"25 Tahun Kini Dihadapi: Masih Bergelora Dalam Penantian dan Pengharapan Dengan Penuh Perjuangan"
Lima februari seribu sembilan ratus delapan puluh
delapan, dua puluh lima tahun yang lalu, di rumah salah satu bidan, di daerah
jakarta barat, telah lahir seorang bayi puteri batak pada pukul lima pagi hari.
Sang bayi ini dalam proses kelahirannya memiliki perjuangan untuk dapat
dilahirkan dengan selamat.
Sebelum jam lima pagi, sang ibu mengeluhkan
perasaannya kepada sang bidan bahwa ia akan segera melahirkan dengan cepat.
Namun, sang bidan tidak merasakan demikian. Sang bidan menyarankan agar sang
ibu berjalan-jalan terlebih dulu di pekarangan rumah bidan tersebut agar proses
penyalinan nanti berhasil. Tak sanggup menahan rasa sakit tersebut, sang ibu memanggil
suaminya.
Bersama suaminya, sang ibu pun melahirkan sang bayi dengan
sendirinya. Namun, sang bayi tidak keluar sepenuhnya, sang ibu hanya mampu melahirkan
setengah dari badan sang bayi. Merasa tidak sanggup sang ibu pun berteriak-teriak
memanggil sang bidan. Sang suami pun segera mencari sang bidan. Sang bidan yang
mendengar suara teriakan tersebut pun segera menghampiri sang ibu. Dengan
sigap, sang bidan pun menolong sang ibu dan sang bayi dapat keluar dengan
selamat.
Mengenang peristiwa tersebut, orangtua saya pun
memberikan nama bidan tersebut kepada saya. Nama bidan tersebut adalah Yanti. Dengan
memberikan nama tersebut kepada saya, kedua orangtua saya berharap kelak saya
dapat menjadi seorang penolong, seorang penyelamat, seorang yang berarti,
berguna, bermanfaat pada setiap orang dan setiap saat dibutuhkan.
Begitulah ulasan singkat mengenai proses kelahiran
saya, sang bayi dua puluh tahun lalu yang dilahirkan dengan penuh perjuangan.
Sekadar merefleksikan arti kelahiran saya di dunia
ini, ternyata dari sejak saya dilahirkan penuh dengan proses perjuangan.
Berjuang dalam menantikan sang bayi yang akan lahir dan berharap bahwa bayi
yang akan lahir adalah seorang perempuan, menurut keinginan kedua orangtua saya
agar dapat menemani kakak saya kelak. Proses ini pun dijalani kedua orangtua
saya dengan baik dan menghasilkan sesuatu yang seturut dengan kehendak mereka
dan pastinya atas perkenaan Tuhan dalam kehidupan kini.
Dalam pertambahan usia di tahun ini di mana seperempat
abad mulai saya jalani, ternyata proses perjuangan itu pun terus menerus
menghinggapi diri saya. Pukul lima pagi hari bahkan sebelum jam tersebut saya
bersyukur karena Sang Ilahi masih memberikan restu-Nya kepada saya untuk dapat
memulai kehidupan saya dalam seperempat abad ini dengan penuh sukacita dan
ungkapan syukur. Jika direnungkan kembali, di usia seperempat abad ini saya
mampu bertahan dalam penantian dan pengharapan untuk dapat bertemu keluarga
saya yang jauh dari saya saat ini.
Pada usia dua puluh lima tahun ini, saya kembali
berjuang dalam proses kehidupan di mana saya masih berpisah sementara bersama
keluarga saya. Agak sedih memang, namun dalam satu hari ini saya tidak
merasakan kesedihan yang amat mendalam. Biasanya orangtua saya yang selalu
mengucapkan selamat ulang tahun, namun di hari ini tidak, mereka bahkan lupa
kalau saya ulang tahun hari ini. Mengingat hal ini, jika diikuti dengan
perasaan emosi, mungkin akan membuat hati sedih dan kecewa, namun entah mengapa
di hari ini hal itu tidak terwujud. Malah, saya yang mengingatkan mereka dan
alhasil mereka hanya tertawa geli mendengar hal tersebut. Ibu saya lupa, karena
masih dalam perjalanan menuju jakarta dan ayah saya yang sibuk membereskan
rumah mengantisipasi banjir akan datang. Mendengar itu saya malah tertawa dalam
diri sendiri, untuk apa saya merasa sedih, toh itu bukan disengaja.
Proses perjuangan untuk dapat menahan diri dan terus
terproses untuk semakin dewasa pun semakin mendorong saya untuk mewujudkan
perubahan sikap dalam pertambahan usia ini. Terlebih-lebih dalam proses
perjuangan yang akan saya hadapi kelak.
Biasanya, orang yang sedang ulangtahun merayakan ulang
tahunnya dengan teman-teman atau pun dengan keluarganya. Tapi tidak bagi saya
saat ini. Saya merayakan ulang tahun dengan proses persiapan dan perjalanan
panjang untuk menghadapi penantian yang saya tempuh dengan penuh perjuangan.
Lima jam dalam perjalanan tersebut mengingatkan saya akan proses kelahiran yang
ibu saya alami ketika hendak melahirkan saya di mana kehidupan yang saya alami
memang memiliki proses perjuangan.
Kini, di usia ini saya masih tetap bergelora dalam
proses perjuangan tersebut dengan penuh pengharapan akan suatu penantian yang
akan saya kelak..
Selamat bergelora, selamat berjuang, selamat berharap,
selamat menanti wahai jiwaku yang sudah seperempat abad menyanubari diri..
_05 Februari 1988_05 Februari 2013_