Sabtu, 10 September 2011


James Baldwin (1924-1987)
            James Baldwin adalah seorang penulis Amerika yang banyak menulis tentang identitas seksual dan personal, serta perjuangan hak sipil di Amerika Serikat. Nama lengkapnya adalah James Arthur Baldwin. Ia lahir pada 2 Agustus 1924 di RS Harlem, New York dari Emma Berdis Jones dan ia tak pernah tahu mengenai ayahnya sendiri. Pada tahun 1927, ibunya menikah dengan David Baldwin, seorang buruh dan pendeta, hingga bersama-sama memiliki delapan orang anak. Baldwin mengadopsi nama dari ayah tirinya dan ayah tirinya pada tahun 1943.
            Di masa kecilnya Baldwin adalah seorang yang tekun membaca. Pada usia 17 tahun, Baldwin meninggalkan rumah dan setelah menyelesaikan pendidikan SMA dia mulai bekerja di bidang sastra pada 1943 ia menjadi penulis full-time.
            Masalah identitas seksual, bunuh diri seorang teman, dan rasisme mengantarnya pada 1948 ke Paris dan London. Berbekal dua catatan Bessie Smith dan mesin tik, Baldwin menyelesaikan novel yang berjudul “Go Tell It on the Mountain”. Novel ini berdasarkan pada pengalaman penulis  pada pendeta remaja di sebuah gereja kecil yang memberikan perlakuan buruk pada salah satu anggota jemaatnya. Di mana ia menyadari bahwa orang desa dan orang asing di dunia manapun tidak bisa memiliki kekuasaan.
            Karya keduanya adalah “Giovanni’s Room”  diselesaikannya pada tahun 1956. Tema dalam novel ini adalah perjuangan seorang laki-laki dengan homoseksualitasnya. Buku ini menjadi bestseller karena ia menggambarkan kekerasan yang dilakukan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam di Amerika. Berdasarkan hal ini ia pun menulis esai yang berjudul “Dalam esai judul “Catatan Orang Buras” (1955)  yang ia ambil contoh keluarganya sendiri dalam kerusuhan Harlem tahun 1943 untuk menggambarkan pengalaman orang berkulit hitam di Amerika yang mengalami mengakui kekerasan dan ketidakadilan rasial.
            Berdasarkan hal ini dalam Sidang Raya IV di Uppsala pada tahun 1986, ia mengutarakan tentang kesadaran akan rasialisme terhadap keadilan dan kedamaian. Ia
mengemukakan pendapat agar para utusan gereja dalam sidang ini ikut serta dalam membahas masalah ketidakadilan karena menurutnya para utusan tersebut memiliki moral spiritual, keberanian spiritual untuk menebus, menyatakan penyesalan akan perlakukan tersebut sehingga melahirkan kembali pemikiran terhadap Alkitab mengenai hal tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh Baldwin ini pun menjadi dasar bagi DGD dengan membentuk Programme to Combat Racism (PCR).
            Pemikiran yang dikemukakan oleh Baldwin inilah yang menjadi inspirasi bagi penulis, bahwa kesadaran untuk menciptakan keadilan perlu dilakukan di mana pun juga, terlebih pada gereja. Sehingga gereja tidak hanya memikirkan masalah-masalah di dalam gereja saja melainkan masalah-masalah yang berada pada realita kehidupan masyarakat juga perlu menjadi perhatian dan dipikirkan bersama untuk menciptakan kehidupan manusia yang seutuhnya, dan Injil tidak hanya diwartakan berdasarkan kata-kata saja melainkan juga dinyatakan dalam tindakan dan perbuatan.