RPP HKBP Mengenai Mangongkal Holi
Sebelum
kekristenan masuk di tanah Batak, masyarakat Batak pada masa itu menganggap
salah satu bentuk penghormatan kepada orangtua atau leluhur adalah dengan
meninggikan posisi tulang-belulang (saring-saring)
mereka di atas tanah, khususnya ke bukit yang tinggi dan batu yang keras. Panangkokhon saring-saring tu dolok-dolok na
timbo tu batu na pir. Peninggian tulang-belulang ini biasanya dilakukan dengan penggalian tulang-belulang (mangongkal holi) melalui upacara besar.
Ruhut Parmahanion
Paminsangon (RPP) atau Hukum Penggembalaan dan Siasat HKBP mengatakan bahwa penggalian
tulang-belulang (mangongkal holi)
dimungkinkan karena beberapa alasan[1]:
1. Kerusakan kuburan
karena dimakan usia atau faktor alam (banjir, longsor).
2.
Penggusuran kuburan karena pembebasan lahan untuk pembangunan jalan, waduk,
industri dll.
3. Penyatuan
tulang-belulang keluarga yang kuburannya terpisah-pisah.
Majelis Gereja harus
mengetahui dan aktif
terlibat dalam acara penggalian tulang-belulang mulai dari menggali, menyimpan
hingga memasukkan ke tempat yang baru. Bila lokasi antara kuburan yang lama dan
baru berjauhan, maka tulang-belulang harus disimpan di gereja. Dalam proses
menggali atau memasukkan tulang-belulang itu tidak boleh diiringi tortor dan
gondang serta musik. Juga tidak berjalan Agenda Pemakaman. Majelis harus mengawasi
tidak ada yang manortori, meratapi, memasukkan tulang-belulang ke ulos dan ampang/piring, memberi sirih
atau makanan, atau memasukkan batang pisang kelubang bekas penggalian.[2] Oleh karena itu. Majelis
Gereja juga harus mengerti dan mengetahui segala Aturan Gereja, Konfessi dan
RPP, sehingga tidak ada yang salah dalam melaksanakannya.
RPP mengenai mangongkal holi ini perlu dilakukan untuk
menolong jemaat untuk senantiasa bersatu di dalam Kristus supaya tidak seorang
pun menyimpang dari kehendak Allah
dan menjaga kekudusan jemaat yang bersandar hanya
kepada Allah. Dengan demikian
kehidupan jemaat harus mengikuti kehendak Allah. Sebab Allah
menginginkan jemaat-Nya kudus sama seperti Allah adalah kudus. Oleh karena itu, melalui
pengembalaan dan sanksi yang diberikan kepada jemaat diharapkan dapat
memberikan pengetahuan akan yang semestinya dan mampu mengubah perilaku yang
bertentangan dengan kehendak Allah yang digunakan untuk
membantu memperbaiki kesalahan mereka seperti tindakan atau pemahaman.
Perbuatan yang dapat
dikatakan salah atau menyimpang dari kehendak Allah adalah perbuatan yang
melanggar sepuluh perintah Allah.
Dalam kaitannya dengan mangongkal holi
ini, maka bentuk penyimpangan yang dilakukan berdasarkan hukum Taurat 1 dan 2. Jadi
sangat penting bahwa RPP ini merupakan
bentuk pengajaran yang memelihara jemaat, dan memutuskan segala bentuk pelanggaran
umat, serta membimbingnya agar kembali kepada Tuhan.
Jemaat yang bersalah
harus senantiasa dibimbing untuk menyadari kekurangannya,. Hanya Firman Tuhan
yang mampu untuk menegur dan membimbingnya sehingga ia dikuatkan (dimampukan)
untuk meninggalkan dosanya, tanpa harus dikenakan Siasat Gereja. Oleh karena itu, Gereja harus membimbing warganya,
supaya tidak melakukan yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Gereja harus
membimbing warganya, agar melakukan perbuatan yang membawa kemuliaan. Oleh
karena itu, setiap warga jemaat hendaknya memahami
dan mengerti akan maksud dan tujuan Hukum Taurat dan RPP melalui
penjelasan dari majelis, sehingga setiap jemaat yang dikenakan siasat, yang
bersangkutan menyesali perbuatannya.
Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan bimbingan dan penjelasan kepada jemaat supaya jemaat
dapat mengerti dan memahami akan
arti dan tujuan RPP mengenai mangongkal holi ini. Sehingga
ketika siasat diberlakukan, umat tidak menganggapnya sebagai paksaan dan
hukuman semata, melainkan sebuah tanggung-jawab bersama seluruh jemaat untuk
menjaga dan melaksanakan RPP tersebut. Seluruh jemaat harus sadar bahwa RPP
merupakan alat Gereja untuk memelihara, menggembalakan, memurnikan gereja dan
membimbing setiap orang ke dalam kehidupan yang Kristiani yang melakukan Firman
Tuhan.[3]
[1] Ruhut Parmahanion Dohot Paminsangon (RPP) HKBP (Pematang
Siantar: Percetakan HKBP, 2009), 47-48.