ESKATOLOGI PAULUS MENURUT SURAT-SURAT DEUTRO-PAULINIK

1.    Pendahuluan

       Eskatologi berasal dari bahasa Yunani, eskhatos (‘terakhir’ atau masa yang akan datang). Ajaran Alkitab tentang eskatologi tidak hanya mempedulikan nasib orang secara perseorangan, tapi juga sejarah manusia. Menurut Alkitab, Allah tidak hanya menyatakan diri-Nya melalui orang-orang yang mendapat ilham, tapi juga dalam dan melalui peristiwa-peristiwa yang membebaskan umat-Nya dan peristiwa terpenting dari semuanya ialah kedatangan Anak-Nya Yesus Kristus. 

     Selanjutnya, isi dari pernyataan ini tidak terbatas pasa kebenaran-kebenaran mengenai sifat dan tujuan Allah, tapi juga mencakup tindakan-tindakan pelepasan umat-Nya dan firman yang diilhamkan. Karena Allah ialah Tuhan atas segala peristiwa sejarah, maka penggenapan dari karya pelepasan oleh Allah mencakup juga pelepasan manusia dari sejarah, yang berarti perubahan tata tertib dunia ini menjadi suatu dunia yang baru. 

Dalam hal ini Paulus juga memiliki pemikiran eskatologi. Oleh karena itu penulis hendak membahas secara khusus pemikirannya mengenai eskatologi dan ciri-ciri teologis yang menyatakan hidup eskatologis. Namun dalam hal ini, penulis mengangkat sudut pandang pemikirannya berdasarkan surat-surat deutro Paulus, yakni: Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, 1 dan 2 Timotius serta Titus. Dan penulis merangkumkan pemikirannya berdasarkan gagasan eskatologis yang dikemukakan olehnya.

2.        Gagasan Teologis Paulus Mengenai Eskatologi Dalam Surat-surat Deutro- Paulus

       Eskatologi bukan embel-embel pada teologi Paulus karena teologi Paulus bersifat eskatologis. Pandangan Paulus mengenai eskatologi bermacam-macam, namun dalam hal ini penulis merangkumkan gagasan teologis Paulus mengenai esktologi berdasarkan surat-surat deutro-Paulus saja. Berikut gagasan-gasasan teologisnya.

1.      Keselamatan yang Terdapat di atas.

        Menurut surat Efesus, keselamatan eskatologis bukanlah terletak di depan, melainkan terdapat di atas. Kristus pada waktu peninggian-Nya telah melintasi semua petala langit untuk memenuhkan segala sesuatu (Ef. 4:10). Kristus dilantik menjadi kepala atas segala kuat kuasa, atas seluruh kosmos (1:20-21) serta atas jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu” (1:23, bnd. Juga 5:23). Kejadian ini besar akibatnya bagi jemaat, tubuh Kristus yang adalah kepala (4:15-16). “Tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (4:13) bisa dicapai oleh jemaat, jika dihimpun dan dituntun oleh-Nya ke arah Diri-Nya menuju kedewasaan penuh” (4:13). Dengan demikian, Kristus titik tolak, ruang dan tujuan untuk gerakan ke arah Dia yang berada di atas sebagai Kepala atas segala sesuatunya. 

       Berdasarkan pemikiran ini, dapat dikatakan bahwa Kristus yang telah membangkitkan jemaat, sudah memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga (2:6). Orang Kristen sebagai warga sorga sudah mendiami wilayah dunia atas. Tetapi amanat tersebut masih terus diperlukan oleh mereka, agar mereka melakukan hidupnya di dunia ini, sesuai dengan sifat baru di dalam Yesus Kristus.  

2.    Kejadian yang Akan Datang.

       Menurut surat 1 Tesalonika, kedatangan hari Tuhan itu tanpa peringatan. Kedatangannya seperti “pencuri pada malam” (1 Tes. 5:1-3). Sedangkan, dalam 2 Tesalonika akan ada beberapa peristiwa yang terjadi sebelum tibanya hari Tuhan itu (2 Tes. 2:1-12). Terhadap perbedaan ini, kita dapat mengatakan bahwa bagi orang yang bukan Kristen, kedatangan hari Tuhan yang tanpa tanda-tanda itu hanya untuk orang yang tidak percaya. Bagi orang beriman, hal seperti itu tidaklah mengherankan dan mereka dapat melihat sejumlah peristiwa sebagai peringatan akan tibanya hari Tuhan.

       Dalam surat 1 Tesalonika, Paulus mengharapkan kedatangan hari Tuhan itu pada masa hidupnya (1 Tes. 4:15, 17). Sedangkan dalam 2 Tesalonika, Paulus mengemukakan bahwa akan ada peristiwa yang terjadi sebelum kedatangan itu dan mengundurkan waktu kedatangan Tuhan itu lebih ke depan. Terhadap perbedaan ini, beberapa ahli mengatakan bahwa penulis surat ini tidak lagi mengharapkan hari Tuhan itu segera tiba, walaupun ia masih tetap mengharapkan kedatangan itu tetap terjadi” (2 Tes. 2:7). Sementara itu, ia menentang orang-orang yang menyatakan bahwa hari Tuhan itu telah tiba (2 Tes. 2:1-2). 

      Menurut surat II Tesalonika, dalam penghakiman terakhir umat Kristen yang tertindas dan teraniaya akan memperoleh ganjaran, sedangkan para penindas dan penganiayanya justru akan dihukum dalam kebinasaan kekal (1:5-10). Allah akan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Dia dan tidak menaati Injil Yesus. Semua itu akan terjadi pada hari Tuhan, ketika Yesus dimuliakan di antara orang-orang kudus-Nya. 

       Sekalipun hari Tuhan merupakan hari pembalasan, namun jemaat diingatkan agar mereka tidak gelisah dan dibingungkan oleh pemberitaan bahwa hari Tuhan itu telah tiba, baik yang disampaikan melalui perkataan maupun surat yang dikatakan dari para rasul. Sebab kedatangan hari Tuhan akan didahului dengan tanda-tanda, yaitu kedatangan kemurtadan dan manusia durhaka (yang disebut: parousia si pendurhaka) sebagai manifestasi kuasa Iblis, yang kelak bersama para pengikutnya akan dibinasakan (2:1-12).

        Sementara itu dalam surat Kolose pasal 3 ayat 14 memanggil mereka yang sudah dibangkitkan bersama dengan Kristus, agar mencari “perkara yang di atas, di mana Kristus ada” (ayat 1). Selanjutnya dikatakan kepada jemaat Kolose: “sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan: (ayat 3-4). Surat Efesus yang berdekatan dengan surat Kolose juga berbicara tentang orang Kristen yang telah dimateraikan menjelang hari penyelamatan (4:30). 

      Surat-surat Pastoral yang menggambarkan cara hidup orang Kristen di dunia ini (bnd. 1 Tim. 2: 2), mengandung juga catatan-catatan tentang hari parousia (bahasa apokalyptis, bnd. 1 Tim. 6:14; 2 Tim. 2:12, 18; Tit. 2:13). Surat Titus berbicara mengenai orang Kristen yang merupakan “orang-orang yang berhak menerima hidup yang kekal sesuai dengan pengharapan” (3:7). Namun, surat-surat tersebut tidak memberi kesan mengenai hal itu. Karena dalam surat-surat pastoral kedatangan itu tidak begitu ditekankan. Eskatologi yang futuris diturunalihkan terus, tetapi kurang jelas bagaimana pengaruhnya terhadap eksistensi orang Kristen saat ini. Berkenaan dengan itu, jika diperhatikan kata Yunani yang aslinya digunakan sebagai istilah untuk penampilan Yesus Kristus pada hari kiamat (epifaneia, bnd. 2 Tes. 2:8), sekarang dalam 2 Timotius 1:10 yang dimaksudkan adalah kedatangan historis-Nya (inkarnasi). 

          Dalam 1 Timotius 6:14; 2 Timotius 4:1,8 dan Titus 2:13 mengemukakan bahwa Kristus datang kelak, sedangkan 2 Timotius 1:10 mengingat pada masa hidup-Nya di Palestina. Eskatologi, menurut pengertian ini terdiri dari 3 fase: Parousia yang pertama pada masa lampau, parousia yang kedua pada masa yang akan datang dan parousia yang ketiga pada masa kini. Dan parousia yang ketiga ini kurang jelas sifat eskatologisnya. Dengan demikian, surat ini mengutamakan keselamatan yang sudah terwujud kini, tetapi hubungannya yang hakiki dengan masa depan kurang dijelaskan. 

         Namun, dalam surat-surat pastoral, terdapat dua perikop yang membicarakan tanda-tanda persiapan. Dalam 1 Timotius 4:1 mengatakan bahwa Roh dengan tegas menubuatkan bahwa pada “waktu-waktu kemudian” ada orang-orang yang akan murtad. Walaupun tidak dapat hubungan khusus dengan parousia, tetapi tidak dapat dielakkan bahwa kata-kata itu mempunyai pengertian yang bersifat eskatologis.  

       Nubuat yang serupa terdapat dalam II Timotius 3:1 dst, dalam perikop tersebut diberikan daftar mengenai macam-macam orang yang tidak mengasihi Allah. Daftar itu memperlihatkan beberapa kesamaan lain dalam surat-surat kiriman Paulus, namun tidak sama dengan perikop-perikop lainnya dalam hal menghubungkan golongan-golongan tersebut dengan “hari-hari terakhir”. Pada saat yang sama II Timotius 3:5 menasihatkan untuk menjauhi mereka, hal ini memperlihatkan bahwa perikop ini mempunyai kaitannya baik dengan masa sekarang ini maupun dengan masa yang akan datang.  

3.        Ke-Tuhan-an Yesus Kristus.

          Dalam tradisi eskatologis yang tertua, peranan pengharapan akan kedatangan Anak Manusia dengan awan-awan untuk menjalankan penghakiman adalah besar. Bentuk pengharapan ini tidak dimengerti lagi dalam jemaat-jemaat Hellenis. Mereka mencetuskan gelar baru bagi Yesus, yang sesuai dengan alam pikiran mereka, yaitu “Tuhan” (Kyrios). Gelar ini tidak mementingkan segi futuris, seperti gelar “Anak Manusia” dulu, tetapi menekankan dengan sangat segi presentris, kehadiran Tuhan dalam jemaat-Nya. 

         Paulus yang mengambil alih suatu nyanyian dalam surat Filipi (2:5-11) yakin bahwa penaklukan kuat kuasa yang demonis itu belum terlaksana, melainkan masih diharapkan sebagai suatu bagian dan kejadian eskatologis mendatang. Akan tetapi, surat-surat deutero-Paulus memandang bahwa penaklukan itu sebagai suatu peristiwa yang sudah lewat dan telah terjadi berkenaan dengan kemenangan Paskah dan peninggian Yesus Kristus. Efesus 1:19-22a: “dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus”. Kolose 2:15 menggambarkan kemenangan Kristus sesuai dengan corak berita tentang suatu kemenangan kaisar Romawi, yang dalam suatu pawai di ibukota mengarak secara terebelenggu musuh-musuh yang telah dikalahkannya untuk menunjukkan kejayaannya di muka umum. Kolose 2:10 dan nyanyian-nyanyian dalam 1 Timotius 3:16 dan 1 Petrus 3:22 menggambarkan juga ke-Tuhan-an Yesus atas segala sesuatu yang telah ditundukkan-Nya.

          Pemenang Paskah dalam peninggian-Nya sudah menjelajah segala ruang kosmos dan menggunakan karya perdamaian-Nya yang universal pada segala unsur kehidupan yang ada. Jadi, tidak mengherankan kalau dalam nyanyian-nyanyian tersebut tidak terdapat suatu petunjuk tentang hari parousia Tuhan yang akan datang, walaupun nyanyian-nyanyian itu justru mencatat fase-fase karya Yesus dengan lengkap.

          Bahkan dalam nyanyian Kolose 1:15 dan seterusnya Kristus diakui sebagai “pengantara ciptaan”, yaitu Tuhan yang turut mencipta dan memelihara alam semesta dengan segala isinya: “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia” (ayat 16-17). Pengakuan ini berkembang dari kepercayaan akan kebangkitan dan peninggian Kristus yang dinyatakan sebagai Tuhan pada akhir zaman tentu sudah bertindak sebagai Tuhan pada awal segala zaman (hubungan antara protologi dan eskatologi). Bahwa Yesus adalah Tuhan selamanya!

4.      Peranan Sakramen-sakramen.

        Sakramen-sakramen memainkan peranan yang penting dalam menyatakan berlakuknya kini keselamtan yang penuh. Baptisan menurut Efesus dan Kolose, bukan berarti bahwa kita turut mati bersama dengan Kristus. Begitulah paham Paulus (Rm. 6:3). Kedua surat tersebut sudah menyatakan bahwa kita juga turut bangkit bersama-sama dengan Kristus (Kol. 2:12, 3:1).

       Dengan mengutip Efesus 2:5-6 yang menggunakan terminologi pembaptisan: (Allah) “telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita –oleh kasih karunia kamu diselamatkan – dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga”. Jadi, kebangkitan yang dinantikan Paulus sebagai suatu kejadian eskatologis yang akan terjadi kelak, menurut cara berpikir ini, sudah terlaksana. 

         Selain itu, tentang perjamuan kudus dalam surat Ignatius kepada jemaat di Efesus (Ign. Ad. Ef 20:2) terdapat istilah terkenal yang menyebut perjamuan kudus sebagai suatu “obat untuk ketidakfanaan” (farmakon athanasios). Dalam pelayanan sakramen itu berlangsung kejadian eskatologis. Di mana “kalau kamu seringkali berkumpul untuk perayaan itu, kuat kuasa setan akan dibinasakan” (Ign. Ad. Ef. 13:1).

5.       Jabatan Gereja

       Sehubungan dengan pelaksanaan sakramen-sakramen tersebut, jabatan gereja yang sah semakin dipentingkan. Para pejabat gereja yang ditahbisakan dengan sah diperbolehkan memimpin acara sakramen (1 Tim. 4:14; 2 Tim. 1:6). Pada abad ke-2, gereja akan mengikat kegiatan Roh Kudus pada jabatan yang sah dan resmi; imam dan awam akan berbeda tingkat dan rohaninya, dan gereja seluruhnya akan menjadi suatu lembaga yang menyelenggarakan keselamatan menurut peraturan-peraturan yang ditentukan. Gereja semakin dapat menempatkan dirinya dalam dunia dan dalam sejarah yang berlangsung terus.

          Namun, bila waktunya semakin diperpanjang, bukan hanya masa depan yang semakin terbuka, jarak terhadap masa silam pun kian hari kian jauh. Jadi, perlu bagi gereja untuk menentukan hubungannya yang langsung dengan asal-usulnya pada masa rasuli. Terutama hubungan dengan pemberitaan yang asli harus terjamin. Yang memberikan jaminan, justru para pejabat yang melalui pentahbisan mereka dimasukkan dalam urutan tradisi yang diturunkan secara murni dari zaman rasuli kepada gereja yang hidup di kemudian hari.

        Rentetan tradisi ini dapat kita temukan dalam surat Kolose: Paulus – Epafras – jemaat Kolose (Kol. 4:12-13). Gereja generasi kedua sudah memandang para rasul sebagai orang yang kudus (Ef. 3:5). Mereka bersama dengan para nabi jemaat mula-mula, merupakan dasar gereja (Ef. 2:20) yang menjamin gereja berdiri tetap teguh. Pejabat-pejabat gereja harus waspada, supaya gereja tetap berdasarkan landasan rasuli dan tidak menyimpang dari kesaksian rasuli, yang perlu terus dihayati dalam gereja setiap masanya (bnd. Juga 2 Ptr. 1:19-20). . Kita melihat semua persoalan semacam ini baru timbul dalam suatu gereja, yang sudah menyadari keadaan yang menetap dalam sejarah.Karena gereja bukanlah persekutuan pasif yang dibentuk oleh Allah dengan sewenang-wenang, melainkan persekutuan aktif sebagai rekasi terhadap tindakan penyelamatan Allah dalam diri Yesus. Dengan demikian, parousia masih jauh!

3.       Penutup: Kesimpulan dan Refleksi Teologis

        Sesungguhnya bagi Paulus harapan yang akan datang itu dalam arti terbatas sudah datang dalam diri Yesus. Sedangkan yang masih dinantikan adalah kesempurnaan atau penggenapan di masa datang secara penuh. Sekalipun mulai saat ini orang percaya telah memperoleh jaminan yang pasti akan kepenuhan keselamatan itu, namu semua masih merupakan pengharapan ke depan. Peranan Roh Kudus hadir dalam memberikan jaminan yang pasti akan kepenuhan keselamatan itu. Kerajaan Allah telah hadir dalam diri Yesus dan dalam arti tertentu telah mulai kita rasakan, bahkan telah memindahkan orang beriman dari kuasa kegelapan ke dalam kerajaan Anak Allah yang kekal.

         Eskatologi tidak hanya merupakan pandangan terhadap sejarah keselamatan, melainkan menentukan seluruh hidup orang kristiani. Dan eskatologi Paulus bukan suatu ramalan apokaliptis, melainkan suatu pemahaman Injil. Maka pengharapan Paulus mengarah kepada segala kepastian iman yang merupakan suatu pengharapan bukan soal berapa lamanya orang harus menantikan parousia tetapi bagaimana sikap orang terhadap parousia. Dan bukan hanya sikap terhadap parousia sebagai fakta yang akan datang, melainkan sikap iman terhadap parousia yang mempunyai arti hidup sekarang.

          Iman yang hidup dalam ketegangan antara “sudah dan belum” dengan sendirinya berbentuk pengharapan yang menantikan penggenapan segala janji teguh yang sudah genap dalam sejarah Yesus Kristus. Namun, disadari bahwa penggenapan dalam kemuliaan belum terlihat dan orang yang menaruh kepercayaan kepada Yesus sudah memperoleh keselamatan eskatologis. Dan keselamatan yang sudah diterima harus terwujud dalam perilaku hidup di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Beyer, Wrich. Garis-garis Besar Eskatologi Dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

DeMaris, Richard. The Colossian Controversy: Wisdom in Dispute at Colossae. Sheffield: JSOT Press,               1994.

Douglas, J. D. Ensklopedia Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1982.

Hakh, Samuel Benyamin. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina       Media Informasi, 2010.

Hendriksen, William. New Testament Commentary: Exposition of Ephesians. Grand Rapids, Michigan: Baker      Book House, 1967.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika. Jakarta: BPK Gunung Mulia,              2009.

Jacobs, Tom. Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Schweizer, Eduard. A Theological Introduction to the New Testament. Nashville: Abingdon Press, 1991.

Subandrijo, Bambang. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 1. Bandung: Bina Media Informasi, 2010.

*Paper UAS Teologi Perjanjian Baru, 2010, Semester 7 di STT Jakarta*