Rabu, 12 September 2012

SISTEM ATURAN DAN PERATURAN HKBP MENGENAI TUGAS DAN PELAYANAN PRAESES BERSAMA-SAMA DENGAN KEPALA-KEPALA BIDANG

             Menurut Aturan dan Peraturan HKBP, praeses adalah pimpinan distrik bersama-sama dengan para kepala bidang. Sedangkan bidang (kepala bidang), adalah organ yang memimpin pelayanan untuk melaksanakanTri Tugas Panggilan gereja di tingkat distrik. Bidang-bidang itu adalah bidang koinonia, bidang marturia dan bidang koinonia. 


Tugas Praeses, antara lain[1]:

a. Memimpin distrik bersama-sama dengan para bidang.

b. Menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan di distrik sesuai dengan keputusan sinode agung, Majelis Pekerja Sinode dan Rapat Pimpinan HKBP.

c. Membina dan menggembalakan pelayan-pelayan tahbisan dalam pekerjaan yang sesuai dengan tugas pelayanannya masing-masing.

d. Membimbing dan mengawasi semua kegiatan yang berkenan dengan kerohanian dan kekayaan di jemaat-jemaat dan resort-resort.

e. Memimpin Sinode Distrik, Majelis Pekerja Sinode Distrik dan Rapat Pimpinan Distrik.

f. Meresmikan jemaat-jemaat dan resort-resort baru yang sudah ditetapkan oleh pimpinan HKBP.

g. Mengunjungi jemaat-jemaat dan memimpin pesta-pesta jubileum jemaat.

h. Melantik pelayan-pelayan tahbisan peuh waktu pada jabatannya masing-masing di distrik itu.

i. Menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di jemaat dan resort yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis resort.

j. Mengawasi pelaksanaan keputusan Sinode Agung, Majelis Pekerja Sinode, Sinode Distrik, Rapat Majelis Pekerja Sinode Distrik dan Rapat Distrik.

k. Mengadakan dan memimpin rapat-rapat para pelayan tahbisa penuh waktu di distrik.

l. Mengawasi dan menerima laporan dari yayasan tentang pengeloaan lembaga-lembaga pendidikan HKBP yang ada di distrik itu.

m. Memberikan laporan dan saran kepada Ephorus tentang kemampuan perpindahan pelayan-pelayan tahbisan penuh waktu yang ada di distrik itu.

n. Membuat evaluasi dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala kepada Ephorus HKBP, dan laporan pekerjaan ke Majelis Pekerja Sinode Distrik, serta laporan tahunan ke Sinode Distrik.



Tugas kepala bidang koinonia, antara lain[2]:

a. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk memantapkab persekutuan yang sehati, sepikir dan seperasaan di jemaat-jemaat dan resort-resort yang ada di distrik itu.

b. Membangkitkan dan memelihara persekutuan di antara pelayan-pelayan di distrik itu,.

c. Membangkitkan dan memelihara persekutuan di antara kelompok-kelompok kategorial.

d. Melaksanakan kegiatan dan kebakktian bersama di tingkat distrik.

e. Mempersiapkan bahan-bahan atau materi pembinaan kategorial dan warga jemaat yang disasarkan pada program HKBP.

f. Menyusun dan mempersiapkan bentuk-bentuk liturgi yang sesuai untuk dipergunakan dalam kebatian yang mampu membangkitkan kehidupan gerejawi HKBP.

g. Menjalin persekutuan dan melaksankan kegiatan ibadah bersama dengan gereja-gereja tetangga yang ada di distrik itu.

h. Mengembangkan hubungan kemasyarakatan dengan umat beragama lain.

i. Membuat evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas kepada Praeses sesuai dengan waktu yang ditentukan.



Tugas Kepala Bidang Marturia, antara lain[3]:

a. Memikirkan dan melayankan pekerjaan pekabaran Injil kepada kelompok-kelompok khusu di tengah-tengah masyarakat.

b. Meningkatkan kemampuan para pengkhotbah dan pekabar Injil dari kalangan warga maupun pelayan jemaat.

c. Memikirkan dan mempersiapkan materi-materi pengakuan.

d. Membangkitkan dan mengembangkan kebaktian-kebaktian doa di tengah-tengah masyarakat.

e. Mewartakan Injil ke seluruh masyarakat.

f. Membuat evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas kepada Praeses sesuai dengan waktu yang ditentukan.



Tugas Kepala Bidang Diakonia, antara lain[4]:

a. Merencanakan dan melaksanakan usaha-usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan sosial di jemaat, resort dan distrik, demikian juga di tengah-tengah masyarakat.

b. Merencanakan dan melaksanakan usaha-usaha meningkatkan mutu pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan kepada warga jemaat dan masyarakat, terutama melalui lembaga-lembaga dan seksi-seki yang ada di jemaat-jemaat dan resort-resort.

c. Merencanakan dan melaksanakan usaha-usaha meningkatkan mutu kehidupan ekonomi warga jemaat dan masyarakat, terutama melalui seksi diakoni sosial dan seksi kemasyarakatan yang ada di jemaat-jemaat.

d. Merencanakan dan melaksanakan usaha-usaha untuk membantu anak-anak sekolah yang tidak mampu membayar biaya pendidikan, pengangguran, yatim piatu, penyangdang cacat fisik dan tuna wisma.

e. Mencermati perkembangan-perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dan merencanakan serta menentukan sikap dan pendapat yang perlu dari HKBP menghadapi perkembangan-perkembangan itu.

f. Membina dan mengembangka hubungan komunikatif yang baik dengan berbagai golongan masyarakat dan pemerintah.

g. Mengusahakan dana yang perlu bagi pelayanan bidang diakonis dan tetap memelihara persekutuan dengan jemaat dan resort.

h. Membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya dan menyampaikannya kepada Praeses sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.



            Berdasarkan sistem Aturan dan peraturan HKBP mengenai tugas pelayanan preses dan kepala-kepala bidang dengan sangat rinci sudah dipaparkan dengan jelas. Mengikuti pola atau sistem yang diberlakukan dalam aturan dan peraturan ini, saya menangkap bahwa sistem aturan dan peraturan yang diberlakukan cukup memadai sebagai pedoman dalam menjalankan setiap tugas yang harus dijalankan dengan baik.

            Sebagai contoh, mengenai tugas praeses yang memimpin distrik bersama-sama dengan kepala bidang. Menurut saya, hal ini merupakan suatu kata kunci dalam suatu organisasi atau stuktur dalam pelayanan di mana praeses bekerjasama dengan ketiga kepala bidang yang bekerja dalam suatu distrik melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara bersama. Dalam hal ini tampak ada keterkaitan satu sama lain, di mana praeses bersama-bersama dengan kepala bidang dapat saling membantu, bertukar pikiran dan berdialog bersama dalam menjalankan setiap kegiatan yang diemban bersama. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab yang diberikan walaupun menjadi pertanggungjawaban masing-masing, sesungguhnya menjadi pertanggungjawaban bersama karena saling terkait satu sama lain.

            Akan tetapi, dalam pelaksanaannya saya sering kali melihat bahwa tugas dan pelayanan yang dilakukan oleh praeses dan kepala-kepala bidang seolah-olah berjalan sendiri-sendiri. Maksudnya, praeses sibuk dengan urusan dan pekerjaan sendiri, begitu juga sebaliknya dengan kepala-kepala bidang. Dari paparan tugas-tugas yang harus dilaksanakan praeses, saya mencoba menambahkan satu paparan tugas lagi agar tidak hanya tersirat namum juga tersurat, yakni: bersama dengan kepala-kepala bidang menjalankan atau merealisasikan semua kegiatan atau program yang ada pada ketiga bidang pelayanan.

            Dengan demikian, akan tampak bahwa tugas praeses tidak hanya penanggung jawab secara garis besar saja melainkan juga ikut terlibat dalam seluruh bidang pelayanan. Begitu juga dengan kepala-kepala bidang lainnya juga tidak hanya terfokus pada pelayanan di bidangnya masing-masing saja, melainkan juga dapat bekerjasama dengan bidang pelayanan yang lain dalam menjalankan suatu kegiatan pelayanan bersama agar tampak jelas bahwa seluruh rangkaian kegiatan pelayanan tersebut merupakan tugas yang harus diemban secara bersama-sama.

            Selain itu, dari paparan tugas-tugas mengenai praeses dan kepala-kepala bidang pelayanan saya menangkap bahwa paparan tugas tersebut sudah sangat signifikan untuk dapat dijalankan dengan baik. Dengan kata lain, sangat perlu seluruh tugas yang dipaparkan dijalankan dengan optimal dan seutuhnya. Sebab, kegiatan-kegiatan yang ada dalam tugas-tugas tersebut merupakan suatu kekayaan yang dapat menjadi wadah untuk menyatakan Kabar Baik terhadap seluruh umat di dunia. Oleh karena itu, diperlukan juga kerjasama dengan umat baik umat dalam persekutuan jemaat maupun umat beragama lain dalam merealisasikan setiap kegiatan tersebut.

            Berdasarkan paparan yang saya kemukan di atas, maka secara garis besar rincian dan paparan tugas yang dituliskan dalam AP HKBP ini, sudah cukup memiliki sistem yang jelas yang dapat dipahami dengan baik. Oleh karena itu, pelaksanaan dari sistem tersebut pun diharapkan dapat terealisasi dengan baik. Pengrealisasian tersebut akan terwujud, menurut saya, apabila setiap komponen (dalam hal ini praeses dan ketiga kepala bidang) dapat menjalankan sistem tersebut dengan baik dan mengemban tugas dan pelayanan tersebut secara bersama-sama serta saling bekerjasama satu sama lain.



_____________________________________________






[1] AP HKBP 2002, Dung Amendemen I (Pearaja-Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011), 150-151.


[2] Ibid., 152-153.


[3] Ibid., 153-154.


[4] Ibid., 154. 


Sumber Bacaan:
AP HKBP 2002, Dung Amendemen I. Pearaja-Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011.

"Ungkapan motivasi diri yang termotivasi dari pengalaman diri"

 
“Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup, sebab pendidikan yang sesungguhnya adalah kehidupan itu sendiri.

Siapa pun yang berusaha dan tidak pernah menyerah, pasti akan mendapatkan apa yang diperjuangkannya.

Oleh karena itu, untuk bisa menang, harus tahu bisa menang. Berpikir bisa menang, dan merasakan diri bisa menang. Itulah semangat kemenangan.


Karena, kemenangan dalam segala hal bukanlah hadiah, tetapi hasil dari suatu perjuangan yang dilakukan dengan gigih dan tanpa mengenal lelah.


Dan  kesuksesan adalah kumpulan dari doa, keputusan, pilihan serta tindakan yang tersusun rapi.


Dengan demikian, proses untuk sukses itu seperti tidur. Hanya perlu terus mencoba tanpa sadar sedang berada dalam mimpi yang begitu indah.”

PENGARUH INJIL DAN BUDAYA DALAM KONFESSI HKBP 1996

  
Pasal 1

TENTANG ALLAH

Karena itu hanya Allah saja yang disembah, yang dipercayai, yang dituruti. Kita harus lebih takut, lebih mengasihi dan lebih yakin kepadaNya dari pada kepada yang lain yang ada di bumi ini. Ajaran yang meniadakan Allah dan keberadaanNya, demikian juga yang meng-allahkan ciptaan Allah, kita tolak. Kita juga menolak segala ajaran dan kebiasaan yang menyembah iblis dan kuasa kegelapan (band. R.P.P HKBP, II 2B hal 15 dan III.1.a.c.d. hal 17-180).

1.       Allah Bapa

Karena itu kita menolak ajaran yang menyangkali penciptaan Allah atas segala sesuatu, demikian juga dengan ajaran fatalisme (takdir, suratan, nasib) yang menjadikan manusia pasif saja, dan yang mengamati letak bintang dan yang menafsirkan suratan tangan.

2.       Ajaran Roh Kudus

Ajaran yang mengatakan Roh Kudus sama dengan roh-roh yang lain yang ada di dunia ini, ditolak. Dan menolak segala bentuk kerasukan roh, apakah itu upaya penjagaan diri manusia secara sadar ataupun yang lahir dari ketidaksadaran.



Pada pasal 1 kita dapat melihat hubungannya pada mitologi Batak dalam memahami Allah (Debata) dan ketritunggalan Allah. Dalam mitologi Batak, pemahaman mengenai Debata berdasar kepada 3 fungsional (Tritunggal) yang meyakini adanya Debata Na Tolu, yaitu Debata Banua Ginjang yang menguasai dunia atas, Debata Banua Tonga yang menguasai dunia tengah dan juga Debata Banua Toru yang menguasai dunia bawah. Adanya dewa-dewa tersebut adalah pembagian di dalam fungsional atau peran tugasnya. Struktur mengenai debata na tolu di dalam keyakinan mereka telah mendarah daging di dalam filosofi kehidupan orang Batak. Hal ini pun akhirnya diadopsi untuk memahami mengenai peran tugas dari ketritunggalan Allah dalam Konfessi HKBP. Akan tetapi, penekanannya bukan lagi kepada dewa-dewa tersebut melainkan pada Tuhan Allah (Debata Jahowa). Oleh karena itu, melalui konfessi ini ditekankan dengan tegas bahwa Allah yang harus disembah  bukan dewa-dewa atau kepada roh nenek moyang. 



Pasal 2

FIRMAN ALLAH

Kita menentang tindakan yang memasukkan Alkitab ke dalam peti orang mati karena berkeyakinan bahwa dengan cara itu dia dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kita menentang tindakan pemakaian Alkitab untuk memilih hari yang baik dan untuk mengetahui nasibnya.



            Sebelum kekristenan masuk ke tanah Batak, masyarakat menganut kepercayaan kepada roh nenek moyang misalnya dengan menggunakan jimat dan menyakini benda-benda lain yang dianggap memiliki kekuatah gaib (keramat). Hal ini pun akhirnya tidak dapat dipisahkan ketika Injil masuk di tanah Batak. Budaya yang telah melekat ini pun akhirnya memengaruhi pemahaman mereka mengenai Firman Allah yang dituliskan dalam Alkitab sehingga Alkitab dianggap keramat. Berdasarkan hal itu, melalui pengakuan iman ini kita mendapatkan pemahaman bahwa hal itu bertentangan dengan Firman Allah. Oleh karena itu, dengan tegas bahwa praktik kepercayaan dan keyakinan yang dilakukan sebelum kekristenan (agama suku) sangat ditentang dalam Konfessi HKBP dalam pasal 2 ini.     



Pasal 4
MASYARAKAT

Dengan ajaran ini : Kita menekankan bahwa hak azasi perempuan dan laki-laki sama, hak waris laki-laki dan perempuan sama, hubungan ayah dan ibu adalah mitra, demikian juga kesetaraan dalam kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam masyarakat. (Ef 5:21; Amsal 30;10).

Kita juga menentang kebiasaan yang menghindari pekerjaan tertentu dari perempuan, hanya karena dia perempuan, padahal dia mempunyai keterampilan untuk melakukan pekerjaan itu.



            Dalam pengakuan mengenai bagian tentang masyarakat ini, kita juga dapat melihat kaitannya dengan budaya Batak mengenai patrialisme. Berdasarkan budaya tersebut, HKBP melalui melalui pengakuan imannya ini menentang budaya patrialisme yang negatif yang tidak mengindahkan kesetaraan gender di dalamnya dan tidak memerhatikan hak asazi setiap umat manusia. Pasal ini menurut kelompok merupakan bagian yang perlu mendapat perhatian penting dan ditekankan dengan jelas dalam aspek kehidupan baik dalam gereja maupun kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.



Pasal 5
KEBUDAYAAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

Dia juga memberikan bahasa, alat-alat musik, kesenian dan pengetahuan kepada manusia sebagai alat manusia dan juga aturan untuk memuji Allah dan sebagai sarana untuk memelihara dan memperindah persahabatan antar manusia agar melalui kebudayaan, kerajaan Allah semakin besar. Tetapi kebudayaan yang bercampur kekafiran dan yang bertentangan dengan Firman Allah, harus ditolak.



Berangkat dari pasal 5 di atas sangat jelas dipaparkan bahwa dalam konfessi HKBP pemakaian bahasa, alat-alat musik, kesenian dan berhubungan dengan unsur pengetahuan boleh dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk memuji dan memuliakan Allah. Dalam hal ini, konfessi memberikan pandangan bahwa penggunaan alat musik, kesenian seperti gondang dan tortor  dapat digunakan untuk memuji dan memuliakan Allah. Dengan demikian dikatakan bahwa penggunaan alat-alat musik tradisional dan tari-tarian seperti tortor dapat digunakan dalam gereja, tetapi tetap sebagai alat memuji dan memuliakan Allah. Akantetapi penggunaan gondang dan tortor yang bercampur kekafiran atau bertentangan dengan firman Allah tidak diperkenankan digunakan dalam gereja.


Pasal 9
MAJELIS JEMAAT

Semua orang Kristen, laki-laki atau perempuan, terpanggil untuk menjadi saksi Kristus di dunia ini, selaku kaum yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, kaum yang dipimpin oleh Kristus untuk memberitakan pendamaian yang dilakukan Kristus, yang memanggil Gereja dari kegelapan ke terang. Jabatan gerejawi semua orang Kristen adalah jabatan pelayanan.



Setelah kekristenan masuk ke tanah Batak, jabatan pelayanan diberikan kepada orang yang memiliki sahala (kesaktian, kemuliaan, kebesaraan berwibawa) (Darwin 2010, 14). Oleh karena itu, orang-orang yang bersahala saja dianggap mampu melayani anggota jemaat dan dianggap mampu untuk memimpin ibadah dalam memberitakan kabar keselamatan. Bahkan ada anggapan yang mengatakan bahwa jabatan gerejawi  hanya dapat dilakukan oleh kaum laki-laki saja. Akantetapi, seiring dengan perkembangan zaman, pemahaman mengenai pelayan gerejawi sudah mulai berkembang dari pasal 9 di atas dengan jelas dipaparkan bahwa jabatan gerejawi diberikan kepada setiap orang yang terpanggil untuk melayani Tuhan.

              Jabatan Tuhan Yesus sebagai Nabi, Imam dan Raja dijabarkan HKBP dalam jabatan haparhaladoan (Pelayan) dengan lima tugas pokok, yaitu: Pertama, memberitakan Injil, Kedua, melayani Sakramen, Ketiga, mengembalakan, Keempat, menjaga kemurnian ajaran, dan  Kelima, melakukan pekerjaan diakonia. Untuk melakukan pekerjaan yang beraneka ragam, diangkat dalam gereja Rasul, Nabi, Evangelis, Gembala, Pengajar, dan Diakon. (Efesus 4: 11: Kisah Rasul 6). Setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, berhak menjadi pendeta dan menerima tahbisan tersebut dengan tugas dan tanggung jawab yang setara dengan misi Allah di dunia (Hutabarat 2005, 45). Dengan demikian laki-laki dan perempuan dapat mengambil andil dalam tugas dan panggilan gereja untuk melayani anggota jemaat. Semua orang tanpa terkecuali terpanggil untuk melayani Tuhan dan menjadi pelayan gerejawi.

 

Pasal 15
PERINGATAN AKAN ORANG YANG MENINGGAL

Kita menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang hidup dapat menerima berkat dari orang yang mati.Kita menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang mati dapat berhubungan dengan orang yang hidup dengan mendoakan arwah-arwah. Kita menentang pandangan yang mengatakan bahwa haruslah mendirikan tugu untuk menghormati orang yang mati sebagai cara menerima berkat bagi keturunannya.

Dan dengan ajaran ini :

Kita menolak semua bentuk ajaran agama kekafiran terutama ajaran tentang roh yang mengatakan : roh orang yang meninggal itu hidup, dan roh orang yang meninggal itu menjadi hantu dan roh leluhur (sumangot).

Pada waktu peringatan orang yang meninggal, baiklah kita mengingat untuk mengucap syukur kepada Allah, akan segala perbuatannya yang baik pada waktu masih hidup, tetapi tidak untuk memohon berkat dan tanda kesurupan dari yang telah meninggal itu.



Ketika HKBP menyatakan pengakuan imannya, peringatan terhadap orang yang meninggal akan terlihat pergumulan yang mendalam antara kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang batak pada umumnya dengan nilai-nilai kekristenan. Pengalaman orang-orang batak dengan kekuatan roh-roh membuat mereka mempercayai kehadiran kembali orang-orang yang telah meninggal dapat membuat dampak yang positif bagi mereka. HKBP sebagai penggagas nilai-nilai kekristenan tentunya bahwa orang-orang meninggal tersebut bukanlah hadir lagi dalam bentuk roh tetapi hadir dalam bentuk ingatan akan perbuatan baiknya di masa lampau sehingga tidak ada upaya untuk berhubungan lagi terhadap orang-orang yang telah meninggal.



Tanggapan

Menurut kelompok, pengakuan iman (Konfessi) HKBP ini sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat Batak setelah kekristenan masuk di tanah Batak. Dan hal ini juga masih relevan dalam konteks kehidupan masyarakat masa kini. Hal ini dikarenakan bahwa hubungan injil dan budaya terus mengalami perkembangan. Kini, pertanyaannya semakin diperluas, tidak melulu berkaitan dengan injil dan budaya saja, melainkan bagaimana diperhadapkan dengan konteks kehidupan masyarakat diperhadapkan dengan arus globalisasi.



Refleksi

Dalam Matius 5:13-16 Tuhan Yesus menyuruh orang Kristen untuk menggarami dan menerangi dunia. Itu artinya Tuhan Yesus menyuruh kita memengaruhi, mewarnai, merasuki, memperbaiki realitas sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada. Itu artinya sebagai orang Kristen kita dipanggil bukan untuk menjauhkan diri atau memusuhi budaya namun untuk menggarami dan meneranginya dengan firman Tuhan, kasih dan kebenaran-Nya dengan memberinya makna baru yang kristiani. Namun, sebaliknya kita juga diingatkan agar tidak terhisab atau tunduk begitu saja kepada tuntutan budaya itu! Agar dapat menggarami dan menerangi budaya kita tidak dapat bersikap ekstrim: baik menolak atau menerima secara absolut dan total.

Kita sadar sebagai orang Kristen bahwa kita hanya tunduk secara absolut kepada Kristus dan bukan kepada budaya. Sebaliknya kita juga sadar bahwa sebagai orang Kristen (di dunia) kita tidak dapat mengasingkan diri dari budaya. Lantas bagaimana? Di sinilah pentingnya membangun sikap kreatif dan kritis dalam menilai hubungan iman Kristen dan budaya Batak itu. Mana yang baik dan mana yang buruk? Mana yang relevan dengan kekristenan, Indonesia dan modernitas dan mana yang tidak lagi relevan? Apakah budaya itu dapat semakin menguatkan iman jemaat kepada Yesus Kristus?



Sumber Bacaan Lain

Hutabarat, Rainy MP. 2005. Pendeta Perempuan dan Pelayanan HKBP Peluang, Tantangan dan Harapan. Sophia: Jurnal Berteologi Perempuan Indonesia, no. 1 (Desember): 41-51.

Lumbantobing, Darwin. 2010. Ngolu Ni Huria Na Mangolu. Pematangsiantar: L-SAPA

Catatan:
Ini merupakan paper orientasi bakal calon pelayan HKBP 2012 yang telah dipresentasikan pada 30 Agustus 2012 oleh Yanti Napitupulu, Henny Panjaitan dan Erwin Panggabean.

Selasa, 11 September 2012

MASIH RELEVANKAH GELAR “OMPU I” BAGI EPHORUS HKBP SAMPAI SAAT INI?[1]

Berbicara mengenai gelar ompu i, maka yang terlintas dalam benak saya mengarah kepada panggilan untuk Ephorus HKBP yang masih saya pertanyakan, apakah gelar ini masih relevan sampai saat ini. Seperti kita tahu bahwa gelar ompu i pertama kali diberikan kepada Nommensen. Berdasarkan hal itu, melalui tulisan ini kita akan melihat bagaimana relevansi gelar ompu i ini digunakan dengan memahami arti kata ompu dan sosok Nommensen, sehingga dari hal ini kita akan melihat kesinambungannya bagi gelar Ephorus HKBP sampai saat ini.

Dalam Kamus Batak Toba yang dikarang J. Warneck, kata ompu memiliki beberapa pengertian, antara lain (Warneck 2001, 224, 253):
a. Ompu, yang berarti nenek dan kakek, yang memiliki penurunan kata berupa ompung yang berarti panggilan untuk nenek dan daompung panggilan untuk kakek.
b. Ompu, yang berarti pemilik (nampuna), yang empunya, yang memiliki.
c. Ompu, yang memiliki penurunan kata ompu-ompu yang berarti sejenis tanaman berbunga putih.

Berdasarkan ketiga pengertian di atas, saya menangkap terdapat pemahaman yang saling berkaitan pada pengertian ompu dalam pengertian pertama dan pengertian kedua. Kata ompu dalam pengertian pertama mengarah kepada struktur silsilah keturunan yang berkedudukan sebagai struktur tertinggi dalam keturunan tersebut. Sedangkan dalam pengertian kedua mengacu pada kepemilikan, yang empunya, yang menciptakan segala sesuatu.

Dari kedua pengertian ini dapat dipahami bahwa kedua pengertian tersebut memiliki persamaan yang menyatakan tentang penghormatan pada seseorang. Misalnya, kata ompu dalam pengertian pertama memiliki penurunan kata ompung sebagai wujud penghormatan untuk memanggil orang yang strukturnya lebih tinggi dalam hubungan keluarga tersebut. Dan kata ompu dalam pengertian kedua memiliki penurunan kata “nampuna” yang berarti yang empunya, sang pemilik, sang pencipta segala sesuatu.

Gelar ompu i yang pertama kali diberikan orang Batak untuk orang non-Batak adalah kepada I.L. Nommensen. Pada orang Batak masa itu, gelar ompu i tersebut digunakan kepada Sisimangaraja XII, raja yang memiliki kekuasaan atas Silindung. Pemberian gelar ompu i kepada Nommensen dikarenakan Nommensen menghormati karya nyata dalam kehidupan orang Batak dan keberhasilannya dalam melakukan penginjilan dan menyebarkan Kabar Baik bagi orang Batak (Sihombing 2012, 15).

Hal ini dilakukannya dengan menggunakan jalur budaya untuk mempelajari budaya dan adat-istiadat setempat dengan pola pikir yang hikmat dan bersahala. Selain itu, pemberian gelar ompu i juga diberikan atas penyertaan Tuhan karena selalu menjaganya sehingga upaya pembunuhan yang dilakukan selalu gagal. Karena kegagalan inilah, orang Batak pada masa itu menganggap dirinya sebagai utusan Debata Mulajadi Na Bolon (Bdk. Operet Nommensen). Dengan demikian, gelar ompu i yang diberikan kepada Nommensen memiliki makna atas penghormatan kepadanya sebagai sosoknya yang berhikmat dan dianggap orang Batak sebagai Nampuna, yang empunya.


Setelah Nommensen meninggal, gelar ompu i juga diberikan kepada Ephorus HKBP. Hal ini menyebabkan bahwa Ephorus HKBP memiliki gelar ompu i. Berdasarkan pengertian dari kata ompu i, kita dapat melihat juga fungsi dan peran ompu i dari kedua pengertian di atas dan sosok diri Nommensen. dari pengertian kata ompu pada pengertian pertama fungsi dan peran ompu sebagai sosok yang memberikan teladan, sumber berkat, tempat bertanya, mengayomi, melindungi, penasihat, penyayang dan penuh kesabaran. Fungsi dan peran pada pengertian pertama ini saya analogikan dengan sosok ompung. Berdasarkan pengalam saya, sosok ompung yang saya rasakan tergambar dari penyabaran sifat-sifat tersebut. Sosok ompung dirasakan sebagai orangtua yang berperan sebagai sahabat, pelindung, pengayom yang dilakukan tanpa ada unsur perintah.

Selain itu, berdasarkan pengertian kedua mengenai ompu sebagai nampuna memiliki fungsi dan peran sebagai sosok pemimpin tertinggi di dalam gereja HKBP. Oleh karena itu, sosok ompu i”mendapatkan penghormatan tertinggi dalam struktural HKBP. Berdasarkan fungsi dan peran ompu yang dilihat dari kedua arti kata tersebut, ternyata tampak dalam sosok prbadi Nommensen sehingga ia mendapatkan gelar tersebut.

Selanjutnya, jika dikaitkan relevansinya untuk masa kini, saya menjawab: MASIH! Hal ini dikarenakan gelar ompu i bukanlah suatu gelar yang biasa, melainkan suatu wujud penghormatan terhadap sosok pemimpin yang mencerminkan makna, fungsi dan peran dari arti kata ompu tersebut. Gelar ini pun hanya diberikan kepada Ephorus HKBP. Hal ini juga berarti sosok Ephorus HKBP yang dipahami dan diharapkan adalah sosok pemimpin yang memiliki wibawa (sahala) yang dapat memberikan teladan bagi orang Batak dan jemaat yang dipimpinnya. Dengan demikian, relevansi gelar ompu i sampai saat ini perlu diperhatikan dengan baik, dengan harapan sosok pemimpin yang diharapkan dapat bersikap yang mencerminkan akan makna, fungsi dan peran dari arti kata ompu i yakni: bersahabat, pengayom, pelindung, tempat bertanya, penasihat dan bukan yang hanya memerintah.




Sumber Bacaan dan Sumber Lainnya:
Sihombing, Sikpan. 2012. Makalah Orientasi: Informasi Awal Tentang Kekristenan di Tanah Batak.
Warneck, J. 2001. Kamus Batak Toba-Indonesia. Medan: Bina Media, 2001.
Operet Nommensen karya TB. Silalahi



[1] Paper Orientasi Bakal Calon Pelayan HKBP 2012 yang telah dipresentasikan pada 03 September 2012.