Selasa, 24 Januari 2012

MENGKHAYAL, BERMIMPI, MERENUNG DAN BERTINDAK !


SUATU PERMENUNGAN DIRI:
SEKADAR BIOGRAFI SINGKAT SEBAGAI UPAYA UNTUK BERTEOLOGI


  • Masa Kecil hingga Akhir SMA
            Jakarta, 05 Februari 1988, jam lima pagi ibu saya berjuang untuk melahirkan saya. Perjuangan ibu saya dalam melahirkan saya cukup besar karena ketika saya dilahirkan, ibu saya berjuang melahirkan saya sendiri tanpa bantuan siapa-siapa. Cukup menarik memang, mendengar kisah kelahiran saya ini, tapi cukup bermakna juga. Ketika ibu saya merasa bahwa sudah waktunya saya lahir, ayah saya pun segera membawa ke bidan, karena rumah sakit jauh dari tempat tinggal kami. Tepat jam tiga pagi mereka sudah sampai di rumah bidan tersebut. Kemudian ibu bidan mengatakan bahwa ibu saya belum saatnya melahirkan. Ibu saya disuruh istirahat dengan tidur atau jalan-jalan di sekitar rumah bidan tersebut. Mendengar hal tersebut, ibu saya pun menyuruh ayah saya untuk pulang ke rumah, untuk menjaga kakak dan abang saya yang mereka tinggalkan di rumah. Ibu saya pun mengikuti nasihat bidan dengan jalan-jalan di rumahnya. Karena lelah, ibu saya pun istirahat.
            Ketika jam menunjukkan pukul setengah lima subuh, ibu saya tidak kuat lagi menahan saya yang hendak lahir. Ibu saya pun berteriak, tapi tidak ada sahutan dari ibu bidan. Tepat pada jam 5 pagi ibu saya pun melahirkan saya dengan sendiri. Ketika separuh tubuh saya keluar, datang ibu bidan dan melihat ibu saya melahirkan sendiri. Kemudian ibu bidan pun melanjutkan proses kelahiran saya karena jika terlambat sedikit saja saya akan meninggal karena ketika ibu saya melahirkan saya sendiri, saya tidak menangis. Akhirnya dengan ditepok oleh ibu bidan saya pun segera berteriak dan menangis.
            Untuk mengenang peristiwa tersebut saya pun diberi nama Yanti, mengenang ibu bidan tersebut yang bernama Yanti. Harapan ibu saya adalah kelak saya menjadi seorang bidan ataupun orang yang berguna untuk orang lain, senantiasa dapat memberikan pertolongan ketika orang lain membutuhkan pertolongan. Padahal dulu, sebelum saya mengetahui sejarah asal usul nama ini, saya sangat tidak suka dipanggil seperti itu, karena dalam keluarga saya hanya saya yang dikasih nama mirip dengan nama orang Jawa (pemikiran saya pada waktu kecil). Saya lebih menyukai dipanggil dengan sebutan “anti” ataupun dengan nama “riama” (nama kecil dari nenek, yang akhirnya tidak tertuang dalam akte kelahiran karena nama tersebut muncul setelah akte kelahiran saya jadi). Kemudian ayah saya menambahkan nama saya dengan Purnamasari, dengan harapan kelak saya akan menjadi superstar (orang yang berprestasi dalam tarik suara seperti Ita Purnamasari). Begitu banyak khayalan dan impian dari kedua orangtua saya mengenai asal usul nama tersebut.
            Khayalan itu pun secara tidak sadar juga terjadi dalam kehidupan saya. Ketika saya masih kecil, saat usia saya lima tahun, saya bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta. Namun, saya masih belum bisa mengatakannya ketika ditanya apa cita-citsaya. Saya masih belum mengerti arti cita-cita itu. Saya hanya dapat berkhayal dan mengatakan, “jika nanti saya sudah besar dan sukses, saya hanya ingin membuat keluarga saya bangga terhadap saya dan membuat mereka bahagia”. Kata-kata itu pun melekat hingga saya beranjak menuju bangku sekolah saat di SD. Agak bermimpi memang untuk mewujudkan khayalan saya tersebut. Akan tetapi, jika setiap orang yang menanyakan apa cita-cita saya berkata demikian. Namun, dalam usia beranjak remaja, saat SMP hingga SMA, cita-cita saya tersebut mulai saya konkritkan dalam suatu jenis profesi pekerjaan, yakni menjadi seorang dokter, pilot, dan polisi. Saya mulai berusaha mewujudkan khayalan saya tersebut dengan sebuah andaian ataupun mimpi kelak saya akan menjadi salah satu dari yang saya impikan tersebut.
            Akhirnya, saya pun merenung. Entah mengapa saya memilih ketiga jenis pekerjaannya itu, yang saya sadari adalah ketiga pekerjaan tersebutlah yang mencerminkan tentang kesuksesan. Namun, diakhir SMA saya menyadari bahwa cita-cita itu bukanlah suatu profesi, melainkan suatu harapan atau impian yang hendak diraih untuk saya sendiri melainkan juga untuk sesama. Saya pun mulai memberanikan diri untuk mengatakan bahwa diri saya terpanggil untuk menjadi pelayan Tuhan yang hendak melayani sesama di dunia ini, juga berdasarkan mimpi dan khayalan saya pada saat itu. Saya berandai-andai, gimana ya kalau nanti saya jadi pendeta..hm,,saya ingin menjadi pendeta!”, khayalan saya saat itu.
           
  • Masa-masa Pergumulan dan Permenungan:
Perjuangan Masuk STT Jakarta, 1 tahun menganggur setelah Tamat SMA)
            Masuk kuliah di STT Jakarta merupakan suatu mimpi buat saya dan keluarga saya. Bagaimana tidak, saya yang notabene diprediksikan akan menjadi seorang guru, bidan, atau perawat, ternyata memilih untuk masuk di STT Jakarta. Memang, pada saat SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) angan-angan saya terlampau besar saat itu, saya memilih pilihan IPC (bisa IPA dan IPS) dengan harapan bisa masuk ke jurusan yang saya inginkan ternyata tidak terpenuhi. “Ya ialah, ujar teman saya saat itu. Bagaimana bisa masuk kalau pilihan kampus yang kau pilih itu, pilihan kampus terbaik”, ujar seorang teman pada saya saat itu. Memang saya pada saat SPMB itu memilih jurusan Teknik Industri UI, jurusan Kesehatan Masyarakat UI dan jurusan Matematika UNJ, yang rata-rata daya masuk untuk SPMB saat itu berkisar 15-25 orang se-Indonesia. Cukup membuat saya patah semangat sehingga ketika saya mengikuti ujian seleksi masuk STAN tidak begitu bersemangat dan saya pun pasrah jika tidak terima. Saya pun enggan mencari tahu apakah saya diterima atau tidak dalam ujian STAN tersebut karena saat pengumuman, sistem informasi yang dipublikasi melalui internet pada hari itu tidak berjalan dengan baik dan salah satu caranya adalah dengan melihat langsung hasilnya di kampus STAN itu sendiri. Saya jadi tambah kurang bersemangat dan akhirnya bisa menerima kalau saya tidak masuk (padahal saya belum tahu hasilnya dan melihat secara langsung). Saya malas melihat hasil tersebut karena lokasi kampus yang jauh sekali dari rumah saya.
            Akan tetapi, sebulan dari hasil pengumuman STAN itu saya terkejut karena ketika saya mampir ke SMA saya dulu saya bertemu dengan seorang guru (Bu MH) yang sudah menjadi seorang ibu pada masa SMA. Bu MH mengucapkan selamat kepada saya karena saya ternyata diterima di STAN. Saya pun kaget mendengar berita tersebut. BU MH pun menunjukkan surat pemberitahuan bahwa saya masuk di kampus tersebut. Saya pun segera menelepon pihak kampus tersebut dan menanyakan mengapa surat saya tidak sampai ke rumah saya. Ternyata saya salah menuliskan kode pos rumah saya dan yang sampai di sekolah saya itu merupakan alternatif surat yang saya tulis. Bu MH pun tidak tahu kalau surat yang diterima di sekolah saya itu tidak sampai juga ke rumah saya. Beliau kira surat itu hanya surat tembusan saja untuk memberitahu bahwa saya diterima. Bu MH saat itu pun mencoba menenangkan saya karena saya tidak mempunyai kesempatan lagi untuk daftar ulang karena besok masa Ospek telah dimulai. Cukup berkecil hati memang, tapi saya mengikhlaskannya. 
            Saat pun mulai merenungkan perjalanan masa depan saya. Saya tidak mungkin memaksa orangtua saya agar saya tetap kuliah pada waktu itu karena saya sadar bahwa kami bukanlah orang yang kaya. Orangtua saya hanya mampu membiayai sekolah saya jika saya masuk perguruan tinggi negeri. Saya pun sadar. Akhir saya tetap melanjutkan pekerjaaan saya yang sudah saya geluti semenjak SMA, yaitu menjadi pengajar les privat. Tuhan memberikan jalan karena saya dan teman-teman saya akhirnya bisa membentuk bimbingan belajar (privat) yang dibayar dari bimbingan belajar gratis (Study Club) yang saya geluti saat itu. 
            Kembali lagi pada masa itu saya berkhayal dan terus bermimpi suatu kelak saya pasti akan kuliah. Saya pun mulai bergumul dan berusaha mendapatkan jawaban dari setiap mimpi yang alami saat itu.Saat itu saya mimpi bertemu dengan sosok pria tua berjubah dan berjenggot putih (beberapa orang menafsirkan sosok itu adalah Tuhan) dan saya diajak untuk mengikut dengan-Nya. Agak aneh memang, mimpi itu tapi mimpi itu terus hadir dalam tidur saya selama dua minggu. Saya yang juga aktif dalam pelayanan gereja dan dibeberapa komunitas tumbuh bersama (KTB) di rumah berusaha mencari tahu dengan menanyakan hal itu kepada pendeta dan kakak rohani saya. Jawaban yang saya dapatkan adalah bahwa saya dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi hamba-Nya.
            Saya kaget. Saya pun mulai bergumul dan merenungkannya dalam hidup saya. Saya ingat akan khayalan yang saya sejak kecil bahkan saat SMA pernah saya impikan. Akhirnya selama 6 bulan menganggur setelah tamat SMA, saya pun segera memberitahu orangtua saya kalau saya ingin menjadi seorang pendeta. Hampir sebagian besar keluarga kaget dengan apa yang menjadi keputusan saya. Orangtua saya tidak menyangka saya akan mengambil keputusan tersebut. Mereka bimbang, karena mereka tidak memiliki uang untuk menyekolahkan saya di kampus swasta.
            Saya pun segera mengumpulkan tabungan yang selama ini saya dapatkan dari hasil mengajar sebagi seorang guru privat. Saya pun segera mencari informasi mengenai kampus atau sekolah pendeta. Setelah berdiskusi dengan pendeta saya ia memberikan masukan agar kuliah di STT Jakarta. Saya pun segera memberi formulir pendaftaran pada saat itu (Desember 2006). Saat tahun baru saya pun segera memberanikan diri untuk mengatakan bahwa saya terpanggil untuk menjadi seorang pendeta. Entah apa yang ada dibenak saya pada saat itu, saya yakin sekali dan merasa bahwa biaya bukanlah menjadi masalah, yang penting tes dulu. Orang tua saya pun sudah mulai menerima permohonan saya karena pada saat itu, amangboru (paman) saya yang dari Siantar datang ke rumah kami. Paman saya pun menanyakan kemana saya akan melanjutkan sekolah. Dan dengan spontan saya mengatakan bahawa saya ingin kuliah di sekolah pendeta. Mendengar hal itu, paman saya pun memberikan apresiasi kepada saya dan berjanji akan membantu biaya kuliah saya jika saya mau kuliah di STT HKBP. Saya pun berpikir ulang, karena takut merepotkan orangtua saya karena saya jauh dari mereka. Akhirnya paman saya pun membebaskan saya memilih dan berusaha menyakinkan orangtua saya agar mengijinkan saya kuliah di sekolah pendeta.
            Ketika masa ujian seleksi penerimaan masuk STT Jakarta tiba, daerah rumah kami kebakaran dan barang-barang yang saya bawa hanya satu tas yang berisi Alkitab, baju untuk tes, kertas karangan masuk ke STT Jakarta, dan kartu ujian. Ibu saya heran karena cuma itu saja yang saya bawa. Untunglah rumah kami tidak kena terbakar. Kemudian ibu saya meihat isi tas saya tersebut dan membaca kertas karangan saya. Ibu saya pun menangis dan memeluk saya. Ibu saya pun mengatakan kalau ia mengijinkan saya masuk ke sekolah pendeta. Ibu saya tersentuh membaca surat karangan saya tersebut karena saya menulis bahwa segala upaya yang diharapkan oleh orangtua saya selalu saya penuhi terutama dalam SPMB dan tes STAN, saya melakukan itu semua karena ingin membahagiakan kedua orangtua saya dan tidak selalu dianggap remeh oleh oranglain karena kami orang yang tidak mampu. Dengan prestasilah saya hanya dapat membuat kedua orangtua saya dilihat orang.
            Akhirnya kedua orangtua saya pun bekerja keras untuk membiayai uang kuliah setelah saya diterima di STT Jakarta. Saya menolak untuk tes ujian lagi di STT HKBP oleh paman saya, karena saya tidak mau menambah biaya orangtua saya karena jauh dari mereka. Walaupun akhirnya paman saya tidak jadi membiayai saya untuk studi di sana, saya tidak bersedih hati karena Tuhan telah menyediakan saluran berkat yang lain untuk saya. Paman saya yang lain, akhirnya membantu biaya masuk saya di STT Jakarta, dan ia tak lama kemudian meninggal di laut karena pekerjaannya. Dan saat itu saya menjadi putus asa. Akan tetapi, saya mengingat nasihat ibu saya yang mengatakan supaya saya jangan menyerah, Tuhan itu Maha Kuasa yang selalu mencukupkan apa yang kita inginkan. Kata-kata itu pun yang akhirnya memotivasi selalu dalam menjalani perkuliahan di STT Jakarta ini. Saya tidak takut untuk mengkhayal atau bermimpi, tapi saya juga tidak seenak-enaknya hanya berkhayal atau bermimpi, melainkan juga mau bekerja keras untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. 


  • Masa-masa di STT Jakarta (4,5 tahun lamanya)
            Ketika saya masuk di STT Jakarta, motto yang selalu saya ucapkan pada diri sendiri adalah: "jangan takut berkhayal dan bermimpi, Yanti, raih khayalan dan mimpi itu dengan kerja keras!". Memang, saya sangat senang berkhayal dan bermimpi. Saat saya masuk, saya berkhayal ketika saya tamat nanti minimal saya menjadi lima besar ataupun lulus dengan clum laude. Tapi saya tidak mau hanya berkhayal saja tanpa suatu kerja keras. Empat setengah tahun lamanya menjalani pengalaman di STT Jakarta membuat saya memiliki modal yang cukup besar bagi kehidupan saya terlebih membentuk karakter saya kelak jika ingin menjadi seorang pendeta. STT Jakarta sudah menjadi rumah dan laboratorium bagi saya dalam mengembangkan pemikiran saya.
            Sebelum masuk di STT Jakarta saya menganggap kampus teologi itu adalah tempat untuk membentuk seseorang menjadi pendeta. Dengan demikian, ketika saya nanti kuliah di tempat itu maka semua hal yang berkaitan dengan isi pelajaran, kedisplinan dan tingkah laku saya akan tergambar dan dipelajari di dalamnya. Namun, dugaan saya tersebut tidak sepernuhnya tepat. Saya pun mulai menyadari bahwa kuliah teologi tidak 100% akan membuat orang yang kuliah di dalamnya akan menjadi seorang pendeta, namun menjadi seorang pemimpin di segala tempat. Walaupun pada akhirnya orang tersebutlah yang akan menentukan ke mana arah tujuan dan panggilannya selama kuliah teologi.
            Selama saya kuliah teologi di STT Jakarta, saya pun mendapatkan pemahaman dan pengalaman yang baru dan cukup luas dari yang selama ini saya pahami dan rasakan. Pengalaman dan pemahaman saya mengenai Allah pun mengalami cakupan yang luas dan signifikan jika saya mendeskripsikannya. Wacana mengenai Allah kini saya pahami sebagai Allah yang turut serta dalam kehidupan manusia, terlebih kepada umat-Nya yang menderita. Allah kini tidak selalu saya pahami sebagai Tuhan yang selau memberikan sesuatu yang baik kepada umat-Nya melainkan mengajarkan kepada umat-Nya untuk mencapai hasil yang terbaik tersebut. Namun pemberian yang Allah berikan adalah pemberian yang kita dapatkan dengan jerih payah, dengan kerja keras, bukan hanya berkhayal saja tanpa suatu tindakan.
            Ketika mengikuti perkuliahan di lapanganlah saya pun dapat merasakan kehadiran Allah yang nyata dalam kehidupan saya. Allah yang selama ini diwacanakan dengan sesuatu yang abstrak melalui teori-teori yang disampaikan dalam bangku kuliah bahkan dalam khayalan saya kini dapat saya rasakan dalam praktik kenyataan di lapangan. Dalam praktik lapangan, praktik jemaat di gerja dan masa Collegium Pastorale 1 dan 2, saya merasakan kehadiran Allah nyata dalam kehidupan saya, di mana melalui orang-orang yang temui selama masa praktik tersebut. Allah yang transeden kini dapat saya rasakan dalam bentuk yang imanen.
            Selain itu, pemahaman saya mengenai Allah semakin berkembang dengan pembangan yang luas juga dipengaruhi dari teori-teori yang disampaikan dalam bangku kuliah. Dalam kuliah teologi agama-agama, teologi sosial, teologi feminis, kristologi, dogmatika, biblika, saya mendapatkan gambaran mengenai Allah itu sendiri yang dapat diaplikasikan dengan teologi lainnya dalam perjumpaan dengan agama lain, aliran-aliran lain, agama dan masyarakat, misiologi, eklesiologi, pendidikan kristiani, dan etika kristen.
            Dalam berbagai teori yang dikemukakan tersebut, saya mendapat suatu pencerahan atau pemahaman yang baru dan bermanfaat dalam perkembangan diri saya terlebih ketika nanti saya menjadi seorang pendeta. Pemahaman mengenai Allah dalam teori dan praktik dapat saya selaraskan dengan baik sehingga ketika kelak saya menjadi seorang pendeta ‘modal-modal’ tersebut dapat membantu saya dalam mewartakannya kepada sesama.
            Teologi menurut saya tidak hanya semata-mata sebagai wacana yang selalu diperbincangkan tanpa suatu aksi atau tindakan yang nyata. Sebab teologi itu merupakan suatu proses pencarian mengenai Allah itu sendiri dengan didasari pada suatu tindakan atau aksi yang nyata. Belajar dalam proses pencarian tersebut memerlukan pengalaman dari diri yang kemudian digumuli dan direfleksikan untuk kepentingan bersama dan kepada sesama.
            Hal ini didasari dari pengalaman hidup saya yang tinggal dan dibesarkan di lingkungan sosial yang cukup termajinalkan. Saya hidup dengan pola hidup dari keluarga yang cukup sederhana dan miskin secara materi. Saya/span juga hidup dan melihat dengan nyata sejak masa kecil kehidupan orang yang sangat miskin di dunia ini. Padahal saya pikir keluarga saya adalah keluarga yang miskin, ternyata di luar dari rumah saya masih banyak orang-orang yang lebih miskin dari saya bahkan seperti tidak dipedulikan oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Ditambah lagi setelah mengalami masa-masa praktik di lapangan yang juga mempertemukan saya kepada realitas yang sama maka dengan melihat, merasakan, dan mengalami langsung realitas yang terjadi menyebabkan saya memaknai teologi sebagai sesuatu yang ‘praksis’ dilakukan dengan suatu tindakan nyata.
            Teologi sebagai praksis yang nyata dalam kehidupan merupakan suatu motto dan tujuan saya dalam memahami suatu kehidupan ini. Allah yang diwacanakan secara abstrak sebisa mungkin saya konkritkan dengan suatu tindakan nyata yang dapat saya bagikan kepada sesama manusia tanpa membeda-bedakan siapa, dari mana, asal-usul mereka melainkan melihat bahwa mereka adalah makhluk ciptaan-Nya yang sama-sama diciptakan oleh Allah sebagaimana saya juga diciptakan oleh-Nya.
            Kini, dasar itulah yang selalu menjadi pedoman saya ketika saya menghadirkan Allah di tengah realitas kehidupan yang ada sebab Allah bukanlah Allah yang pasif, melainkan Allah yang aktif dan terus menerus menggerakkan setiap umat-Nya untuk menyatakan kabar baik bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian semakin jelaslah bahwa suatu wacana mengenai Allah tidak menjadi sesuatu yang melulu transeden melainkan juga imanen yang dapat saya rasakan dan bagikan untuk orang lain di sekitar kehidupan saya dan menjadi modal saya kelak ketika saya menjadi seorang hamba atau pelayan Tuhan yang menjadi alat untuk menyatakan kabar baik atau misi Allah di dalam kehidupan ini.
            Berdasarkan pengalaman hidup saya hingga saat inilah yang akhirnya saya dapat mengatakan bahwa teologi yang saya dapatkan adalah sebuah teologi yang dimulai dari suatu khayalan atau mimpi-mimpi yang akhirnya saya renungkan dan mendapatkan suatu hasil permenungan tersebut dengan tindakan yang dilakukan. Ketika saya bertanya dalam hati saya mengapa saya harus menderita atau mengalami penderitaan, saya pun mengkhayal untuk tidak menderita dan berusaha mewujudkan mimpi itu dengan berusaha dan bertindak agar tidak mengalami ataupun dapat menjalani penderitaan tersebut tanpa harus menderita. Begitu halnya dengan berteologi. Berteologi tanpa suatu aksi-refleksi itu sama halnya dengan suatu wacana belaka saja yang hanya bisa dikhayalkan tanpa berusaha untuk mewujudkannya menjadi suatu kenyataan !


Sabtu, 21 Januari 2012

Belajar Mencintai...

 Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, Itupun adalah kesempatan. Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi,..Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih untuk mencintainya,.Itulah pilihan. Perasaan cinta, simpatik, tertarik, Datang bagai kesempatan pada kita.Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, Ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil" Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang. Yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak... Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, Adalah pilihan yang harus kita lakukan. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.... >>>Love, Care n Pray

Hanyalah Hari Ini...

Seorang bijak pernah berkata, bahwa ada dua hari dalam hidup ini yang sama sekali tak perlu anda khawatirkan.



Yang pertama; hari kemarin..

Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.

Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.

Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan; dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.

Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja.



Yang kedua: hari esok.

Hingga mentari esok hari terbit, anda tak tahu apa yang akan terjadi.

Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.

Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.

Esok hari belum tiba; biarkan saja.



Yang tersisa kini hanyalah hari ini..

Pintu masa lalu telah tertutup; pintu masa depan pun belum tiba.

Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.

Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.





Hiduplah hari ini.

Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.

Hiduplah apa adanya.

Karena yang ada hanyalah hari ini; hari ini yang abadi.

Jangan Pernah Menyerah...

 Jangan Pernah Menyerah...


Di saat kau kecewa...


Pada kenyataan di hidupmu...


Yang kerap kali hanya membuatmu merasa kegagalan dan tak berdaya...


Di waktu kau terjatuh...


Pada saat melewati harimu...


Jadikan semua pelajaran berharga untuk melewati hari-hari depanmu...


Jangan pernah menyerah pada kegagalan..


Kegagalan adalah kemenangan yang tertunda...


Coba atur lagi langkahmu yang pasti...


Pasti membawamu untuk lebih tinggi...


Di saat kau terlena...


Dan terluka akan cinta....


Cobalah untuk ambil hikmah yang t'lah terjadi....


Untuk membawamu lebih tinggi....


Jadikan semua pelajaran berharga untuk melewati hari-hari depanmu...

Berkacalah....

Berkacalah Pada Diri Sendiri...

Ketika dua cermin saling berhadapan, muncul pantulan yang tak terhingga.

Begitulah bila anda mau bercermin pada diri sendiri.

Akan anda temukan bayangan yang tak terhingga.

Bayangan itu adalah kemampuan yang luar biasa; ketakterbatasan yang memberi kekuatan untuk menembus batas rintangan diri.

Berkacalah pada diri sendiri, dan temukan kekuatan itu.

Singkirkan cermin diri orang lain.

Di sana hanya terlihat kekurangan dan kelemahan anda yang akan memupuk ketidakpuasan saja.

Dan ini akan menjerumuskan anda ke dalam jurang kekecewaan.

Anda bukan orang lain.

Anda adalah anda yang memiliki jalan keberhasilan sendiri.

Mulailah hari ini dengan menatap wajah anda.

Carilah bayangan yang tak terhingga itu.

Di sana ada kekuatan yang akan membawa anda ke puncak keberhasilan. 

.....4 Lilin Yang Menyala....

 Ada 4 lilin yang menyala, sedikit demi sedikit lilin tersebut habis meleleh dan suasana terasa begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka. Yang pertama berkata, "Aku adalah DAMAI. Namun manusia tak mampu menjagaku maka lebih baik aku mematikan diriku saja!" Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam. Yang kedua berkata, "Aku adalah IMAN. Sayang aku tidak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala." Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Dengan sedih lilin ketiga bicara, "Aku adalah CINTA. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya. " Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah lilin ketiga. Tanpa terduga..., seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata, "Ekh, apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan!" Lalu ia menangis tersedu-sedu. Lalu dengan terharu lilin keempat berkata, "Jangan takut. Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga lilin lainnya. Akulah HARAPAN." Dengan mata bersinar, sang anak mengambil lilin HARAPAN, lalu menyalakan ketiga lilin lainnya. ************ ********* ********* ********* ********* ********* ********* ********* ********* ********* ********* ***** Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN. Harapan yang ada dalam hati kita. Semoga kita dapat menjadi alat, seperti anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali DAMAI, IMAN dan CINTA dengan HARAPAN-nya.

RISIKO

Mencintai berisiko tidak dicintai.







Hidup berisiko kematian.

Berharap berisiko berputus asa.

Mencoba berisiko kegagalan.

Namun risiko harus di ambil, karena risiko terbesar dalam hidup adalah tidak mengambil risiko.

Org yang tidak mengambil risiko tidak melakukan apa2, tidak memiliki apa2, dan bukan siapa-siapa.

Ia menghindari penderitaan dan kesusahan ,tapi ia tidak blajar,tumbuh dan hidup.

Hanya org yang mengambil risiko yang akan meraih kebebasan.

Membaca Alkitab dari Perspektif Perempuan


Pengantar
            Dominasi peran dan status laki-laki hampir terjadi dalam setiap aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan berjemaat dan bergereja. Tidak hanya itu, hal itu juga berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan gereja, baik dalam aras sinodal maupun gereja lokal juga terjadi dominasi status dan peran laki-laki. Hal inilah yang akhirnya memunculkan gerakan feminis baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keagamaan. Maka itulah muncul teolog feminis dan feminis Kristen.  

Alkitab dan Perempuan menurut Claire-Barth
Menurut Marie Claire Barth, perempuan dianggap sebagai sebuah subjek yang sedang mencari sejarah serta jati dirinya dan tidak bersedia menyamakan dirinya dengan laki-laki saja. Marie Claire Barth mengatakan bahwa perempuan itu tidak dapat dilihat berdasarkan kodratnya, pola masyarakat dan budaya yang terbentuk, pemikiran-pemikiran melainkan perempuan harus dilihat berdasarkan pengalaman mereka, yang membawa mereka pada sebauh usaha untuk membebaskan diri dari pola dan tatanan laki-laki.
Demikian halnya dengan teologi feminis. Teologi feminis berusaha mencari pembebasan dari sebuah sistem dan pola patriarkat untuk menuju sebuah hubungan baru. Dalam hal ini terjadi sebuah perubahan yang mana pihak yang tadi berkuasa akhirnya bersedia melepaskan tuntutan dan kesombangannya untuk mau dan rela membuka diri pada pihak yang lemah. Dengan demikian, diharapkan terjadinya sebuah perkembangan persekutuan baru di antara mitra yang sederajat sebagai sesama makhluk Allah dan saudara Yesus.
              Menurut Claire Barth, Alkitab dibentuk oleh kaum laki-laki dalam sebuah konteks budaya patriakal sehingga banyak pengalaman dan pernyataan ditafsirkan oleh kaum laki-laki dari sudut pandang patriakal (Barth 2006, 28). Upaya penafsiran pun dari waktu ke waktu serta proses kanonisasi yang terjadi turut menunjang pemahaman patriakal dan meniadakan hal-hal yang masih tersirat tentang pengalaman perempuan. Sederhananya, Alkitab dapat dikatakan masih terpelihara dan ditafsirkan secara androsentris. Maka dari itu, teologi feminis berusaha melakukan pembaharuan dengan melihat Alkitab sebagai sebuah patokan yang memberdayakan perempuan untuk melawan ketidakadilan, bukan justru sebagai sesuatu yang melegitimasi perempuan kepada kelas dua.

Improvisasi Teologi dalam Pemikiran Maria Claire Barth
            Menurut kelompok, improvisasi teologi merupakan sebuah usaha yang lahir dari sensitifitas terhadap pengalaman manusia dan konsep teologi yang sudah ada dan mengarah pada pola aksi-reaksi yang bertujuan untuk mengembangkan, memperkaya, memperluas bahkan menghasilkan sebuah konsep teologi yang lebih seimbang. Maria Claire Barth, seorang teolog feminis Kristen juga melakukan sebuah improvisasi teologi dalam karyanya.
Dalam upaya melakukan sebuah improvisasi teologi, Claire Barth mencoba melihat hal yang paling mendasar yakni dalam hal menafsir Alkitab. Menurutnya, adalah baik untuk membaca Alkitab dengan mata baru. Salah satu caranya ialah membaca Alkitab dari pengalaman perempuan. Claire Barth memberikan beberapa metode dalam menafsirkan Alkitab, yakni dengan:
·         bertolak dari pengalaman perempuan yang dapat diikutsertakan untuk menceritakan pengalaman mereka dalam menentukan tradisi,
·         melihat Alkitab sebagai patokan yang memberdayakan perempuan untuk melawan ketidakadilan yang diderita mereka,
·         mencari kriteria di luar Alkitab yang memusatkan perhatian pada perjuangan setiap perempuan dan laki-laki untuk mengatasi tatanan kuasa patriarki yang menyangkal kemanusiaan,
·         Alkitab harus dibaca dari sudut pandang yang lain. Alkitab dilihat dari titik tolak dari agama dan kebudayaan sendiri sehingga membutuhkan kerendahan hati dalam cara berpikir.
Beberapa metode inilah yang merupakan bentuk upaya dari improvisasi teologis tersebut. Hal ini juga sekaligus wujud atau bentuk nyata hasil dari sebuah sensitifitas dari Claire Barth dalam melihat dan menganalisis sebuah situasi atau keadaan yang terbentuk.
            Dari sensitifitas tersebut, tahap selanjutnya ialah melakukan sebuah pola aksi-reaksi yang bertujuan mengembangkan, memperkaya, memperluas, bahkan menghasilkan sebuah konsep teologi yang lebih seimbang. Hal ini nyata dengan uraian Claire Barth dalam memberikan sebuah konsep penafsiran teologis yang baru. Claire Barth memaparkan konsep teologis barunya dalam Allah, dan perempuan membaca surat-surat rasuli. Tentunya, merupakan sebuah proses yang panjang untuk memaparkan dan menguraikan konsep teologisnya yang baru dalam paper ini. Kelompok akan mencoba memberikan beberapa contoh sederhana saja dari tiap bagian tersebut.
            Dalam kisah Penciptaan (PL), perempuan diciptakan sebagai penolong yang sepadan (Barth 2006, 44). Tentunya secara logika jika dikatakan sebagai penolong, karakter yang harus utama dalam diri penolong tersebut setidaknya adalah lebih tinggi atau setingkat. Dari kisah Injil kerajaaan Allah, hal yang utama ialah bagaimana peran besar dari perempuan sebagai saksi utama kebangkitan Yesus. Tindakan para perempuan yang merawat mayat Yesus, pergi ke kubur pertama kali, Yesus yang menekankan prioritas perempuan menunjukkan betapa besarnya peran perempuan. Terakhir dari membaca surat-surat rasuli seperti konsep tatanan rumah tangga yang mana pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki status yang sama yaitu saling merendahkan diri.   

Tindakan Aksi-Refleksi
            Dalam kehidupan pelayanan di gereja, perempuan dianggap tidak memiliki peranan yang berarti. Perempuan baru dianggap melayani ketika ia berada dalam ranah domestik, padahal jika kita lihat dalam setiap kegiatan atau pelayanan di gereja justru perempuan yang memiliki peranan yang berarti. Kelompok mengutip pendapat Wu Fu Ya dalam artikelnya “Kaum perempuan dan Gereja”, mengemukakan bahwa dalam wawancara-wawancaranya, kebanyakan perempuan mengatakan, mereka yakin bahwa kaumnya telah banyak melakukan karya gerejawi. Malah pada umumnya sumbangan mereka lebih banyak daripada sumbangan laki-laki. Para istri yang tidak bekerja di luar rumah dalam usia antara 40-60 tahun khususnya, merupakan tulang punggung pelayanan gereja (Wu Fu Ya 1999, 224).
Kaum perempuan tidak hanya berpartisipasi aktif dalam berbagai pelayanan. Mereka pun sangat berkepentingan dengan kebutuhan finansial komunitas iman dan pelayanan. Selain itu, partisipasi perempuan dalam tingkat pengambilan keputusan yang lebih tinggi memang rendah. Pada tingkat Sinode jelas bahwa hanya segelintir perempuan yang dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan. Bahkan perempuan merasakan bahwa mereka didiskriminasi dari rekan-rekan laki-laki mereka bila mereka mampu untuk berbicara. Melalui pemikiran Maria Claire dapat dikatakan bahwa perempuan memberikan sumbangsih besar dalam pengembangan pelayanan gereja. Semua itu dapat dilihat dari pengalaman perempuan yang membentu proses pelayanan gereja.

DAFTAR PUSTAKA
Barth, Marie Claire. 2006. Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Wu Fu Ya. 1999. Kaum Perempuan dan Gereja. Dalam Berikan Air Hidup Itu. Persetia: STT Jakarta.














line-height: normal; margin-bottom: 0pt; text-align: left;

Khotbah saat CP II di GKP Tanah Tinggi

 
Markus 5: 25-34
“Berharaplah kepada Allah, mendekatlah pada-Nya, dan bersukacitalah!!”

Poin khotbah yang mau diangkat:
1.      Apapun pergumulanmu, berharaplah pada Tuhan.
2.      Pengharapan itu membutuhkan jerih lelah, bukan berlehah-lehah. Butuh kerendahan diri dalam berharap pada-Nya.
3.      Pengharapan kepada Tuhan, Tidak akan sia-sia. Pasti ada hasilnya! Yakni: sukacita dan damai sejahtera dari Allah yang selalu menyertai kehidupan kita. à diaplikasikan ke perjamuan kudus.

Teks Khotbah
            Syaloom bapak-bapak/ibu-ibu... Sekarang ini kita sedang berada dalam situasi yang sulit. Banyak orang takut, cemas dan bimbang dalam hidupnya. Kita banyak menyaksikan hal-hal yang mengejutkan, yang sebelumnya mungkin tidak pernah terpikirkan. Sebagai contoh, akhir-akhir ini, orang yang tinggal di Jakarta mengalami kekuatiran, sebab menurut para ahli, setiap tahun tanah kota Jakarta turun 5 centimeter. Dan diprediksi bahwa dalam beberapa tahun ke depan kota Jakarta bisa tenggelam.. padahal itu hanya prediksi saja...baru hanya prediksi atau berita yang belum yang pasti saja kita sudah kuatir,..bagaimana jika hal itu terjadi? bagaimana kalau hal yang terburuk itu terjadi pada kita?
            Orangtua ketika anaknya sudah mengalami flu saja,,repotnya minta ampun,,sesegara mungkin ia langsung anaknya di bawa ke dokter terdekat atau mungkin langsung ke rumah sakit. Dengan berbagai upaya dilakukan agar anaknya tidak terserang penyakit. Karena siapa sih yang mau terserang penyakit? Sebisa mungkin kita segera menjauhi setiap penyakit yang akan menyerang tubuh kita,, karena hal itu menyakitkan tuk kita.. Lantas bapa, ibu, saudara yang terkasih bagaimana jika hal-hal tersebut,,bahkan hal yang terburuk itu terjadi di dalam kehidupan kita?
            Melalui bacaan ini, kita belajar dari seorang perempuan pendarahan yang kita baca dalam teks ini. Perempuan yang mengalami pendarahan dalam teks ini juga mengalami perasaan yang sama saat penyakit pendarahan ia derita. Ia tidak mau memiliki penyakit pendarahan tersebut, makanya ia juga berusaha terus menerus agar ia mendapatkan penyembuhan.. Bayangkan saja bapak/ibu, saudara/i yang terkasih, sudah 12 tahun perempuan tersebut mengalami pendarahan di dalam tubuhnya. Bisa kita bayangkan jika setiap hari perempuan tersebut mengeluarkan darah terus menerus. Dan hal yang paling membuat perempuan tersebut menderita adalah, bahwa penyakit yang ia derita ini dianggap penyakit yang menjijikkan atau penyakit yang dianggap sebagai kutukan oleh masyarakat Yahudi pada saat itu karena sudah bertahun-tahun tidak bisa disembuhkan.. apalagi ditambah lagi dengan peran dan kedudukannya sebagai seorang perempuan dalam tradisi yahudi yang dianggap sebagai warga kelas dua..yang termajinalkan.. dengan demikian, dapat kita simpulkan bagaimana menderitanya perempuan tersebut dengan pergumulan yang ia alami saat itu.
            Namun di tengah penderitaaan yang dialami oleh perempuan tersebut bapak-bapak, ibu-ibu yang terkasih, perempuan tersebut tidak hanya pasrah saja dalam menjalani masa penderitaannya.. Namun perempuan tersebut tetap.... (poin 1: berharap pada Allah),  Ia menyerahkan pergumulan-Nya kepada Yesus dengan hanya menjamah jubah Yesus saja perempuan tersebut berharap dan yakin Yesus akan menyembuhkan. Mengapa perempuan ini yakin bahwa Yesus dapat menyelamatkannya? Padahal sudah 12 tahun ia menderita. Ternyata bapak, ibu, dahulu tahu bahwa akan ada penyelamat walaupun ia belum mengenal namun sudah menyakini bahwa Yesus akan menyembuh. Ia selamat.
            Kitab-kitab Injil sering kali mengisahkan tentang orang sakit yang menjamah Yesus (Mr 3:10; 5:27-34; 6:56) atau Yesus yang menjamah mereka (Mr 1:41-42; 7:33-35; Mat 8:3,15; 9:29-30; 20:34; Luk 5:13; Luk 7:14-15; 22:51). Sentuhan dan kehadiran Yesus itulah yang terutama. Sentuhan-Nya berkuasa untuk menyembuhkan karena Ia mengasihani kelemahan kita dan Ia adalah sumber kasih karunia dan kehidupan (Ibr 4:16). Tanggung jawab kita dalam mendambakan kesembuhan adalah mendekatkan diri kepada Yesus serta hidup di hadapan-Nya..
            Namun, bapa, ibu, saudara yang terkasih. Pengharapan kita kepada Allah bukannya merupakan sesuatu yang gampang ada lika-liku yang terjadi dan inilah yang menjadi pon kedua yang dapat pahami dari kisah ini Bapak/ibu, saudara yang terkasih adalah walaupun di tengah penderitaan yang ia alami, ia terus berjuang untuk mendapatkan kesembuhan. Segala cara ia lakukan dan ia tidak pantang menyerah. Di sinilah hal yang patut kita pelajari dari sosok perempuan tersebut. Ia tidak pantang menyerah. (lihat ayat 25-27).
             Di tengah kelemahan fisik yang ia jalani ia tidak pernah lelah tuk mendapatkan kesembuhan. Apapun itu rintangannya, walaupun ia gagal namun ia tetap berjuang, sabar, gigih dan tabah untuk menjalani penderitaannya..itu poin kedua yang dapat kita pelajari.
            Selanjutnya, bapak/ibu, saudara yang terkasih, mengapa perempuan tersebut dapat tetap teguh. (1 korintus 15: 58), tidak goyah. Sebab kita tahu bahwa pengharap kita dengan Tuhan tidak akan sia-sia. begitu juga dengan perkataan yang diucapkan oleh Pemazmur dalam pasalnya yang ke-42 ayat 6. Bahwa Pengharapan kepada Allah sungguh indah dan tidak mengecewakan. Pengharapan kepada manusia hanya sia sia dan bersifat sementara tetapi di dalam Tuhan, kita menemukan pertolongan. Tetapi sebagai orang percaya kita yakin bahwa apapun dan sebesar apapun ancaman yang menerpa hidup kita, Tuhan pasti memelihara dan melindungi.
            Ilustrasi: jemaat yang mencurahkan pergumulannya yang kepada pendeta dan belum dijawab,... namun ingat setia doa yang kita panjatkan itu semuanya di JAWAB namun BELUM TENTU DIKABULKAN. Dan inilah cirinya jika kita menjadi orang yang beriman kepada Tuhan.. bukan hasil yang kita petik..namun prosesnya..dan proses pengharapan kepada Tuhan itu yang menjadi kunci sukses kita.
             (Masuk ke aplikasi.. refleksinya: penekanannya untuk minggu depan perjamuan kudus dan melihat video....(heavenly hope).. Dengan melihat video ini kita dapat belajar bahwa Pengharapan kepada Tuhan tidak akan sia-sia.
Sama seperti lagu dari NKB 128 “Ku berserah kepada Allahku”. Bukan berarti Allah tidak menjaga kita justru ia selalu menjaga kita
selesai....
            Semoga di masa kita mempersiapkan diri dalam melakukan perjamuan kudus kita senantiasa dikuatkan oleh Allah dengan tetap berharap pada-Nya akan apapu pergumulan kita dan kita senantiasa berusaha mendekatkan diri pada-Nya, sebab semuanya tidak ada yang sia-sia.. Karena Kasih Allah kekal adanya dan Allah memiliki kerinduan untuk memenuhi kebutuhan kita Amin.. J

GKP Tanah Tinggi, Minggu, 03 Juli 2011
Yanti P. Napitupulu
CP 2

KONSELING KELUARGA

 1.         Pengertian Keluarga Secara Umum dan dalam Kekristenan
            Secara umum keluarga itu terdiri dari ibu, bapak, beserta anak-anaknya seisi rumah.  Keluarga adalah orang seisi rumah yang menjadi tanggungan.  Keluarga adalah sanak saudara atau kaum kerabat (Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan 1994, 471). Clinebell berpendapat bahwa ada tiga jenis keluarga dalam masyarakat modern dan dalam gereja. Pertama, keluarga tradisional yang terdiri dari dua orangtua, keluarga dengan satu orangtua, pasangan suami-istri tanpa anak-anak karena mereka tidak bermaksud mempunyai anak, dan keluarga yang terdiri dari tiga angkatan yaitu kakek/nenek, suami-istri, dan anak-anak.  Kedua, hubungan yang bermacam-macam dijalin dengan sengaja.  Hubungan seerti ini menjadi keluarga bagi orang dewasa yang tidak menikah.  Ketiga, sistem dukungan pemeliharaan yang terdiri dari teman-teman. Ini merupakan keluarga bagi kebanyakan orang yang hidup membujang (Clinebell 2002, 372). 
            Menurut Nathan Ackerman, keluarga juga dapat disebut sebagai sistem sosial atau organisme.  Istilah “organisme” yang dimaksudnya ialah kualitas proses hidup, kesatuan fungsional, dan jalan kehidupan alamiah keluarga yang terdiri dari pengecambahan, kelahiran, pertumbuhan, kemampunan menyelesaikan diri kepada perubahan dan krisis, kemerosotan secara perlahan, dan pada waktunya terputusnya keluarga lama menjadi keluarga baru.  Apa pun yang mempengaruhi salah satu bagian dari organisme keluarga, secara otomatis akan mempengaruhi semua bagian lainnya. Bahkan, ada hal yang saling mempengaruhi secara negatif terdapat dalam semua keluarga yang bermasalah. Biasanya keluarga itu akan mencari bantuan ke luar keluarganya.  Karena keluarga berfungsi sebagai organisme atau sistem sosial, maka secara logis keluarga dapat memperkuat keluarga yang sehat dan merawat keluarga yang kurang sehat sebagai suatu unit. Di sinilah tugas penyuluhan dan terapi keluarga (Clinebell 2002, 393)            Konsep tentang keluarga berasal dari Allah.  Allah adalah sumber segala sesuatu. Keluarga asli yang sekaligus mesti jadi teladan adalah keluarga yang yang tergambar dan dinyatakan dalam sifat-sifat serta keberadaan Allah. Wahyu yang difirmankan mengenai Keilahian yang kekal adalah Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus (Mat.28:19; 2 Kor.13:14) (Iverson 1991, 11). “Keluarga Ilahi” diwahyukan dalam pribadi Bapa, Anak, dan Roh Kudus.  Konsep keluarga ini diwahyukan dalam ketritunggalan dan keberadaan Allah: Bapa, Anak, dan Roh Kudus.  

            Pembentukan keluarga (rumah tangga) adalah “berkat” yang telah diberikan Allah kepada manusia waktu manusia diciptakan. Sebagai manusia yang bertanggungjawab, manusia juga mempunyai tanggung-jawab terhadap pembentukan keluarganya.  Orangtua memiliki tanggung-jawab yang besar dalam mendidik anak-anak.  Orangtua tidak hanya bertugas untuk melahirkan anak, tetapi juga orangtua harus membesarkan dan mendidik anak-anaknya untuk menjadi orang-orang yang baik dan bertanggungjawab (Abineno 1982, 65-68). 

2.         Konseling Keluarga
            Konseling adalah suatu tindakan yang diberikan kepada seseorang agar ia dapat mengatur hidupnya sendiri, dapat mengembangkan pendapatnya sendiri, dapat mengambil keputusan serta dapat memikul bebannya sendiri sehingga tercapailah tujuan konseling agar dapat menjadi manusia yang sehat dan yang menghargai hidup serta mampu memberikan partisipasi dan kontribusinya dalam masyarakat (Tukan 1986, 36). Sedangkan arti dari keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
            Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga. Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Konseling keluarga bertujuan membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan anggota keluarga. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa apabila salah seorang anggota keluarga memiliki permasalahan, hal itu akan berpengaruh terhadap persepsi, harapan, dan interaksi anggota keluarga lainnya. Memperjuangkan (dalam konseling), sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan. Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain (Clinebell 2002, 372-375).

3.         Model Konseling Keluarga
            3.1       Terapi (Pastoral) Keluarga
            Family therapy atau Terapi Keluarga mulai berkembang pada tahun 1950. Terapi keluarga merupakan suatu metode yang menggunakan pendekatan struktural dalam menangani masalah keluarga. Titik tolak dari pendekatan ini ialah pendapat bahwa keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil. Jika salah seorang anggota keluarga mengalami masalah-masalah yang menganggu keseimbangan dirinya atau penampilan tingkah lakunya maka seluruh anggota keluarga yang lain akan juga mengikuti gangguan atau goncangan itu (Tukan 1986, 63).
            Dalam pendekatan pastoral, semua tindakan terapi atau penyembuhan dilakukan dengan kegiatan dari Roh Kudus dan membuat hidup anggota keluarga lebih bermakna dalam kaitannya dengan tujuan Allah bagi kehidupan manusia. Terapi pastoral keluarga ini menggunakan komunikasi metaforik, penyembuhan kata-kata yang bertanggung jawab atas metafora pikiran anggota keluarga di mana Roh Kudus berperan di dalamnya untuk menggabungkan aktivitas otak kanan dan kiri. Di mana pusat aspek otak kanan dalam terapi ini mengandalkan sumber daya mereka sendiri dalam metafora pikiran dan dimensi otak kiri diungkapkan melalui kerangka konseptual sistematis dan metodologi intervensi (Douglas 1980, 69).
            Metafora pikiran dilakukan dengan melakukan terapi kepercayaan yang bertujuan untuk menjalin relasi dengan orang lain dan Allah dengan penuh kasih (Douglas 1980, 69). Sedangkan kerangka konseptual sistematis digunakan untuk membantu menjawab pertanyaan mengenai: (1) Apa dan bagaimana keluarga berfungsi secara efektif? (2) Bagaimana kerusakan keluarga? (3) Bagaimana perubahan yang dilakukan keluarga untuk pemulihan yang efektif? Bagaimana mengubah keluarga difasilitasi oleh intervensi terapi? (Douglas 1980, 71) Dan metodologi intervensi tersebut dilakukan dengan jenis kegiatan: (1) bergabung dengan keluarga sebagai anggota yang efektif, (2) menilai masalah keluarga, (3) perencanaan dan kontrak dengan keluarga untuk perubahan, (4) melaksanakan rencana untuk perubahan, dan (5) meninggalkan keluarga sambil membantu mereka mengintegrasikan perubahan yang dilakukan. Masing-masing kegiatan dilakukan ini terpisah dengan tujuan yang berbeda-beda (Douglas 1980, 73).
            Keberhasilan dari family therapy tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan kepribadian dari terafis serta penerimaan terafi. Maka faktor penerimaan dari keluarga sangatlah penting. Kadangkala terapi untuk anak atau remaja menjadi gagal karena kurang adanya kesediaan orangtua untuk terlibat dalam terapi. Kalau pun mereka bersedia maka partisipannya tidak penuh. Orangtua merasa tidak mempunyai masalah. Padahal orangtua lupa bahwa ketika memasuki masa remaja justru anaknya sangat membutuhkan pendampingan dari orangtua. Halangan lainnya yang dijumpai dalam family therapy ialah anak tidak secara bebas terbuka di hadapan orangtua. Padahal keterbukaan dan kebebasan sangat perlu dalam terapi (Tukan 1986, 64).
            Untuk menjalankan family therapy maka konselor maka konselor perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini (Tukan 1986, 64):
a. Tidak semua masalah orangtua atau masalah anak harus ditangani dengan cara family therapy. Hanya masalah-masalah yang menyangkut hubungan yang tidak sesuai dengan anggota keluarga lain adalah sesuai dipakai family therapy.
b. Pendekatan teknik family therapy harus dibarengi dengan teknik-teknik terapi yang lain.
c. Hambatan-hambatan dari faktor-faktor kebudayaan perlu diperhatikan. Oleh karena itu family therapy perlu disiapkan secara matang untuk semua anggota termasuk penjelasan mengenai tujuan dalam melakukan family therapy.
d. Kesediaan dan kerjasama dari masing-masing anggota keluarga perlu diperhatikan terlebih peranan ayah sebagai tokoh identifikasi bagi anak-anaknya.
          3. 2         Contoh Kasus[1]
Nama/initial     : F
Usia                 : 21 tahun
Jenis kelamin   : Perempuan
Gol. Darah      : O
Pendidikan      : Mahasiswi
Status              : Anak kandung – Anak   kedua dari tujuh bersaudara
Masalah                       : mengeluhkan perilaku agresi, pada:
Nama/initial     : MT (Adik laki-laki F)
Usia                 : 17 tahun
Jenis kelamin   : laki-laki
Gol. Darah      : O
Pendidikan      : SMA
Status              : Anak kandung – Anak keempat
Gambaran Kasus
            F adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. F adalah anak perempuan pertama dari dua perempuan bersaudara. Dia mengaku mempunyai masalah keluarga khususnya adiknya, MT.
            F sering menangis jika memikirkan MT, karena menurutnya perkembangan kepribadian MT tidak normal (F kuliah di Fak. Psikologi dan sangat menyukai mata kuliah bidang perkembangan), MT yang sekarang sangat berbeda dengan MT kecil yang ada di dalam ingatannya.
            MT adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. MT sekarang sudah duduk di kelas dua Sekolah Menengah Atas (SMA) di sebuah sekolah unggulan di kotanya. MT mengambil kelas bahasa sejak kelas dua SMA. Prestasinya tergolong lumayan bagus karena nilai-nilainya disetiap mata pelajaran di atas standar kelulusan. Meskipun demikian, MT bukanlah siswa yang aktif dalam proses belajar-mengajar di sekolah.
            Saat usia tiga sampai empat tahun, MT memperlihatkan perilaku yang sangat aktif, MT selalu ikut dengan F yang saat itu sudah duduk di kelas empat SD. MT merasa senang ikut ke sekolah bersama dengan F karena teman-teman F menyukainya. Mereka biasa menggoda MT untuk menyanyikan lagu mandarin karena kebetulan saat itu adalah masa-masa maraknya sinema kungfu mandarin ditayangkan distasiun televisi nasional dan MT sangat menyukainya maka tidak heran kalau MT suka menyanyikan soundtrack dari sinema kungfu mandarin yang ditayangkan di stasiun televisi nasional meskipun secara lafal dan bahasa semua tidak tepat tapi MT menyanyikannya dengan hanya mengikuti nadanya. Teman-teman kakaknya pasti akan tertawa dan memujinya.
            Satu lagi dampak dari nonton sinema kungfu mandarin adalah perilaku MT menjadi sangat agresif. MT sangat sering bertengkar dengan teman sebayanya. Sewaktu kecil, MT adalah anak yang tidak mau menerima perlakuan yang negatif, dia juga sangat polos. MT dikenal sebagai anak yang kuat dan ditakuti oleh teman-temannya yang lain meskipun MT tidak memilki tubuh yang besar. Teman-temannya tidak berani memukul secara jantan tetapi harus secara licik (memukul MT dari belakang, melempar dan langsung kabur).
            Pernah saat MT berusia sekitar empat atau lima tahun ada seorang anak laki-laki yang dikenal nakal – sebut saja A – memukul MT dari belakang dan kabur. Si A tersebut ternyata bersembunyi di rumahnya yang tidak jauh dari rumah MT. MT-pun langsung mengejar si A sampai ke rumahnya. MT tidak peduli kalau di rumah itu ada orang tua dan saudara si A, baginya menuntut keadilan adalah yang terpenting.
            “MT pulang terengah-engah dan langsung menceritakan bahwa dia baru saja pulang dari rumah si A dan memukul si A. katanya, MT dipukul oleh si A dan langsung kabur”.
            MT adalah anak yang sangat aktif. Dia berani menunjukkan siapa dirinya dan melakukan apapun tanpa takut pada siapapun jika MT memang merasa bahwa dirinya melakukan hal yang benar.
            Saat usia empat tahun MT sudah bergabung dalam TK. Dia sangat rajin dan belajar agama dengan cepat sehingga guru agama menyukainya. Bentuk kepala MT besar sehingga orang-orang menganggap bahwa MT adalah orang yang cerdas, dan ada juga berpendapat bahwa MT adalah anak yang “nakal”, berkemauan kuat, dan pemberontak.
            Semua berjalan seiring perputaran waktu. MT masuk di sekolah dasar 126 kemudian pindah sekolah di kota lain karena ikut orangtua. MT diterima di SD unggulan di kota baru tempat mereka tinggal.
            Saat MT sudah menginjak kelas empat SD, dia dipindahkan ke asrama di Salatiga. Awalnya, MT merasa kesulitan beradaptasi dengan sekolah barunya karena banyak mata pelajaran baru yang didapatkannya. Namun setelah caturwulan berikutnya nilainya sudah bagus kembali. MT cuma sampai kelas lima SD di sana karena MT tidak cocok dengan iklim asrama Salatiga yang sangat dingin. MT mengidap penyakit gangguan pernapasan Bronkhitis, sehingga orangtuanya tidak tega membiarkan MT tetap tinggal di sana meskipun sangat besar harapan orangtua MT agar MT bisa menyelesaikan pendidikannya di sana. Orang tua MT berharap MT mendapat lingkungan yang sehat baik dari segi sosial maupun dari segi agama untuk itu orang tua MT tidak pernah mempermasalahkan biaya sekolah di sana.
            Setelah kembali dari asrama di Salatiga, MT kembali ke sekolahnya semula dan kembali beraktivitas seperti biasanya. MT adalah anak yang sangat rajin. Dia punya sepeda jadi tidak pernah keberatan disuruh kesana-kemari untuk membeli keperluan ibunya atau kakak-kakaknya.
            “Saya tidak tau kapan saat-saat terakhir MT menjadi anak seperti itu, tapi seingat saya, ketika MT sudah duduk di SMP saya sering bertengkar – fisik dan verbal – saya ingat saya pernah memukulnya dengan skof karena mengatai saya. Saya juga pernah memukul kepalanya dengan sapu karena mengunci kamar saya dari dalam sehingga saya tidak bisa masuk, bahkan waktu itu tangannya berdarah karena saya memecahkan kaca jendela kamar saya dan kacanya terlempar ke tangannya. Tapi saya tidak peduli waktu itu. Saya benar-benar marah. Saya ingat, dia menangis sambil memegangi tangannya yang berdarah.”
            “Kami punya kakak laki-laki. Dia anak pertama, wataknya sangat keras, perkataannya adalah “titah” dan tidak boleh satupun dari kami – adik-adiknya – tidak mematuhinya. Biasanya kalau kami membangkang, kami pasti dihukum dengan tidak boleh nonton TV, atau dipukul, ditendang, dll. MT adalah yang paling sering mendapat hukuman dari kakak. Pernah, pahanya diinjak, ditendang, ditampeleng… dan saya tidak bisa melakukan apa-apa. Ibu juga kadang cuma melihat perlakuan kakak.”
            Sekarang, semua berjalan dengan baik. Menurut keterangan dari F, kejadian-kejadian sewaktu kanak-kanak, pada saat itu seolah-olah bukanlah suatu masalah. Hal itu normal karena masih kanak-kanak. Sekarang MT dan saudaranya hidup rukun. Kakak laki-lakinya sudah dewasa dan sudah tidak pernah lagi memukul, seandainya pun MT dan saudaranya yang lain berbuat kesalahan paling cuma ditegur dan dinasehati.
            Tetapi hal-hal yang terjadi sewaktu MT kanak-kanak tentunya membekas dengan baik di jiwanya. Sekarang sosok MT tidak seceria dan seaktif waktu kanak-kanak. Dia juga tidak terbuka dalam menyampaikan perasaan dan keinginannya. Jika dia menginginkan sesuatu, dia pasti bicara dengan ibunya atau kepada F secara diam-diam takut ayah atau kakak laki-lakinya (H) mendengar.
            MT sampai sekarang sering mengamuk dan merasa dirinya dianak tirikan. Sudah sering MT memecahkan kaca lemari dan barang-barang lainnya. MT juga tidak segan-segan memukul adik atau sepupu yang menurutnya berbuat salah padanya. Saat ditegur dia berdalih, “Kenapa saya tidak boleh. Dulu kalau kakak memukul saya tidak ada yang melarang.” F merasa sangat sedih dan merasa sangat bersalah karena dulu dia juga sering menyakiti MT.
            F menambahkan bahwa MT selalu membanding-bandingkan dirinya dengan H. Sewaktu MT duduk di kelas 2 SMP, dia meminta kepada ayahnya untuk dibelikan motor tapi ayahnya tidak mengabulkan permintaannya dan mengatakan bahwa nanti setelah kelas 1 SMA baru dibelikan. Saat itu MT marah dan bilang kalau dulu kakak H waktu kelas 2 SMP sudah gonta-ganti motor dan kenapa dia tidak mau dibelikan motor. Ibu dan F kemudian memberikan pengertian dan meminta MT untuk bersabar.
            Saat kelas 2 SMA, MT benar-benar marah karena belum dibelikan motor. Dia bermaksud untuk berhenti Sekolah. setahun yang lalu ayahnya sudah membelikannya motor seharga Rp. 15.000.000, tapi MT tidak menyukainya katanya motor yang dibelikan ayahnya motor murahan tidak sebanding dengan harga motor yang sudah dipake kakak H dari SMP sampai sekarang (bahkan sekarang ayahnya berencana membeli mobil untuk H). ayahnya pun marah dan menjual motor itu kembali.
            MT juga minta dibelikan laptop. Ayahnya berpikir untuk membelikannya laptop yang sederhana dan murah karena menurut ayahnya MT cuma menggunakan laptop tersebut untuk mengetik atau main game. MT menolak, katanya laptopnya harus semahal laptop kakak-kakaknya. MT selalu membandingkan antara perlakuan yang dia dapatkan dari orang tuanya dengan perlakuan yang kakak-kakaknya terima.
            F mengatakan bahwa posisi orangtuanya memang sulit. Ayahnya selalu berusaha berlaku adil kepada semua anaknya, makanya ketika anak pertama minta sesuatu maka ayah akan bertanya ke anak kedua. Karena diantara tujuh bersaudara hanya ada dua anak perempuan, yaitu anak kedua dan ketiga maka ayah selalu berusaha adil terhadap kedua anak perempuannya. Jika anak kedua dibelikan sesutu maka anak ketiga juga harus dapat sesuatu. Kalau ayah dan ibu liburan dan berbelanja sesuatu untuk adik-adiknya maka anak bungsu yang jadi prioritas. Ayah dan ibunya juga harus berlaku adil terhadap kakak si bungsu makanya si bungsu dan dua orang kakaknya pasti mendapatkan sesuatu yang sama. MT yang berada di tengah-tengah kadang terabaikan. Meskipun MT tidak pernah protes secara langsung pada saat itu juga, namun MT menyimpan itu semua sebagai senjata untuk memenuhi kebutuhannya.

          3.3          Analisa Kasus
1.    Masalah yang terjadi pada keluarga F berpusat pada masalah agresifitas yang dialami oleh MT.
2.    Agresifitas MT merupakan bentuk dari kemarahan dan dendam atas perlakuan agresi yang didapatkannya dari H dan mulai muncul ketika MT duduk di bangku SMP hingga sekarang.
3.    Bentuk agresi MT adalah agresi fisik, verbal, dan penyerangan terhadap objek.
4.    Selain disebabkan karena kemarahan dan dendam yang tak tersalurkan, MT juga bermasalah dengan identitas diri dan konsep dirinya.
5.    Terjadi hubungan komunikasi antar anggota keluarga yang tidak efektif sehingga memberi peluang bagi semua anggota keluarga untuk melakukan interpretasi yang berbeda-beda (kesalah pahaman) terhadap satu perlakuan.
          3. 4         Proses Terapi
          Beberapa langkah yang harus ditempuh oleh seorang konselor sebelum benar-benar memberikan terapi, antara lain:
a)    Seorang konselor harus melakukan metode interviw keluarga terstruktur dengan menanyakan kepada anggota keluarga secara terpisah, kemudian secara bersama-sama.
b)   Konselor mengevaluasi keluarga dengan metode sejarah keluarga untuk mendapatkan riwayat keluarga secara lengkap dan rinci.
c)    Setelah konselor merasa informasi yang didapatkan sudah lengkap dan terperinci serta masalah-masalah yang ada dalam keluarga nampak jelas, dalam hal ini apa saja yang menyebabkan perilaku agresi pada MT, apakah masalah komunikasi dengan keluarga yang lain, agresifitas H, perbedaan sikap orang tua terhadap MT, dan lain-lain.
d)   Konselor harus memberikan intervensi individual terhadap MT berkaitan dengan masalah identitas diri dan konsep dirinya yang salah dengan melakukan identifikasi dan analisi terhadap penolakan dan pertahanan, asosiasi bebas, analisis mimpi kemudian melakukan interpretasi.
e)   Di lain pihak konselor berusaha memberikan keterampilan komunikasi efektif bagi orang tua MT agar orang tua dapat membangun hubungan komunikasi dengan anak-anaknya terutama kepada MT dapat menjelaskan dengan baik perihal perasaan-perasaan MT yang merasa dianak tirikan.

4.         Penutup
            Semua krisis yang dialami manusia pada dasarnya adalah peristiwa antar pribadi dalam suatu relasi, termasuk krisis keluarga. Dalam keadaan krisis pasti ada suatu luka yang terpendam di dalam di dalam setiap orang yang terlibat. Oleh karena itu, dalam konseling keluarga perlu melibatkan semua keluarga. Tujuannya, supaya setiap anggota keluarga dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak suka dan hal-hal yang masih ia hargai dalam diri orang lain (sesama anggota keluarga) dalam keluarga.  Dengan begitu, mereka dapat saling memberi tanggapan sekaligus memperjelas hal-hal yang mungkin keliru dalam relasi mereka, khususnya dalam hal komunikasi.  Hal yang ditekankan dalam konseling keluarga adalah perubahan pemahaman atau paradigma terhadap permasalahan yang dialami oleh konseli.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abineno, J.H. 1982. Manusia, Suami & Istri, Perkawinan, Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Clinebell, Howard. 2002. Tipe-tipe Pendampingan & Konseling Pastoral.  Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Kedua. Jakarta:    Balai Pustaka.
Douglas, Anderson. 1980. New Approaches to Family Pastoral Care. USA: Fortress Press.
Iverson, Dick, dkk. 1991.  Memulihkan Keluarga: Prinsip-prinsip Kehidupan Keluarga.  Jakarta: Harvest             Publication House.
Tukan, John Suban. 1986. Konseling Pastoral Kehidupan Keluarga. Jakarta: OBOR.

Internet