Sabtu, 10 September 2011


WALTER RAUSCHENBUSCH
           
            Walter Rauschenbusch adalah seorang tokoh pergerakan Injil Sosial di Amerika pada abad ke-19. Ia adalah keturunan Jerman yang dilahirkan di Amerika pada tanggal 4 Oktober 1861. Ayahnya bernama Agustus Rauschenbush, seorang pendeta Gereja Lutheran yang beralih menjadi pendeta Gereja Baptis.
            Walter mengalami pertobatan pada waktu ia berumur 17 tahun. Setelah itu ia memutuskan untuk menjadi pendeta. Ia belajar di Jerman, kemudian ia kembali belajar pada Seminary Theological Rochester. Ia tamat pada tahun 1886. Kemudian ia menjadi pendeta gereja Baptis di New York City, yang mendapat julukan sebagai “dapur neraka”.
            Di New York City inilah ia bergumul dengan masalah-masalah sosial yang menjadi persoalan dan pergumulannya ketika ia melakukan tugas pelayanannya di jemaat. Persoalan baginya apakah Injil juga berbicara tentang masalah-masalah sosial atau tidak. Sebab menurutnya, Injil juga mempunyai dimensi-dimensi sosial juga. Dan ia juga berkeyakinan bahwa Yesus Kristus juga mengajarkan keselamatan sosial bagi dosa sosial. Ia menggabungkan analisa-analisa sosial dengan realita sosial yang terjadi. Sehingga ia memberi tekanan baru terhadap Kerajaan Allah.
            Ia berpendapat bahwa Kerajaan Allah berpusat pada pelayanan Yesus dan misi awal gereja. Kerajaan Allah mengintegrasikan identitas sosial dan realitas spiritual. Bahwa Kristus memulai Kerajaan-Nya di bumi dengan mendirikan sebuah komunitas manusia rohani, dalam persekutuan ke dalam dengan Tuhan dan dalam ketaatan lahiriah kepada-Nya dan Yesus memperluas ruang lingkup Kerajaan untuk merangkul semua bangsa di dunia. Kerajaan Yesus memproklamirkan dan dimulai masyarakat dihadapkan dengan tuntutan nyata untuk transformasi sosial.
            Ia menegaskan bahwa kekuasaan Kerajaan Allah diwujudkan secara bertahap dan tidak tiba-tiba serta perubahan sosial harus dicapai dengan cara non-kekerasan. Ia yakin bahwa Kerajaan Allah mencakup semua aspek kehidupan manusia. Kerajaan Allah dapat semakin diwujudkan dengan kerjasama dari Allah dan manusia.
            Menurutnya, konsep Tuhan tidak berubah tetapi dapat berubah dan berkembang karena secara sosial terbentuk. Hubungan sosial di mana manusia hidup mempengaruhi konsepsi mereka tentang Tuhan dan hubungan dengan manusia. Yesus tidak hanya menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia diselamatkan Allah. Berdasarkan hal ini, Injil Sosial berhasil dengan semangat Reformasi dengan membebaskan manusia dari konsep-konsep yang salah mengenai Allah. Rauschenbusch berpendapat bahwa imanensi Allah kepada umat manusia adalah dasar untuk gagasan-gagasan demokratis Allah.
            Gagasan demokratis Allah menegaskan solidaritas Allah dengan manusia untuk Kerajaan Allah melawan kekuatan jahat yang menindas kehidupan manusia. Dan kesadaran akan solidaritas itulah yang menjadi inti pada suatu agama. Menurutnya, Yesus Kristus adalah inisiator dari Kerajaan Allah. Ia melihat Yesus sebagai "kepribadian agama yang sempurna" yang mengalahkan "mistik", "pesimisme", dan "asketisme", berdasarkan kesadaran-Nya pada Allah. Yesus hidup melalui kehidupan duniawi-Nya, tentang apa yang diajarkan mengenai Kerajaan Allah.
            Berdasarkan hal ini, Rauschenbusch mengatakan, "langkah pertama yang mendasar dalam keselamatan umat manusia adalah dengan pencapaian kepribadian Yesus. Dalam dirinya Kerajaan Allah mendapat pijakan pertama dalam kemanusiaan. Dan hal itu berdasarkan pada kepribadian bahwa ia menjadi inisiator dari Kerajaan Allah dan memberikan landasan yang kokoh untuk memahami Sosial Injil tentang Kerajaan Allah.
            Selain itu, Rauschenbusch mendefinisikan sifat Gereja dalam hubungannya dengan Kerajaan Allah. Gereja tidak untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Kerajaan, yang memberikan Gereja kekuatan untuk menyelamatkan. Gereja ada untuk melayani Kerajaan Allah. Baginya, Gereja adalah "faktor sosial dalam keselamatan", yang membawa kekuatan sosial untuk melawan kejahatan di dunia. Kerajaan Allah yang dipahaminya adalalah sebagai tujuan dari Kekristenan. Bahwa Kerajaan Allah akan membuat manusia dan Allah bekerjasama dalam menghadapi kesenjangan sosial yang ada di bumi ini.
            Pemikiran Raushenbush juga diikuti oleh Rachel McGuire. Ia senada dengan gagasan Rashenbush mengenai Kerajaan Allah. Berdasarkan hal itu, McGuire berefleksi mengenai bagaimana mewujudkan Kerajaan Allah tersebut. Menuruttnya, inilah yang menjadi tantangannya, terutama oleh gereja. Penulis setuju dengan refleksi yang dikemukakan oleh McGuire, terkadang kita (baca: Gereja) terlalu sibuk dengan urusan-urusan gereja yang hanya berputar pada bidang ibadah saja, padahal gereja juga hadir dan hidup di tengah-tengah dunia. Sebaiknya gereja juga hadir bersama negara dalam mewujudkan Kerajaan Allah. Walaupun hasil belum mencapai puncak yang sempurna, dengan terus berproses di dalamnya menurut penulis sudah cukup membagikan hasil dalam mewujudkan Kerajaan Allah tersebut. Dengan kata lain, penulis ingin mengungkapkan bahwa “learning by process” dapat menjadi semboyan demi mewujudkan Kerajaan Allah dalam suatu praksis di dalam dunia.