Senin, 18 Oktober 2010

Khotbah Perdanaku


Nas Khotbah                           :  Lukas 17:11-19 tentang Sepuluh Orang Kusta
Tema dari Almanak HKBP       :  Bumi Penuh dengan Kasih Setia Tuhan
Sasaran Khotbah                    :  Remaja HKBP Menteng Lama, Halimun
Tujuan Khotbah                      :   
1. Remaja HKBP Halimun dapat berjuang dan bertindak dalam setiap pergumulan yang mereka hadapi dengan 
terus bersandar kepada Tuhan
2. Remaja HKBP Halimun dapat memahami kasih setia Tuhan dalam kehidupan
3. Remaja HKBP Halimun dapat berterimakasih (mengucap syukur) kepada Allah yang senantiasa penuh kasih 
setia kepada umat-Nya.

TAFSIRAN TEKS
Injil Lukas dituliskan untuk orang-orang non-Yahudi yang percaya, yang ditujukan kepada “yang mulia Teofilus ”.  “Theophilos”, harfiah “yang mengasihi Allah”. Maka, Lukas bisa menunjuk nama pribadi, bisa juga menunjuk kepada semua pembacanya dengan menyebut mereka “yang mengasihi Allah” Lukas 1. Lukas menggambarkan dalam tulisannya bahwa Tuhan Yesus mengasihi semua orang termasuk orang sakit, anak-anak dan perempuan malang, para janda, orang yang dikucilkan, orang asing dan orang-orang berdosa.  Dan pasal 17:11-19 ini termasuk dalam hal tersebut.
Dalam Lukas 17:11-19 terdapat pembagian kisah ini dapatsebagai berikut:[1]
17:11      à Yesus dalam perjalanan (sebagai pengantar).
17:12-14 à Kepercayaan sepuluh orang berpenyakit kusta.
17:15-19 à Karunia keselamatan bagi orang Samaria.
Ayat  11:
Untuk pertama kali perjalanan Yesus ini ke Yerusalaem di sebut dalam 9:51. Pada umumnya para ahli memandang 17:11-19:28 sebagai tahap ketiga perjalanan Yesus ke Yerusalem (tahap pertama: 9:51; tahap kedua: 13:22).[2] Di dalam ayat ini dikatakan bahwa tempat Yesus melakukan perjalanan-Nya adalah di perbatasan Samaria dan Galilea, hal itu menjadi sangat penting karena menyatakan bahwa Yesus ingin melintasi kota Samaria menuju Galilea. Karena Ia ingin melakukan menyatakan bahwa pelayanan yang akan Ia dilakukan tidak ada perbedaan, baik untuk antara orang Yahudi dan orang Samaria.
Ayat 12-13:
Ayat ini memiliki kaitan dengan ayat 11 bahwa baik orang Yahudi dan orang Samaria tidak ada perbedaan, karena mereka sama-sama menderita penyakit kusta. Sehingga hilanglah perbedaan antara orang Yahudi dan orang Samaria dalam golongan itu. Mereka harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediaman mereka.[3] Oleh karena itu, mereka memanggil Yesus dari jauh. Dengan demikian, kesatuan di antara mereka dan mereka mempercayai Yesus sebagai “Rabi” atau “Guru” yang mempunyai kekuatan ajaib untuk menyembuhkan mereka.[4]  Karena Yesus datang bukan untuk orang Yahudi saja, tetapi juga untuk orang Samaria. Hal ini berarti ada aspek universalisme. Bahwa Yesus datang untuk semua orang.
Ayat 14 :
Ayat ini memberikan penekanan pada tindakan yang kita lakukan demi mendapatkan kesembuhan, Sesuai dengan peraturan agama, Yesus menyuruh mereka pergi kepada imam (Lih. Imamat 14 : 2-32). Orang yang sakit itu harus melakukan aturan itu dan harus mau melakukannya. Dan mereka pun mempercayai dan pergi seperti yang diperintahkan oleh Yesus. Karena mereka mendengar, memperhatikan, melakukan perkataan Yesus.[5]  Dan tidak jauh lamanya, saat mereka di tengah jalan, mereka pun sembuh.
Ayat 15-16 :
Ada 3 sikap bagi orang yang mengenal Tuhan, yang telah mengalami kesembuhan, yakni:  bernyanyi, tersungkur, mengucap syukur.
Ayat 17:
Orang Yahudi tidak mengucap syukur dan berterimakasih kepada Yesus. Karena ada pandangan bahwa Yesus memang datang untuk mereka, jadi tidak usah berterimakasih kepada Yesus.
Ayat 18 :
Manusia itu mempunyai kebebasan. Oleh karena itu, Yesus bingung dan bertanya kepada orang Samaria mengenai 9 orang Yahudi tersebut. Di sini tampak kemanusiaan Yesus.
Ayat 19:
Imanmu yang menyelamatkanmu. Jika iman kita sudah bagus, kita tidak hanya disembuhkan tetapi diselamatkan. Sebab, iman tidak bisa menyembuhkan hanya menyelamatkan.

 ANALISA TEKS
1. Yerusalem dan Samaria
           Dalam teks ini muncul dua unsur yang berperanan penting dalam rangkaian kisah dan pengajaran yang mulai pada Lukas 9:51. Unsur yang pertama adalah perjalanan menuju Yerusalem, yaitu menuju demi keselamatan manusia. Unsurnya yang kedua adalah Samaria. Dalam PB, hanya Lukas dan Yohanes yang berbicara baik tentang orang Samaria. Di luar Yudaisme, orang-orang Samaria menjadi sasaran pertama pemberitaan Kristen. Lukas memandang mereka sebagai “ambang pintu” menuju pemberitaan universal.[6]
2. Penyakit Kusta dan Pengidap Sakit Kusta
            Penyakit yang disebutkan dalam teks ini disebutkan dalam Perjanjian lama dengann kata Ibrani zara’at yang berkenaan dengan suatu penyakit kulit tertentu atau barangkali merangkum bermacam-macam penyakit kulit. Semacam penyakit kulit yang berbercak-bercak mengerisik berwarna merah muda. Kata zara’at itu diterjemahkan ke dalam kata Yunani dengan kata lepra. Baik zara;at atu lepra dalam alkitab tidak dapat disamakan dengan penyakit lepra atau kusta saat ini.
            Pada masa Perjanjian Lama, orang yang menderita zaat’at atau lepra sangat didiskriminasikan (dibeda-bedakan). Mereka dikucilkan dari masyarakat dan dilarang masuk untuk ikut srta dalam ibadat dan upacara-upacara keagamaan. Sebab orang-orang sakit semacam itu dianggap sebagai orang-orang najis, yang tidak boleh lagi berhubungan dengan Tuhan dan dengan sesamanya manusia (Lih. Imamat 13:45-46). Diskriminasi itu bukan hanya berdasarkan ketakutan akan penularan, tetapi terdapat juga terutama dalam agama dan adat. Karena penyakit ini dianggap sebagai hukuman Allah karena dosa-dosa tertentu.[7] Apabila mereka ingin mendapat kesembuhan makan harus mengikuti peraturan dengan menghadap kepada imam (Imamat 14:2-32).
3. 9 orang Yahudi dan 1 orang Samaria.
            Yesus melakukan pelayanan-Nya tanpa memandang suku, ras, dan agama. Ia melakukan pelayanan kepada semua orang, baik yang beriman maupun orang Kafir. Ini terbukti dengan pelayanan yang Ia berikan kepada 10 orang kusta yang terdiri dari 9 orang Yahudi dan 1 orang Samaria.
4. Berdirilah dan pergilah !
            Kata berdiri/bangun pada umumnya bermakna biasa-biasa saja, tetapi di sini kiranya bermakna moral. Di taman zaitun Yesus berkata kepada muridpmurid-Nya, “bangunlah dan berdoalah!” (22:46). Hidup Kristen dapat diartikan sebagai perjuangan. Orang tidak dapat “berjuang” bila tidak “berdiri/bangun”. Kata pergilah dikaitkan dengan perjalanan Yesus. Ia sedang berjalan. Hidup Kristen didefinisikan oleh Lukas sebagai “jalan” (Kis. 9:2), sebab memang mirip jalan yang ahrus diikuti dengan penuh keterlibatan dalam persatuan dengan Yesus.[8]
5. Ada iman ada karunia keselamatan.
            Kisah tentang kesepuluh orang berpenyakit kusta ini ditempatkan oleh Yesus antara permohonan rasu-rasul dan pertanyaan orang Farisi mengenai kedatangan Kerajaan Allah. Dari satu pihak Yesus menggarisbawahi kekuatan Iman (yang menerima apa yang dimintanya dari Allah) dan perlunya mengabdi dengan rendah hati; apa saja yang diterima berkat iman adalah karunia semata-mata. Dari lain pihak, Yesus menyadarkan orang-orang Farisi bahwa kerajaan Allah di antara mereka; di mana ada Yesus tepatnya, di mana Yesus dapat memberikan karunia keselamatan karena adanya iman, di situlah pula ada Kerajaan Allah. Hal inilah yang dialami oleh orang Samaria bahwa imannya sebelum disembuhkan dan sesudah disembuhkan jelas berbeda, sebab sudah diperdalam, sehingga hasilnya pun istimea. Kesembilan orang lain disembuhkan oleh Yesus, tetapi orang Samaria diselamatkan pula.

POIN KHOTBAH YANG MAU DIANGKAT   
1. Hidup adalah perjuangan dan berserah kepada-Nya. Perjuangan di saat kritis! Sama seperti kesepuluh orang kusta yang berjuang untuk mendapatkan kesembuhan dari Yesus. Perjuangan yang itu harus dilakukan  secara terus menerus. Tidak berhenti dan mudah putus asa. Perjuangan yang dilakukan pun harus bersandar kepada Tuhan dan menyerahkan semua-Nya kepada Dia.
2. Tuhan Itu Maha Pengasih dan Penuh kasih Setia. Ia menyembuhkan semua orang tanpa melihat latar belakangnya, baik kedudukan, status sosial, ekonomi, agama, suku maupun ras. Ia menyembuhkan orang yang sakit, termajinalkan, bahkan orang yang tidak berterimakasih atas apa yang telah Ia lakukan kepada 9 orang kusta itu.
3. Belajarlah dari sikap orang Samaria yang tahu mengucap syukur dan berterimakasih.

TEKS KHOTBAH
“Berjuanglah dan Berterimakasihlah kepada Tuhan sebab Ia penuh Kasih Setia !!!”
Rekan-rekan yang terkasih, bagaimana perasaan kalian ketika menghadapi ujian sekolah? Baik ujian tengah semester, ujian akhir semester, bahkan saat ujian nasional tiba? Takut bukan ! Dan pastinya kita langsung berseru (berdoa) kepada Tuhan. Ya, Tuhan kasihanilah aku. Bantu aku. Ya, kata-kata itu yang sering kita ucapkan ketika ketika merasakan pergumulan yang berat. Apalagi saat ujian nasional tiba. Tidak terbayangkan bagaimana gugupnya kita, gelisahnya kita, dll.
Ternyata hal yang sama pun dialami oleh sepuluh orang kusta, namun dengan pergumulan yang berbeda. Kalau tadi kita bergumul dalam hal ujian, sepuluh orang kusta ini bergumul dengan penyakit yang mereka derita. Penyakit apa sih yang mereka derita? Penyakit ini bisa kita katakan dengan penyakit kusta. Namun bukan penyakit kusta yang kita pahami saat ini. Dahulu, tepatnya pada zaman Perjanjian Lama, penyakit ini merupakan kumpulan penyakit kulit yang dianggap najis pada masa itu karena dianggap sebagai hukuman karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Oleh karena itu mereka sangat didiskriminasikan. Mereka dikucilkan dan dilarang mengikuti ibadat dan upacara keagamaan. Dengan kata lain, mereka kehilangan hak mereka sebagai orang Yahudi.
Akan tetapi, di tengah penderitaan yang mereka alami, mereka berusaha untuk mendapatkan kesembuhan, sehingga mereka pun menghampiri Yesus untuk dapat menyembuhkan mereka. Sebab mereka percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan penyakit mereka. Dan hal itu terbukti. Bahwa mereka pun sembuh dari penyakit yang mereka derita selama ini. Namun, setelah mereka sembuh hanya ada satu orang yang mengucapkan terimakasih kepada Yesus. Orang yang mengucapkan terimakasih itu adalah orang Samaria. Sedangkan 9 orang lainnya yang adalah orang Yahudi tidak mengucapkan apa-apa.
Berdasarkan kisah tersebut, lantas poin apa yang dapat kita pelajari hari ini. Saya mencatat ada 3 hal penting yang perlu kita cermati. Pertama, kita harus berjuang dalam mengatasi setiap pergumulan yang kita alami dengan sebuah tindakan. Kalau dalam hal ujian, kita berjuang dalam mempersiapkan diri dan saat ujian tiba dengan tindakan rajin belajar bukan malas-malasan.  Dalam perjuangan kita ini pun, kita juga harus bersandar pada Tuhan. Mempercayai Tuhan bahwa Tuhan dapat menolong kita. Hal ini pun dialami sepuluh orang kusta tersebut, di mana mereka harus tetap berjuang dan hidup di tengah-tengah masyarakat yang telah mengucilkan kita. Mereka berjuang agar mereka dapat diterima di masyarakat Oleh karena itu, mereka suatu mengambil tindakan, yaitu tindakan menghampiri Yesus dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Yesus. Oleh karena itu mereka sembuh. Sebab mereka berusaha untuk dapat sembuh dan usaha itu berhasil karena tindakan yang mereka lakukan.
Poin kedua adalah bahwa Tuhan itu penuh kasih setia bagi setiap ciptaan-Nya, termasuk kita, manusia. Ia sayang kepada kita. Ia mengetahui pergumulan kita. Ia tidak membeda-bedakan kita. Ia menolong siapa saja yang mengharapkan pertolongannya. Hal ini pun dilakukan oleh Yesus ketika melakukan pelayanan-Nya. Ia tidak memilih-milih tempat perjalanan yang akan Ia lalui dalam melakukan pelayanan-Nya. Justru Ia melewati perbatasan tempat orang Yahudi dan orang Samaria, di mana orang Yahudi dilarang bertemu ataupun bergaul dengan orang Samaria, karena orang Samaria telah melakukan perkawinan campur dan dianggap kafir oleh orang Yahudi. Yesus pun tidak memilih-milih orang-orang yang disembuhkan, dan yang ingin diselamatkan. Yesus pun tetap memberikan kesembuhan kepada orang yang tidak berterimakasih pada-Nya.
Sikap Yesus inilah yang menjadi tanda bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih setia. Bahwa Tuhan menunjukkan kasih setia-Nya terhadap kita umat-Nya. Seperti Ia tetap mengasihi kita walaupun kita sering melupakan Dia. Dari hal ini pun kita dapat mempelajari sikap Yesus, bahwa kita tidak boleh memandang setiap orang dengan sebelah mata, karena status sosialnya, suku, ras, dan agama. Kita  hidup dengan penuh kasih terhadap mereka. Baik itu orang yang sehat maupun sakit, tua dan muda, kaya maupun miskin, dll. Karena Tuhan penuh dengan kasih setia. Oleh karena itu, apapun pergumulan yang kita rasakan serahkanlah kepada Tuhan dan tetaplah bersandar kepada-Nya dengan keyakinan Ia akan menolong kita.
Hal ini pun yang dilakukan oleh sepuluh orang kusta yang memanggil Yesus dengan seruan “Rabi” atau “Guru” sebab mereka yakin bahwa Yesus akan menyembuhkan mereka. Begitupula seharusnya yang kita lakukan. Kita pun dapat berseru di dalam doa kita ketika masalah terberat apapun kita alami. Baik itu masalah di rumah, di mana kita sering berdebat dengan mama, papa mengenai cita-cita kita dan harapan mereka. Saat ada masalah di sekolah, saat-saat menegangkan ketika ujian akan tiba, saat berada dengan teman-teman, ketika kita ada masalah dengan teman, tidak usah malu mengungkapkan pada-Nya. Jangan ragu berdoa kepada Tuhan, sebab Ia tahu apa yang kita harapkan. Kalau kita sering merasa nyaman curhat dengan orang yang kita percaya, mengapa dengan Tuhan kita juga tidak bisa curhat? Oleh karena itu, jangan ragu. Jangan malu ! Yakinlah, Ia akan menjawab seruan kita.
Karena Tuhan sangat mengasihi kita dan telah menunjukkan kasih setia-Nya pada kita, lantas apa yang seharusnya kita lakukan sebagai wujud ungkapan syukur kita? Ya, berterimakasihlah kepada Dia ! Mungkin teman-teman di sini bertanya, mengapa kita harus mengucap syukur dan berterimakasih? Ya kita harus mengucap syukur dan berterimakasih karena Tuhan telah menolong kehidupan kita. Ia telah membuat kita dapat bertahan dan terus berjuang di tengah pergumulan yang kita hadapi. Selain itu, Ia juga sangat mengasihi kita. Ia penuh kasih setia kepada kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah kita mengucap syukur dan berterimakasih kepada Tuhan, atas setiap peristiwa yang kita alami, baik itu senang maupun susah.
Poin inilah yang merupakan poin terakhir yang saya kemukakan dan penting untuk kita pelajari. Bahwa kita harus berterimakasih kepada Dia yang telah mengasihi kita dan menyelamatkan kita. Jangan sampai kita menjadi sama seperti 9 orang Yahudi yang berpenyakit kusta tersebut, yang tidak tahu berterimakasih karena telah disembuhkan. Mereka menggangap bahwa karena diri mereka sendirilah mereka sembuh. Dan hal itu telah biasa kepada mereka, sebab mereka tahu bahwa mereka akan disembuhkan. Padahal mereka sembuh karena anugerah Allah yang diperintahkan oleh Yesus kepada mereka. Semoga saja kita tidak menjadi orang yang seperti itu.
Namun, teladanilah sikap orang Samaria yang tahu berterimakasih pada Yesus. Walaupun ia bukan orang Yahudi dan dianggap orang kafir oleh orang Yahudi, namun berkat pengajaran yang dibagikan 9 orang Yahudi ketika mereka masih menderita sakit, ia belajar untuk hidup mengucap syukur dan berterimakasih atas penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus. Hal ini dikarenakan adanya perubahan yang dialami oleh orang Samaria tersebut. Ia mengalami suatu keselamatan tersebar di dalam kehidupannya, karena ia tidak menyangka ia akan sembuh dan disembuhkan oleh Yesus.
Karena hal itu, Ia pun langsung menunjukkan suatu reaksi. Reaksi yang ia lakukan sebagai wujud ungkapan syukurnya. Yakni memuliakan Tuhan dengan suara nyaring (ayat 16), yang dapat kita katakan bahwa orang Samaria itu langsung bereaksi kegirangan, ia pun bernyanyi karena senangnya. Setelah itu ia tersungkur dan mengucap syukur. Reaksi yang dilakukan oleh orang Samaria merupakan ciri-ciri dari orang yang mengenal Tuhan. Orang yang mengenal Tuhan adalah orang yang percaya bahwa Tuhan adalah penolong kita, kita mau menaati perintah-Nya, mau disembuhkan dan diselamatkan dan tidak lupa mengucap syukur.
Di sinilah nilai lebih yang dimiliki oleh orang Samaria. Bahwa ia memiliki semua nilai tersebut dibandingkan 9 orang Yahudi yang hanya mempercayai namun tidak mengimaninya dengan wujud ungkapan syukur. Sikap orang Samaria inilah yaang perlu kita teladani dalam kehidupan kita. Jangan seperti orang  Yahudi yang lainnya. Yang tidak tahu mengucap syukur. Bahwa lebih tepat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan mereka seperti ungkapan “habis manis, sepah dibuang”. Saat mereka sakit dan menderita, mereka bersatu dengan orang Samaria yang mereka anggap kafir. Karena penyakit yang dialami sama maka mereka mau bersama-sama dengan orang Samaria tersebut dan berusaha mendapatkan penyembuhan dari Yesus serta berteriak-teriak kepada-Nya. Namun setelah mereka sembuh, mereka malah meninggalkan orang samaria tersebut. Dan paling mengecewakan lagi adalah mereka tidak mengucapkan terimakasih kepada Yesus yang telah menyembuhkan mereka.
Apakah kita mau dikatakan seperti itu, diibaratkan seperti ungkapan tersebut? Dikatakan seperti orang yang mau enaknya saja tanpa mau mengucapkan terimakasih. Tidak bukan ! Oleh karena itu, mengucap syukurlah ! Nyatakan hal itu dengan ucapan terimakasih. Terimakasih karena Tuhan masih memberikan kehidupan, memperlancar studi kita, memberikan orang-orang yang mengasihi kita, maupun membenci kita. Terimakasih karena Tuhan telah mengasihi kita dan menolong kita dalam setiap pergumulan kita. Dan berjuanglah senantiasa agar kita dapat melalui setiap hal yang kita rasakan itu dengan tetap terus bersandar kepada Tuhan yang selalu senantiasa penuh kasih setia kepada kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Boland, B.J. Injil Lukas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Leks, Stefan Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Tim Impola, Impola ni Jamita . Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2010.

Minggu, 18 April 2010
Oleh: Yanti Purnamasari Napitupulu
Mahasiswi Semester 6 STT Jakarta
Yang sedang mengikuti Mata Kuliah Latihan Khotbah 1


[1] Stefan Leks, Tafsir Injil Lukas (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 454.
[2] Ibid., 455.
[3] B.J. Boland, Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 120.
[4] Ibid., 411.
[5] Tim Impola, Impola ni Jamita (Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2010), 225.
[6] Stefan Leks, Op. Cit., 453.
[7] Boland, Op. Cit., 121.
[8] Leks, Op. Cit., 462.