatua dibentuk untuk pengurus tetap; walaupun demikian mereka dapat bepergian, tetapi sekarang mereka ditahbiskan menjadi pengurus tetap. Kuorum ini beranggotakan 96 penatua, yang diketuai oleh sebuah presidensi kuorum, yang apabila jumlah ini terlampaui, kuorum dapat dipecah.
b. Kuorum Imam Besar. Setiap kuorum mencakup imam besar yang tinggal dalam batasan-batasan wilayah, termasuk bapa bangsa dan uskup. Presiden wilayah dan para penasihatnya adalah presidensi wilayah dan para penasihatnya adalah presidensi kuorum ini. Imam besar di setiap lingkungan diorganisasi dalam sebuah kelompok dengan seorang pemimpin kelompok.
            Pada puncak hirarki aliran Mormon terdapat satu badan yang disebut General Authorities. Badan ini terdiri dari seorang presiden, dua penasihat dan dewan dua belas rasul. Presiden dipandang sebagai nabi yang menerima wahyu ilahi, pelihat dan penyingkap gereja yang dipulihkan. Presiden juga menunjuk dan mengangkat seluruh anggota General Authorities yang calon-calonnya terlebih dahulu dipilih warga dan pejabat Mormon yang menghadiri konferensi umum setiap tahun di Salt lake City. Ketua dewan dua belas rasul biasanya diangkat menjadi presiden baru bila presiden yang lama meninggal dunia.[32]

5.         Penilaian kalangan gereja-gereja “arus utama” terhadap Aliran Mormon
            Berdasarkan ajaran dan praktik aliran ini, banyak teolog dari kalangan gereja Protestan seperti Verkuyl, Kaiser dan Gruss menilai sebagai aliran sesat atau bidat. Mereka juga mengakui bahwa ada ada berbagai hal yang dapat dipelajari dari aliran ini, yakni tentang kesetiaan pada perkawinan dan keluarga, keuletan dan kerja keras, menjaga kesucian dan kesehatan tubuh, dll. Namun, disisi lain, ada beberapa para tokoh Protestan yang mencoba memahami sebagai hasil dari upaya menfsirkan dan menampilkan kekristenan sesuai dengan konteks yang baru di Amerika. Bahkan Harold Blomm (teolog ilum agama) melihat Mormonisme sebagai wujud kekristenan asli khas Amerika.[33]

6.         Kesimpulan, Penilaian, dan Refleksi
            Aliran Mormon atau yang disebut Gereja Yesus Kristus dari Orang Suci Zaman Akhir  adalah aliran khas Amerika karena lahir di sana sebagai agama yang baru sekalipun dalam tradisi kekristenan. Aliran ini didirikan oleh Joseph Smith di Amerika Serikat yang menurut pengakuannya bertemu dengan malaikat Moroni dengan mengalami penglihatan-penglihatan sebagai wahyu dari Allah. Aliran  berkembang praktik dan ajaran yang bersumber pada Yesus Kristus dan sesuai dengan tulisan suci mereka untuk menjadi gereja kristen yang sejati.
            Hal yang menarik dari aliran ini adalah terdapat pada sistem pemerintahan di dalam gereja yang disusun secara hierarkis. Menurut penulis, sistem organisasi yang ada tampak seperti sistem pemerintahan di dalam suatu negara dan setiap jabatan dalam organisai sudah diatur berdasarkan fungsinya masing-masing untuk melakukan pelayanan yang diberikan. Bahkan pelayanan yang dilakukan tanpa pamrih. Inilah yang menjadi nilai plus (menurut penulis) ketika seorang pelayan gereja (dalam hal ini misionaris) melakukan pelayanan tanpa pamrih atau digaji dan sudah siap mental secara jasmaniah dan rohaniah serta sungguh-sungguh memiliki jiwa yang melayani. Nilai lain yang dapat kita pelajari dari aliran ini adalah sikap setia kepada keluarga dan pekawinan, kerja keras, keuletan, menjaga kesucian tubuh dengan menjaga kesehatan tubuh yang  berdasarkan pada teladan Yesus Kristus. Ketaatan yang mereka lakukan ini menjadikan para penganut aliran ini menjadi penganut yang taat pada tradisi atau ajaran-ajaran yang diberikan sesuatu dengan kitab atau tulisan suci lainnya.
            Berdasarkan hal itu, khususnya setelah mempelajari aliran ini, penulis teringat pada kisah Yunus dalam Pasal 4 dan Kisah Yesus ketika bertemu orang Samaria. Kedua kisah ini hendak menyatakan bahwa setiap umat, baik itu aliran maupun agama yang dianut sama dihadapan Allah. Semua dikasihi oleh Allah asalkan kita mau untuk saling menerima dan mengakui satu sama lainnya. Berdasarkan hal ini, penulis jadi teringat pada kata pepatah yang mengatakan: “tak kenal maka tak sayang”. Jika kita sudah sayang terhadap sesuatu apapun maka kita pun sudah pasti mengenalnya. Begitu juga dengan memahami aliran-aliran di dalam atau di sekitar gereja. Pemahaman yang baik diperlukan untuk mengenal aliran ini dengan terlebih dahulu mendalami seluk beluk dan ajaran ini sehingga kita tidak terlalu cepat menyimpulkan bahwa aliran-aliran yang berada di luar aliran kita adalah sesat atau bidat.


DAFTAR PUSTAKA
           
Aritonang, Jan Sihar. Berbagai Aliran-aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung         Mulia, 2009.
Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Ajaran dan Perjanjian – Mutiara Yang Sangat             Berharga. Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 1948.
________________, Pusaka Kita: Sejarah Singkat Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman   Akhir. Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 1996.
________________, Kesaksian Nabi Joseph Smith. Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 1998.
________________, Ajaran-ajaran Presiden Gereja: Joseph Smith. Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari     Orang-orang Suci Zaman Akhir, 2007.
________________, Asas-asas Injil. Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 2009.
Richards, LeGrand. Suatu Pekerjaan yang Ajaib dan Menakjubkan. Jakarta: Pusat Distribusi Indonesia,   1982.
Talmage, James E. Articles of Faith. USA: The Church of Jesus Christ of  Latter-day Sainst, 1987.


[1] Jan Sihar Aritonang, Berbagai Aliran-aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 292.
[2] Ibid., 346.
[3] Ibid.
[4] Ibid., 347.
[5] Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Ajaran-ajaran Presiden Gereja: Joseph Smith (Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 2007), 31.
[6] Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Kesaksian Nabi Joseph Smith (Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 1998), 1.
[7] Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Pusaka Kita: Sejarah Singkat Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 1996), 4.
[8] Aritonang, Ibid., 349.
[9] Ibid., 351.
[10] Ibid., 352.
[11] Ibid., 356.
[12] Ibid., 356-357.
[13] Ibid., 357.
[14] Ibid., 358.
[15] Ibid.
[16] Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Ajaran dan Perjanjian – Mutiara Yang Sangat Berharga (Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 1948), 90.
[17] James E. Talmage, Articles of Faith (USA: The Church of Jesus Christ of  Latter-day Sainst, 1987), 41-42.
[18] Aritonang, Op. Cit., 360.
[19] LeGrand Richards, Suatu Pekerjaan yang Ajaib dan Menakjubkan (Jakarta:Pusat Distribusi Indonesia, 1982), 365.
[20] Lih. Ajaran dan Perjanjian 93:29.
[21] Lih. Pasal keempat dari The Articles of Faith of Church of Jesus Christ of Latter Day Saints.
[22] Talmage, Op. Cit., 122.
[23] Aritonang, Op. Cit., 361.
[24] Richards, Op. Cit., 253.
[25] Aritonang, Op. Cit., 364.
[26] Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Asas-asas Injil (Jakarta: Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 2009), 82.
[27] Ibid., 86.
[28] Ibid., 83.
[29] Ibid.
[30] Ibid., 85.
[31]Ibid., 87.
[32] Aritonang, Op. Cit., 365.
 NB:
Tulisan ini merupakan salinan dari paper aliran-aliran gereja yang telah penulis presentasikan pada, 08 Maret 2011, saat matakuliah Aliran-aliran Gereja di Mormon.