Senin, 18 Oktober 2010

TEORI PSIKOSOSIAL MENURUT ERIK ERIKSON






I.                   BIOGRAFI
Erik Erikson lahir di Frankfurt, Jerman 15 Juni 1902. Ayah kandungnya adalah seorang berkebangsaan Denmark. Orang tuanya cerai sebelum kelahirannya, sehingga Erikson tidak mengenal ayahnya. Hal ini sangat penting bagi perkembangan kepribadiannya yang mencari seorang ayah. Ibunya Carla Abrahamsen adalah perempuan Yahudi yang membesarkannya sampai usia tiga tahun dan pindah ke Karlsruhe di Jerman Selatan. Kemudian menikah dengan Theodor Homburger, seorang dokter spesialis anak di Karlsruhe. Erik dibesarkan di rumah bapak angkat yang sangat mengasihinya, dan Erik pun sangat mencintai dan menghormati Dr. Homburger. Pada tahun 1939, ketika menjadi warga negara Amerika , namanya dilengkapi menjadi Erik Homburger Erikson yang menjadi nama resmi sang psikoanalisis masyur ini.
  

II.                LATAR BELAKANG TEORI
            Erikson tetap mengakui pendapat Freud, namun ia ingin memperluas teorinya.  Dalam teorinya Erikson memperluas pada tahap perkembangan yaitu masa kanak-kanak dalam teori Freud ke dalam tahap-tahap/masa-masa remaja (adolescence), dewasa (adulthood), dan lansia (old age). Erikson berpendapat bahwa setiap tahapan memiliki pergumulan psikososial yang khusus yang akan membentuk formasi kepribadian masing-masing orang. Dari masa remaja, pergumulan itu terjadi dalam bentuk ‘krisis identitas’ di mana ini semuanya nanti akan mempengaruhi dan menghasilkan kepribadian seseorang baik kuat maupun lemah. Sebagai tambahan dalam mengembangkan tahap psikoseksual pada masa anak-anak, Erikson menambah beberapa penekanan tentang pengaruh sosial dan historis.


























III.       TEORI
            Erikson adalah seorang psikologi-ego Freudian. Ini berarti dia membenarkan dan menerima gagasan Freud, termasuk gagasan tentang Oedipal Complex. Ia menerima ide-ide yang berkaitan dengan ‘ego’. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan.
Teori Erikson menekankan pada identitas seseorang. Identitas adalah pemahaman dan penerimaan diri dan masyarakatnya. Identitas akan ditransformasikan dari satu tahap ke tahap berikutnya, dan bentuk awal identitas akan mempengaruhi perkembangan berikutnya.  Hal ini disebut dengan prinsip Epigenetik, bahwa kepribadian berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau ketidakberhasilan tahap sebelumnya.
Namun, jika satu tahap gagal dilalui maka yang akan tumbuh adalah maladaptasi (adaptasi keliru) dan malignasi (selalu curiga) yang membahayakan perkembangan selanjutkan. Erikson mengelaborasi lima tahap dari Freud, tahap genital sampai remaja, dan menambah tiga tahap kedewasaan. Ia juga memilki pandangan khusus tentang hubungan antargenarasi yaitu hubungan timbal-balik. Ia menambahkan bahwa anak-anak pun juga mempengaruhi perkembangan kejiwaan orangtua.

IV.    TAHAP PERKEMBANGAN
Delapan langkah-langkah dari perkembangan psikososial memerlukan suatu pemahaman dari beberapa poin-poin dasar. Pertama, pertumbuhan berlangsung menurut prinsip epigenetik. Kedua, tiap-tiap langkah hidup ada suatu interaksi dari perlawanan “it” (arti itu adalah), suatu konflik antara suatu unsur harmonis dan menganggu. Ketiga, konflik antara unsur syntonik (harmonis) dan dystonic (menganggu) menghasilkan suatu kekuatan ego atau mutu ego, yang disebut Erikson sebagai kekuatan dasar. Keempat, kekuatan dasar yang terlalu kecil pada setiap orang menghasilkan suatu ‘penyakit’ inti untuk langkah itu. Kelima, walaupun Erikson menunjuk delapan langkah psikososial itu, ia tidak pernah melihat aspek biologi dari pengembangan manusia. Keenam, peristiwa di langkah-langkah yang lebih awal tidak menyebabkan pengembangan manusia yang selanjutnya. Ketujuh, masing-masih tahap, terutama tahap masa remaja, ditandai oleh suatu krisis identitas pengembangan kepribadian. Kedelapan, tahap perkembangan psikososial Erikson menunjuk pada kekuatan dasra atau kualitas ego yang muncul dari konflik atau krisis psikososial di masing-masing masa itu.

           
● Tahap 1 : BAYI
            Tahap psikososial yang pertama adalah pada masa bayi. Usia pada tahap ini antara 0-1,5 tahun. Model Erikson ini mengadopsi sesuatu yang lebih luas dibandingkan dengan Freud’s yang hanya lebih menekankan pada bagian mulut saja pada saat bayi menerima rangsangan. Sedangkan menurut Erikson rangsangan dapat diterima tidak hanya melalui mulut saja tetapi lewat semua bagian panca indera. Pada tahap ini bayi sangat peka terhadap rangsangan yang ia dapatkan. Segala sesuatu yang ia dapatkan akan mempengaruhi ia dalam tahap-tahap selanjutnya. Pada intinya pada masa ini bayi harus diberikan rangsangan yang baik dan positif.

Percaya vs Tidak percaya
            Tugas yang harus dijalani di tahap ini adalah mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk tidak percaya. Jika ibu dan ayah bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia dapat dipercaya dan menyayangi. Jika orangtua berlaku melindungi anaknya akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif, yakni salah penyesuaian indrawi. Orang yang terlalu percaya tidak akan pernah menganggap orang lain akan berbuat jahat padanya. Sebaliknya, bila hal itu tidak terpenuhi maka bayi itu akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya. Anak-anak akan berkembang ke arah rasa curiga dan terancam terus menerus.

Harapan
            Dasar kekuatan pada masa ini muncul dari konflik kepercayaan dasar dengan kecurigaan. Jika keseimbangan dapat dicapai dalam tahap ini, nilai lebih yang berkembang di dalam diri anak adalah harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatunya tidak berjalan sebagaimana mestinya, mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 

● Tahap 2 : BALITA
            Tahap psikososial yang kedua adalah awal masa kanak-kanak (balita). Usia pada tahap ini berkisar dari 2-3 tahun. Tahap ini adalah tahap anus-otot (anal-muscular stages). Erikson mengambil suatu pandangan luas dari pemahaman yang Freud berikan mengenai tahap anal ini, yaitu bahwa anak tidak hanya menerima kesenangan dari kekuatan otot, tetapi juga dari fungsi badan lainnya, seperti berjalan, melempar, memegang, dan lainnya. Tugas yang harus diselesaikan pada tahap ini adalah kemandirian sekaligus memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.

Mandiri vs Malu dan Ragu-ragu
A.          Anak akan mengembangkan autonomi (kemandirian) bila :
§  Dilatih mengatur buang air sebagimana mestinya.
§  Tidak terlalu dikritik atau diolok-olok bila melakukan kesalahan ditolong
    dalam  belajar berbahasa.
§  Dipakai cara-cara konsisten dalam menanamkan disiplin.
§  Diberi kelonggaran sampai batas tertentu.
§  Diberikan perkuatan-perkuatan (misal, pujian) bila anak menunjukkan
    prestasi tertentu.
§  Diberi kesempatan melakukan sesuatu menurut kemampuan dan kecepatannya
    sendiri.
§  Tidak terlalu dilindungi.

Anak akan mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu bila kondisi-kondisi tersebut tidak dipenuhi.
        
B.     Anak yang berhasil yang berhasil mengembangkan autonomi :
§   Bersikap mandiri dan percaya diri.
§   Menerima individualitasnya serta mengungkapkannya.

Anak yang diliputi rasa malu dan ragu-ragu :
§  Memiliki rasa tidak mampu
§ Menolak individualitasnya serta menguburkannya.

Kehendak
            Jika pada masa ini anak berhasil menyeimbangkan kemandirian dengan rasa malu dan ragu, nilai positif yang dikembangkan adalah kehendak atau kebulatan tekad. Salah satu hal yang paling dihargai pada diri anak balita adalah tekad mereka. “Mampu” adalah moto mereka. Jika kita dapat mempertahankan sikap ‘mampu’ ini (tentunya dengan keseimbangan), maka kita telah berhasil menjadi orang dewasa. Akan tetapi, bila anak cenderung menjadi pemalu dan ragu-ragu, maka sifat yang berkembang adalah kompulsif. Sifat ini adalah sifat ketergantungan yang menganggap kalau keberadaan mereka bergantung pada apa yang dilakukan, sehingga membuat kepribadian anak tidak berkembang baik karena anak berupaya untuk melakukan sesuatu dengan sempurna tanpa ada suatu kebulatan tekad pada dirinya.


● Tahap 3 : PRA-SEKOLAH
            Tahap psikososial yang ketiga adalah masa pra-sekolah. Usia pada tahap ini berkisar dari usia tiga sampai enam tahun. Tahap ini adalah tahap  kelamin-lokomotot, atau yang biasa disebut tahap bermain. Pada usia ini, tugas yang harus diemban seorang anak adalah belajar punya gagasan (initiative) tanpa terlalu banyak melakukan kesalahan.

Inisiatif vs Rasa bersalah
            Inisiatif berarti memilki tanggapan positif terhadap tantangan dunia luar, bertanggung jawab dan mempelajari kemampuan-kemampuan baru, dan merasa punya tujuan. Orangtua dapat menumbuhkan sikap inisiatif ini dengan cara mendorong anak mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Di masa ini, anak-anak memiliki kemampuan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, yaitu membayangkan apa yang akan terjadi, sesuatu yang belum ada dalam kenyataan saat ini. Sikap inisiatif inilah yang menjadi usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata.
            Ciri-ciri anak yang memiliki inisiatif :
o   Memiliki kebebasan bergerak yang lebih besar.
o   Mempu bekerjasama dengan orang lain.
o   Menguasai sebagian besar tata bahasa dari bahasa ibunya.
o   Memahami makna susunan sosial dan fungsi dalam masyarakat dan memerankannya dalam kegiatan bermain.
Sikap inisiatif yang terlalu dan besar dan terlalu minim akan sikap tanggung jawab dan rasa bersalah akan menghasilkan maladaptif seperti ketidakpedulian Orang yang tidak peduli dapat mengatur sikap inisiatifnya. Mereka punya rencana sendiri, apakah itu tentang sekolah, hubungan cinta, atau karier. Mereka tidak peduli pada apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mewujudkan rencana ini.
Sikap tidak peduli berdampak buruk pada orang lain, tapi dengan biasa sikap ini dijalani orang memang sudah bersifat tidak peduli apa pun. Orang yang paling menderita dengan sikap ini adalah orang yang mengalami malagnasi, yakni orang yang terlalu banyak merasa bersalah.
Ciri-ciri anak yang diliputi rasa bersalah :
o   Merasa bersalah atas gagasan atau perbuatan yang hanya dipikirkan, belum sampai dilaksanakan.
o   Tidak mampu membedakan mana fantasi dan kenyataan.
o   Memilki suara hati yang sangat keras-ketat.
Orang yang mempunyai sifat ini tidak akan melakukan apa-apa (berdiam diri), sebab tidak melakukan apa-apa “tidak akan ada resiko”, terutama tidak akan merasa bersalah.

Tujuan
            Jika kedua kecenderungan di atas bisa diseimbangkan, kemampuan psikososial yang dihasilkan adalah tujuan (purpose). Salah satu dari pengertian tujuan adalah sesuatu yang diinginkan dan diusahakan orang dalam hidupnya, namun tidak banyak orang yang menyadari bahwa tujuan hidup terbentuk dalam imajinasi dan inisiatif. Hal ini dikatakan dengan keberanian, yaitu kemampuan untuk bertindak terlepas dari kesadaran dan pemahaman tentang keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
               

● Tahap 4 : USIA SEKOLAH
Konsep Erikson tentang usia sekolah meliputi perkembangan dari usia 6-13 tahun dan cocok dengan teori Freud tentang usia-usia laten. Pada usia ini dunia sosial dari anak-anak menjadi lebih luas dari pada keluarga sehingga meliputi teman, guru dan orang dewasa lainya yang dapat di teladani. Pada usia ini keinginan anak-anak untuk mengenal menjadi lebih kuat dan terkait dengan keinginan dasar mereka untuk mendapatkan kompetensi. Pada perkembangan yang normal anak-anak berjuang dengan keras untuk membaca dan menulis, berburu dan memancing atau mempelajari keahlian-keahlian yang diharapkan oleh budaya-budaya mereka. Usia sekolah tidak harus berarti menjalani sekolah yang formal dan kebudayaan yang melek huruf, sekolah dan para guru memainkan peranan yang penting dalam pendidikan anak. Sementara itu dalam masyarakat pra melek huruf orang dewasa biasanya menggunakan cara yang tidak terlalu formal tetapi efektif untuk mengajar anak agar sesuai dengan masyarakat.

Masa Laten
Erikson setuju dengan Freud bahwa usia sekolah adalah periode psikoseksual yang laten. Kelatenan seksual adalah penting karena ia membiarkan anak-anak untuk mengubah energi mereka untuk belejar tentang teknologi yang ada di dalam budaya mereka dan strategi dalam interaksi sosial mereka. Ketika anak-anak belejar dan bermain untuk memperoleh hal-hal penting ini, mereka mulai untuk mengambarkan diri mereka sebagai kompeten atau tidak kompeten. Gambar ini merupakan asal muasal identitas ego yaitu perasaan tenteng ‘aku’ yang muncul lebih banyak pada masa remaja.

Kerajinan vs rendah diri
Meskipun usia sekolah adalah periode di mana seksualitas mengalami perkembangan kecil tetapi masa ini adalah waktu yang luar biasa bagi pertumbuhan social. Krisis psikososial pada usia ini adalah sifat rajin vs rendah diri yaitu sebuah kualitas syntonic (harmonis) yang berarti kerajinan. Sebuah keinginan adalah tetap sibuk dengan sesuatu dan menyelesaikan sebuah pekerjaan inilah sifat rajin. Anak-anak pada usia ini belajar untuk bekerja dan bermain dengan aktifitas yang ditujukan untuk mendapatkan keahlian kerja dan mempelajari aturan-aturan untuk bekerja sama.
Ketika anak-anak belajar untuk melakukan hal-hal ini dengan baik maka perasaan yang timbul adalah perasaan rajin itu, tetapi jika usaha mereka ini tidak cukup, maka mereka mengembangkan rasa rendah diri ini. Inilah yang disebut dengan kualitas distonik. Pada usia sekolah rasa tidak memadai yang sudah ada lebih dahulu dapat juga menyumbangkan sesuatu pada perasaan rendah diri anak. Contohnya ketika anak memiliki rasa bersalah yang terlalu banyak dan tidak memiliki tujuan yang cukup pada usia ini akibatnya ketika mereka masuk pada usia sekolah mereka lebih rendah diri dan merasa tidak memiliki kemampuan.
Akan tetapi Erikson merasa optimis dalam menyatakan bahwa setiap orang sebenarnya dapat mengalami krisis yang ada pada setiap tahap usia, meskipun pada tahap sebelumnya mereka tidak sepenuhnya berhasil. Perbandingan antara kerajinan dan rendah diri tidak seharusnya untuk dihindari. Seperti yang di katakan Alfred Adler pada bab 3, rendah diri dapat mendorong seseorang untuk melakukan yang terbaik tetapi sebaliknya, terlalu rendah diri dapat menghambat kompeten.

Kemampuan
Dari konflik antara kerajinan vs rendah diri, anak-anak pada usia sekolah mengembangkan kekuatan dasar dari kompetensi yaitu kepercayaan diri untuk mengunakan kemampuan fisik dan kognitif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada usia ini. Kompetensi adalah dasar bagi partisipasi kooperatif dalam usia orang dewasa yang produktif ( pendapat Erikson).
Jika pergumulan antara kerajinan dan rendah diri lebih dimenangkan boleh salah satunya. Maka anak-anak akan lebih mudah menyerah dan mundur pada perkembangan yang sebelumnya. Mereka dapat dikuasai oleh kekanak-kanakan, mereka akan bermain dengan alat kelamin mereka dan menghabiskan waktu untuk bermain dengan sesuatu yang tidak produktif. Kemunduran ini disebut sebagai kelambanan yaitu lawan yang tepat dari kemampuan kompetensi dan inti patologi dari usia sekolah.      


Tahap 5 : REMAJA
            Dalam tahap ini, seseorang berada di antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Tahap remaja ditandai dengan kematangan alat-alat seksual. Ketika seseorang berada dalam tahap ini, ia sudah diperhadapkan dengan masalah-masalah sosial dan berada dalam masa yang paling krusial karena melalui akhir dari periode ini seseorang harus memperoleh identitas ego. Meskipun identitas kepribadian tidak dimulai pada akhir tahap kedewasaan, krisis antara identitas dan kebingungan identitas mencapai puncaknya pada tahap ini. Jika seseorang dapat melalui krisis ini, maka ia akan mempunyai rasa percaya yang kuat sebagai salah satu dasar yang kokoh dalam menjalani masa dewasa. Sebagai suatu bentuk perpindahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa maka dalam tahap ini seseorang akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan mencoba berbagai hal untuk mencari identitas dirinya.

Pubertas
            Masa remaja ini ditandai dengan kematangan alat-alat seksual dan seseorang sudah mulai menentukan peran seksual secara dewasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa peralihan masa ini sangat nampak dari perubahan fisik karena adanya pengaruh dari masa akil balik tersebut.

Identitas vs Kebingungan Identitas
            Pada tahap ini seseorang memasuki masa krisis sebagai bentuk titik balik atau periode krusial dalam pembentukan identitas dan memaksimalkan potensi. Pembentukan identitas ini berlangsung selama bertahun-tahun dan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kedewasaan setelah melewati masa kanak-kanak serta konteks historis dan sosial. Seorang remaja menghayati identitas dengan menetapkan figur-figur idaman seumur hidup sebagai penjaga identitas nyang bersifat final atau tidak berubah-ubah lagi. Seorang remaja juga menghayati identitas melalui cinta dengan memproyeksikan citra egonya yang masih kabur kepada seseorang dan dengan melihat citra ego itu terefleksikan serta melalui berbagai aktifitas yang akan menolongnya memahami dan menerima dirinya.
            Seorang remaja mulai mengalami kebingungan identitas karena untuk sementara waktu mengidentifikasikan diri secara berlebihan sampai kehilangan identitas sama sekali. Selain itu seorang remaja juga mengalami kebingungan identitas bila tidak mendapatkan dukungan dari orang lain ataupun menjadi terlalu lekat lebur dengan kelompok-kelompoknya.
            Kemampuan positif yang diharapkan adalah seorang remaja tersebut mampu mengembangkan rasa menerima dirinya sebagaimana adanya. Walaupun demikian kemungkinan negative yang mungkin terjadi adalah rasa bingung terhadap dirinya, bertingkah secara berlebihan dan suka menjadi seperti orang lain.
           
Tahap 6 : DEWASA MUDA    
Usia 19-30 tahun.  Pada masa ini seseorang akan mengembangkan kedewasaan genetality mereka, pengalaman konflik antara intimacy (keakriban), isolation (pengasingan diri) dan juga belajar mengenai cinta.

Genitality       
Genitality seseorang dapat berkembang  pada masa mudanya ketika ia mampu untuk menghormati genetalitas mereka masing-masing dengan rasa saling percaya dan berbagi mengenai kepuasan seksual kepada pasangan yang mereka cintai.  Semuanya ini dapat dilakukan dan dibicarakan jika mereka memiliki suatu keakriban atau keintiman dalam berhubungan.

Intimasi vs Isolasi
            Intimasi adalah kemampuan seseorang untuk memadukan identitas diri dengan identitas    orang lain tanpa harus  takut kehilangan identitasnya sendiri saat berhubungan dengan orang lain.  Intimasi ini dapat dicapai jika seseorang sudah memiliki ego yang stabil.  Orang yang tidak yakin dengan identitas dirinya akan bersikap menjauh atau bahkan karena putus asanya ia akan berperilaku seks yang menyimpang.  Kedewasaan dalam intimasi bisa ditunjukan oleh seseorang ketika mereka memutuskan untuk menikah dimana mereka harus mempertanggung jawabkan komitmen, janji mereka serta berkorban dalam suatu hubungan. 
            Lawan dari intimasi yaitu isolasi.  Isolasi adalah ketidakmampuan seseorang untuk melakukan intimasi.  Dalam hal ini seseorang cenderung bersikap menyendiri. Sehingga sering kali seseorang gagal dalam hal tanggung jawab sebagai orang muda yaitu memiliki anak, dan kedewasaan dalam hal cinta.

Cinta
            Menurut Erikson cinta adalah kemampuan mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa “saling membutuhkan”.  Antipati dari cinta adalah exclucivity. Bagaimanapun exclusivity sangat penting dalam intimasi dimana seseorang mampu menjaga identitas pribadi mereka saat mereka berhubungan dengan orang lain.  Namun ini dapat menjadi berbahaya ketika exclusivity ini menghambat seseorang untuk dapat bekerjasama, berkompetisi atau berkompromi yang dimana semuanya ini dalah unsur prasyarat dari intimasi dan cinta.


● Tahap 7 :DEWASA
            Pada masa dewasa, seseorang mulai mengambil peran dalam masyarakat dan mulai bertanggung jawab kepada lingkungan sosial. Masa ini merupakan masa terpanjang dan berada dalam rentang usia 31 tahun - 40 tahun. Karakteristik masa dewasa ditandai oleh tanda psikoseksual yaitu prokreativitas, dimana krisis psikososialnya adalah generativitas versus stagnasi, dan kekuatan dasarnya adalah kepedulian.

Generativitas vs Stagnasi
Generativitas seorang dewasa terungkap melalui:
            ●  Menghadirkan dan mendampingi generasi mendatang
            ●  Adanya produktivitas dan kreativitas
            ●  Selalu rela memperbaharui pelibatan dirinya
                Stagnasi terungkap melalui:
            ●  Perhatian kepada diri dan cinta diri yang berlebihan
            ●  Non-produktivitas
            ●  Pemiskinan pribadi


● Tahap 8 : MANULA
                        Tahap psikososial yang kedelpaan dan menjadi tahap akhir adalah masa dewasa lanjut (manula). . Usia pada tahap ini berkisar dari usia 60 tahun ke atas. Pada tahap ini, manusia harus hidup dengan apa yang telah mereka bangun selama hidup, melihat ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah ia lakukan sepanjang hidup. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini dianggap cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya, sementara mereka yang gagal dianggap kurang berhasil mengemban tugas ditahap-tahap sebelumnya.

Integritas ego vs Putus harapan
            Tugas di tahap terakhir ini adalah integritas ego dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Integritas ego berarti menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Jika kita mampu melihat ke masa lalu dan dapat menerima apa yang terjadi, segala pilihan yang diambil, dianggap sebagai sesuatu yang memang begitu adanya sehingga tidak perlu mencemaskan kematian. Sebaliknya, jika muncul perasaan tidak berguna secara biologis yaitu ketika tubuh tidak lagi mampu melakukan apa yang biasa dilakukannya dengan mudah, maka munculnya berbagai kecemasan-kecemasan yang memutuskan harapan. Hal ini dilakukan dengan kecenderungan menggerutu yang menurut Eriksaon sebagai penyesalan kehidupan bagi diri sendiri atau orang lain.

Kebijaksanaan
Jika orang mampu menghadapi kenyataan bahwa dia pasti mati memiliki kelebihan yang disebut Erikson dengan kebijaksanaan. Erikson menyebut kebijaksanaan sebagai“ pemberian”paling berharga pada anak-anak karena anak-anak yang sehat lahir batin tidak pernah cemas akan hidupyang akan dia jalani nanti kalau orang tua yang ada di sekelilingnya tidak mencemaskan kematian mereka. Orang-orang yang memiliki kelebihan ini adalah orang yang benar-benar bijaksana, yang sederhana dan arif menghadapi hidup dan kematian dengan “semangat mulia”.


V.               KEKUATAN DAN KELEMAHAN TEORI

Kekuatan Teori
Berdasarkan teori psikoanalis, Erikson menambahkan kredibilitas dan beberapa penerapan. Dia menambahkan psikososial dari psikoseksual, unsur budaya dari unsur biologi, identitas ego dari pertahanan ego, persilangan budaya dari budaya yang spesifik, observasi anak ke rekonstruksi remaja dari masa kanak-kanak, dan perkembangan remaja dari perkembangan anak. Teori perkembangan versi Erikson sangatlah banyak ditemui pada kehidupan sehari-hari. Secara umum Erikson mempengaruhi budaya dan perkembangan yang terjadi semasa hidup adalah dua hal yang sangat penting.
Menurut Erikson tingkah laku spesifik yang dimiliki oleh seseorang adalah pengaruh dari kisah masa lalunya, situasi masa yang akan datang, masa lalu dan masa yang akan datang dalam lingkungan budayanya dan kehidupan sosial masyarakatnya. Setiap level sosial, dari hubungan internasional, keadaan politik setempat, hingga interaksi yang terjadi di dalam keluarga, turut mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Kelemahan Teori
            Sejak awal penjelasan mengenai mekanis perkembangan telah terlihat jelas bahwa teori dari Erikson tidak menjelaskan secara detail bagaimana anak berkembang dari satu tahap ke tahap yang lainnya atau bagaimana anak menyelesaikan krisis yang ada pada setiap tahap perkembangan. Erikson menegaskan yang mempengaruhi perkembangan, tetapi tidak menjelaskan bagaimana perkembangan itu sendiri terjadi.


VI.       RANGKUMAN
Ø  Erikson memiliki pandangan yang lebih optimis tentang keberadaan manusia.
Ø  Dalam delapan tahapan perkembangan, terdapat krisis psikososial yang memiliki dua jalan keluar yang ekstrim, yaitu:
1. Kepercayaan dasar versus kecurigaan dasar.
2. Autonomi versus rasa malu-malu.
3. Prakarsa versus rasa bersalah.
4. Sifat rajin versus rasa rendah diri.
5. Identitas versus kebingungan identitas.
6. Keintiman versus isolasi.
7. Generativitas versus stagnasi.
8. Integritas ego versus keputusasaan.
Ø  Anak-anak dan orang dewasa adalah individu yang secara aktif mengembangkan identitas yang positif.
Ø  Proses “menjadi” dari manusia terjadi sepanjang hidupnya.
Ø  Berbeda dengan Freud, Erikson mempunyai elemen pandangan dunia yang kontekstualitas, di mana anak yang berubah dalam dunia yang berubah lebih dipengaruhi oleh proses sosialisasi anak dengan budaya.
Ø  Tapi sama halnya dengan Freud, Nature menentukan tahapan perkembangan dan memberikan batasan dalam masa nurture beroperasi.
Ø  Erikson juga lebih menekankan pentingnya peranan budaya dalam mengatasi masalah dan membentuk perkembangan anak menjadi dewasa.
Ø  Erikson menolak pendapat Freud yang menyatakan perkembangan anak telah selesai ketika anak menginjak usia 5 tahun.
Ø  Esensi dari perkembangan bagi Erikson adalah pembentukan identitas yang memberikan koherensi pada kepribadian seseorang.














Bagan Tahap Perkembangan menurut Erikson

Tahap
Usia
Krisis Psikososial
Hubungan Khusus
Perangkat Psikososial
Tujuan Psikososial
Maladaptasi dan  Malignasi
Bayi
0-1 tahun
Percaya vs tidak percaya
Ibu
Mengambil, kemudian memberikan
Harapan, kepercayaan
Distorsi indrawi, penakut
Balita
2-3 tahun
Otonom vs pemalu dan ragu-ragu
Orangtua
Menguasai, kemudian melepaskan
Kehendak, ketergantungan
Impulsif, kompulsif
Pra-sekolah
3-6 tahun
Inisiatif vs rasa bersalah
Keluarga
Pergi keluar, bermain
Tujuan, keberanian
Ketidakpedulian—berdiam diri
Usia sekolah
6-13 tahun
Kerajinan vs rendah diri
Berteman dan sekolah
Menyelesaikan sesuatu, kerja sama
Kompetensi
Keahlian sempit—kelembaman
Remaja
13-19 tahun
Identitas ego vs kebingungan identitas
Teman, geng, model peran
Menjadi diri sendiri, berbagi dengan orang lain
Kesetiaan, loyalitas
Fanatisme—penolakan
Pemuda
19-30 tahun
Intimasi vs isolasi
Teman-teman
Menemukan jati diri dalam diri orang lain
Cinta
Rasa cuek—keterkucilan
Separo baya
30-60 tahun
Generativitas vs tidak berbuat apa-apa
Rumah tangga, rekan kerja
Mencipta, menjaga
Kepedulian
Terlalu peduli—penolakan
Manula
60an lebih
Integritas vs kekecewaan
Kemanusiaan atau  “milikku”
Memasrahkan diri, merasa cukup, menanti saja.
Kebijaksanaan
Berandai-andai—penggerutu
  

Created By:  

Debora Megawe, Dessy Konyanan, Frengky Tacoy, Hendra Pakpahan, 

Lidya Mamesah, Tunggul Gumelar, YantiPurnamasari.

(Paper Mata Kuliah Psikologi Umum dan Kepribadian I, Semester 2)